Mohon tunggu...
Syamsurial Sad
Syamsurial Sad Mohon Tunggu... Lainnya - Dibuat dengan sebenarnya sesuai ktp

seorang pria, lahir 13/08, di Pangian-Lintau, Prop. Sumbar. Pensiunan PNS . Tinggal di Koto Baru, Kabupaten Solok, Prop. Sumbar.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Merantau di Hari Tua

15 September 2012   04:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:26 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merantau adalah perginya seseorang dari tempat ia tumbuh besar ke wilayah lain untuk menjalani kehidupan atau mencari pengalaman. "Merantau" sesungguhnya tak bisa dipisahkan dari Minangkabau. Asal usul kata "merantau" itu sendiri berasal dari bahasa dan budaya Minangkabau yaitu "rantau". Rantau pada awalnya bermakna : wilayah, wilayah yang berada di luar wilayah inti Minangkabau, tempat awal mula peradaban Minangkabau periode terakhir sebelum zaman modern. Peradaban Minangkabau mengalami beberapa periode atau pasang surut. Wilayah inti itu disebut "darek" (darat) atau Luhak nan Tigo. Aktifitas orang orang dari wilayah inti ke wilayah luar disebut "marantau" atau pergi ke wilayah rantau. Lama kelamaan wilayah rantau pun jadi wilayah Minangkabau. Akhirnya wilayah rantau menjadi semakin jauh dan luas, bahkan di zaman modern sekarang ini wilayah rantau orang Minangkabau bisa disebut di seluruh dunia, walaupun wilayah tersebut tak akan mungkin masuk kategori wilayah Minangkabau namun tetap disebut "rantau". Filosofi dan tujuan "merantau" orang Minang berbeda dengan imigrasi, urbanisasi, atau transmigrasi yang dilakukan kelompok lain. ( dikutip dari:http://id.wikipedia.org/wiki/Merantau ).

Biasanya orang Minang merantau pada usia muda seperti dapat dilihat dalam pantun adat berikut:

Karatau madang dihulu

Babungo babuah balun

Marantau bujang dahulu

Dikampuang paguno balun

Maksudnya pemuda Minang akan pergi merantau dulu karena di kampong belum berguna, sebab mereka belum punya pegangan hidup, sekolah tanggung, pekerjaan belum punya, maka mereka akan ke rantau untuk menambah ilmu dan pengalaman.

Bagi orang Minang merantau berdasarkan lama waktunya merantaudikenal dalam dua bentuk Merantau Sementara dan Merantau Tetap atau di Minang lebih dikenal sebagai sebagai “marantau Chino” atau merantau untuk selamanya.

Para perantau Minang umumnya tidak pernah melupakan kampung halamannya pada periode-periode tertentu mereka akan pulang kampung untuk melihat sanak saudara atau sebaliknya sanak saudara diundang datang mengunjungi mereka yg dirantau, minimal komunikasi tetap berjalan antara orang rantau dg sanak saudara dikampung, kalau tidak bisa pulang kampung pada waktu dulu komunikasi dilakukan melalui surat menyurat, kemudian berlanjut dengan era telepon rumah dan sekarang sudah semakin maju dg Hand Phone.

Para perantau yg telah berhasil akan selalu membantu sanak saudara dan kampung halamannya, dg kiriman uang pada waktu lalu pengiriman dilakukan dg wesel pos, sekarang dilakukan dg transfer melalui bank. Pada zaman wesel pos, pengiriman wesel pos dari rantau ke Sumbar bisa mencapai milyaran rupiah terutama di bulan Ramadhan menjelang lebaran.

Wah sudah terlalu jauh saya bicara tentang Merantau terutama merantau orang Minang, yg ingin saya ceritakan disini sebenarnya adalah bahwa kalau orang lain merantau dikala muda, lain halnya dg saya. Mulai bulan depan saya yg sudah berumur hampir 60 tahun jadi sudah cukup tua akan pergi merantau untuk sementara.

Saya bilang sementara karena saya merantau untuk menjadi baby sitter bagi cucu saya yg baru berumur 20 bulan sebab orang tuanya mendapat tugas belajar di Universitas Sumatera Utara Medan, dan kebetulan putra bungsu saya juga diterima di S1 di Perguruan Tinggi yg sama dg kakaknya.

Hingga pantun adat diatas perlu dirobah menjadi:

Karatau sicerek baru

Buah anau lakek dibatu

Karantau gark dahulu

Pai karantau maasuah cucu.

Ya mulai 1 September kemaren saya telah menjadi orang rantau di kota Medan tinggal disebuah rumah kontrak bersama isteri, dua anak dan seorang cucu. Sayang tempat ibadat (mesjid) agak jauh, hingga saat ini saya baru bisa dua kali sehari ikut meramaikan mesjid (subuh dan maghrib). Dan disini saya agak kesulitan menulis di kompasiana, karena biasanyua kalau di Solok saya menggunakan PC sedang disini saya belum punya PC, dg HP saya agak kesulitan` menulis dikompasiana karena setiap saya buka, area menulisnya tak bisa dibuka, wordnya bisa dibuka tapi waktu diinsert tak jalan, hingga untuk nmengedit tulisan ini yg telah saya nmasukkan  sebagai draf tak bisa di edit menggunakan HP, untung anak saya sekali-kali laptopnya tak dibawa maka bisalah saya tampilkan tulisan ini.

Adakah nggak kompasiner yg mau mengajarkan saya agar saya menggunakan HP untu nulis di kompasiana ??? Betul-betl gaptek saya ya ???? salam

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun