Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ibas, Kudeta Demokrat, dan Pantun Awut-awutan

11 Maret 2021   11:27 Diperbarui: 11 Maret 2021   11:35 1716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas (Foto: Twitter/Ibas)

Ada siang ada malam, ayo kita selamatkan demokrasi. ~ Edhie Bhaskoro Yudhoyono

Akhirnya Ibas, sapaan intim Edhie Baskoro Yudhoyono, angkat bicara. Politikus kawakan Partai Demokrat itu tidak tahan terus berdiam diri. Ia mulai setel suara. Begitu bernyanyi, orang-orang riuh bersorak. Benar-benar politikus berjiwa penghibur.

Selama ini, jika berbicara soal kudeta atau konflik Demokrat, Ibas lebih banyak diam. Kicep. Mingkem. Jarang sekali pernyataannya bertebaran di media. Ia memilih jalan sunyi. Kakaknya, AHY, sudah pelesiran kata ke mana-mana, Ibas tetap membisu. Begitu bersuara, tepuk tangan membahana.

Diksi yang dipilih Ibas juga berbeda dengan pilihan kata ayahnya, SBY. Ibas memilih kalem. Jikalau SBY tidak segan-segan menyerukan ajakan "perang", Ibas malah mengajak semua pihak untuk menyelamatkan demokrasi. Kalem sekali.

Dua hari lalu, Selasa (9/3/2021), Ibas menyampaikan sel asa yang membuncah di hatinya. Melalui akun Twitter @Edhie_Baskoro, ia kicaukan keyakinannya tentang kehadiran negara. Jauh benar polahnya dari gaya Andi Arief--politikus Demokrat yang garang.

"Saya yakin negara hadir," ujar EBY alias Edhie Bhaskoro Yudhoyono. "Pemimpin negeri punya nurani untuk melihat mana yang benar [dan] mana yang salah."

Ada dua hal yang diyakini oleh Ibas. Pertama, negara akan hadir dalam menangani konflik partai yang membesarkan namanya. Kedua, pemimpin negara pasti mempunyai hati nurani sehingga dapat memilah mana Demokrat asli dan mana Demokrat palsu. Kira-kira begitu.

Bandingkan dengan pola komunikasi AHY yang gemar mengumandangkan kesan dizalimi, baik secara tersirat maupun tersurat. Latar belakang sipil barangkali menjadi sandaran dalih Ibas, tentu berbeda dengan kakaknya yang berlatar militer.

Selain itu, mungkin Ibas tahu diri sebagai anak bungsu. Sejak terjun ke dunia politik, Ibas memang menampilkan citra santun, lembut, dan kalem. Pendek kata, anak mama dan papa. Sekalipun ia "tidak dianggap" oleh ayahnya, ia tetap santun, lembut, dan kalem.

Bayangkan seandainya Ibas mencitrakan dirinya sebagai anak bungsu yang kolokan. AHY ditarik ke dunia politik pasti sudah bikin hatinya uring-uringan. Betapa tidak. Ia mati-matian membangun Demokrat, eh, malah ditikung kakaknya menjadi ketua umum.

Bisa saja ia memprotes kebijakan ayahnya. Misalnya begini. Ayah, biarkan Kakanda AHY tetap di militer. Ia menjadi Jenderal, saya menjadi Ketum Demokrat. Namun, Ibas memilih tetap sebagai anak berbakti. Tidak membangkang, apalagi memberontak.

Bahkan dalam mengkritik pun Ibas terlihat teramat sangat santun. "Semoga kebenaran dan keadilan masih ada di negara kita demi demokrasi yang lebih bermartabat, beretika, dan sesuai dengan konstitusi," kata anak bungsu SBY itu.

Andaikan Ibas yang disorong SBY ke kursi ketum, potensi konflik mungkin tidak separah saat ini. Semua kader Demokrat tahu bagaimana Ibas mau dan sudah berdarah-darah mengumpulkan suara, menjaring pemilih, dan mengangkat citra santun partai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun