Mohon tunggu...
I Wayan Andre Wahyu Eka Putra
I Wayan Andre Wahyu Eka Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

I'm a Student of Political Science at Udayana University. I'm a Part of Malleum Iustitiae Institute and Head Departement of Defence and Security Malleum Iustitiae Institute

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konflik Struktural di Myanmar: Indonesia, Junta Militer, dan Teori Konflik Ralf Dahrendrof

14 November 2023   07:49 Diperbarui: 14 November 2023   11:27 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Banyak lembaga HAM telah marah tentang hal ini. Pada Senin 1 Maret 2021, Burma Human Rights Network (BHRN), Burmese Rohingya Organisation UK (BROUK), International Federation for Human Rights (FIDH), Progressive Voice (PV), US Campaign for Burma (USCB), dan Women Peace Network (WPN) mengeluarkan pernyataan bersama yang menyatakan bahwa tindakan militer melanggar hak asasi manusia. Selain itu, mereka meminta perusahaan dan negara asing memberlakukan sanksi. International community menanggapi kudeta Myanmar. Banyak negara mengutuk kudeta dan menuntut pemimpin sipil dibebaskan. Beberapa negara memberlakukan sanksi diplomatik dan ekonomi terhadap militer Myanmar.

Perjuangan untuk kembalinya demokrasi di Myanmar berlanjut, dengan demonstrasi dan protes yang berlanjut di seluruh negara. Organisasi-organisasi internasional dan pemerintah asing berusaha untuk mediasi dan mendukung upaya pemulihan demokrasi. Namun, hingga saat ini Junta Militer masih memegang penuh kendali negara serta memutus berbagai pelayanan social dan internet. Pemerintahan militer tidak menginginkan adanya kebebasan berpendapat serta membatasi aplikasi seperti facebook, whatsapp dan Instagram untuk menghindari adanya kritik terhadap pemerintahan junta militer.

INDONESIA MENJUAL SENJATA KE JUNTA MILITER MYANMAR 

Junta militer yang disebut Tentara Pertahanan Nasional Myanmar (Tatmadaw) mengambil alih kekuasaan secara de facto dan menetapkan berbagai kebijakan setelah dua tahun berkuasa secara de facto. Banyak orang di dalam negeri dan di luar negeri telah menentang dan menentang kebijakan ini. Junta militer mengumumkan keadaan darurat nasional sebagai tanggapan atas kudeta. Ini memberi mereka otoritas tambahan secara konstitusional untuk mengontrol negara dan bertindak tanpa izin pemerintah sipil. Junta militer juga menghentikan aktivitas legislatif dan membubarkan parlemen yang terpilih. Selain itu, mereka menghilangkan otoritas dan otonomi pemerintah daerah. Militer mengambil tindakan tegas untuk mengontrol media dan komunikasi.. Mereka menghentikan akses ke internet, situs web, dan jejaring sosial, serta membatasi jumlah laporan media independen yang dapat diakses. Selain itu, aktivis pro demokrasi, pekerja, mahasiswa, dan orang lain yang terlibat dalam demonstrasi dan perlawanan ditahan. Salah satu ciri paling kontroversial dari rezim junta adalah penindakan terhadap mereka. Junta militer juga melarang demonstrasi dan berkumpul di tempat umum; berkumpul lebih dari lima orang dilarang dan jam malam dilarang. Kebijakan-kebijakan ini telah memicu reaksi keras di dalam negeri, dengan demonstrasi dan perlawanan yang berkelanjutan. Mereka juga telah dikritik di tingkat internasional, dengan negara-negara di seluruh dunia menuntut pemulihan pemerintahan sipil. Sejak kudeta, politik Myanmar tetap tidak stabil dan sangat bergejolak, dan penindakan terhadap mereka yang menentang pemerintah masih berlangsung.

Indonesia mengecam segala kebijakan yang dilakukan oleh junta militer karena dianggap tidak manusiawi serta membatasi segala aktivitas Masyarakat yang membuat Masyarakat hidup dalam suasana ketakutan yang luar biasa serta tidak adanya kebebasan bagi masyarakatnya untuk menentukan hidupnya. Namun, di luar kecaman yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Baru-baru ini terdapat desas-desus bahwa 3 BUMN Indonesia menjual senjata ke pemerintahan Militer Myanmar yang membuat Indonesia mendapatkan sorotan dari berbagai Lembaga baik nasional ataupun internasional.

Sejumlah aktivis dan organisasi Hak Asasi Manusia melaporkan tiga BUMN Indonesia yang diduga memasok senjata untuk Pemerintahan Junta Militer Myanmar. BUMN yang dilaporkan, yakni DEFEND ID yang membawahi PT Pindad Indonesia, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia. Laporan tersebut memuat dugaan bahwa ketiga Perusahaan tersebut telah menjual dan memasok senjata lebih dari satu dekade ke Negara tersebut termasuk ketika pemerintahan militer berkuasa semenjak 1 Februari 2021. Pengaduan tersebut diajukan oleh Marzuki Darusman, mantan ketua misi pencari fakta PBB di Myanmar; Salai Za Uk Ling, pemimpin Organisasi Hak Asasi Manusia Chin, dan Proyek Akuntabilitas Myanmar, sebuah kelompok hak asasi manusia internasional. Investigasi mereka menyebutkan senjata dari tiga BUMN Indonesia ke Myanmar dipasok lewat perusahaan Myanmar bernama Tue North Company Limited. Perusahaan itu dimiliki Htoo Htoo Shein Oo, putra dari Menteri Perencanaan dan Keuangan dalam junta militer Myanmar, Win Shein. Indonesia yang dikenal bersuara sangat kuat mengenai pembebasan terhadap otoritarianisme Junta Militer di Myanmar kini tersandera oleh dugaan penjualan senjata yang dilakukan oleh BUMN Indonesia. Ini menjadi tamparan keras buat Indonesia yang pada KTT ASEAN di Labuan Bajo, Jokowi menyatakan bahwa tidak boleh ada pihak yang mengambil untung dari konflik yang terjadi. Di Forum yang sama, Indonesia juga menyampaikan poin yang berisi lima resolusi damai dari konflik yang terjadi. Apabila hal ini merupakan fakta, maka akan menghancurkan wajah Indonesia di muka dunia serta mengkhianati tujuan negara Indonesia.

Meskipun demikian, Wakil Menteri BUMN Kartika Wiroatmodjo mengaku belum mendengarkan hal itu

"Belum dengar saya soal itu," kata Kartika di Kompleks Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (4/10/2023). Wakil Menteri BUMN mengaku belum mendapatkan informasi terkait hal tersebut. Pihak DEFEND ID juga membantah terkait tuduhan yang mengatakan bahwa BUMN menjual dan memasok senjata ke Militer

"Holding BUMN Industri Pertahanan (DEFEND ID) menegaskan tidak pernah melakukan ekspor produk industri pertahanan ke Myanmar pasca-1 Februari 2021 sejalan dengan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 75/287 yang melarang suplai senjata ke Myanmar," kata DEFEND ID.

DEFEND ID selalu mematuhi peraturan kebijakan luar negeri Indonesia. Holding tersebut mengumumkan bahwa PT Pindad, salah satu anggotanya, telah berhenti mengekspor barang-barangnya ke Myanmar sejak dua tahun yang lalu.

"Kami pastikan bahwa PT Pindad tidak melakukan kegiatan ekspor produk alpalhankam (alat peralatan pertahanan dan keamanan) ke Myanmar terutama setelah adanya imbauan DK PBB pada 1 Februari 2021 terkait kekerasan di Myanmar," tulis DEFEND ID.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun