Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Administrasi - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Humaniora | Lifestyle | Bisnis | Sastra | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Nggak Suka Buku Mahal, tapi Juga Menolak Buku Bajakan

6 Januari 2022   09:12 Diperbarui: 7 Januari 2022   18:09 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Dokumentasi: irerosana

Persoalan buku haruskah murah ataukah mahal memang selalu menjadi dilema. Jika mahal konsumen yang kena imbasnya, sementara jika murah maka penulis dan pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitanlah yang akan terkena imbasnya.

Dalam kondisi demikian, sudah selayaknya kita semua berharap pihak ketiga hadir memberi perhatian terhadap isu-isu dalam dunia perbukuan. Siapa lagi kalau bukan pemerintah. 

Sepakat dengan Eka Kurniawan, untuk menekan harga buku, pemerintah sebaiknya menghapus PPN penjualan buku. Hal ini terdengar lebih santun ketimbang memotong jatah royalti pihak lain, bukan?

Sebetulnya pemerintah kita juga telah berupaya memberi sedikit perhatian dengan menerbitkan PMK No. 5/PKM.010/2020 mengenai penghapusan PPN  bagi buku pelajaran, agama dan kitab suci, namun bukankah lebih baik jika tidak terbatas pada 3 kategori tersebut saja. 

Bukankah buku pelajaran maupun buku fiksi sama baiknya? Ada banyak sekali manfaat membaca yang mungkin bisa kita bahas secara terpisah di artikel yang lain dan tidak terbatas pada 3 kategori itu saja.

Di zaman medsos seperti sekarang ini, budaya membaca sangat dibutuhkan. Hal tersebut juga disadari oleh Kominfo yang berkata soal munculnya kebiasaan baru di masyarakat kita yaitu "malas membaca tapi cerewet di medsos".

Minat baca masyarakat Indonesia dikategorikan rendah namun waktu yang digunakan untuk bermain gadget tergolong tinggi, tak ayal masyarakat kita mendapat urutan ke 5 dalam hal kecerewetan di medsos. Itulah juga mengapa dikatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang mudah terprovokasi dengan hoax dan fitnah.

Dengan menghapus PPN untuk buku, secara tidak langsung bisa dikatakan pula sebagai upaya pemberantasan hoax di tengah masyarakat. 

Kinerja kominfo dan Turnbackhoax yang babak belur melawan banjiran hoax yang beredar di tengah masyarakat pun menjadi lebih ringan.

Hal lain yang terpikir dalam benak saya adalah menjadikan kegiatan membaca bukan sebagai sesuatu yang spesial, namun hal umum atau biasa yang dilakukan oleh siapa saja kapan saja dan di mana saja. 

Saya ingin sekali melihat orang-orang membaca buku di kala mereka menunggu kereta, menunggu kawan di cafe atau di halte layaknya yang terjadi di beberapa negara maju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun