Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY Turun Gunung, Rocky Terus Menggerung, Jokowi Tetap Begitu

18 Februari 2021   07:26 Diperbarui: 18 Februari 2021   07:52 2193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senyum Jokowi (Foto: AFP/Anthony Wallace)

JOKOWI SUNGGUH MENYEBALKAN. Sudah disuruh revisi isi kepalanya, sudah dibilangi dungu segala rupa, sudah dituduh memanggungkan prostitusi politik di istana, sudah ditengarai mementaskan permainan muka dua, sudah disindir dengan metafor obat dan gula, beliau masih begitu-begitu saja. Pantas Rocky Gerung mencak-mencak, pantas SBY prihatin: Jokowi begitu-begitu saja, sih!

Serius. Jokowi seperti tebal muka dan tebal telinga. Sindiran Gerung datang silih berganti, beliau anteng-anteng saja. Sentilan elite Demokrat seperti hujan tanpa reda, beliau kalem-kalem saja. AHY menuduh beliau mengetahui dan mengizinkan kudeta Demokrat, beliau tenang-tenang saja. Bahkan SBY turun gunung dengan seruntun nasihat, beliau santai-santai saja.

Jokowi membangun komunikasi politik di dalam benteng batin yang sukar benar ditembus oleh rasa kesal. Kurang pedas apa semburan sindiran Gerung; kurang tajam apa dengungan Andi Arief; kurang panas apa guyuran olok-olok Fadli Zon; kurang ganas apa ledekan Fahri Hamzah; Pakde Jokowi masih begitu-begitu saja. Gerah tidak, panas kagak.

Untunglah barisan peledek punya jantung yang melekat kuat di kaitannya. Jika tidak, mungkin sudah berkali-kali jantung mereka mencelus, lalu menggelinding ke selokan atau menggelotar di tepi jalan. Sementara itu, Pakde Jokowi seperti remaja puber pertama yang tahan risak. Berkali-kali dirisak, ia kalem-kalem saja. Akhirnya perisak yang menggigiti hati sendiri.

***

Senyum Rocky Gerung (Foto: Kompas.com/Walda)
Senyum Rocky Gerung (Foto: Kompas.com/Walda)

SUDAH BANYAK sindiran yang dilontarkan oleh Rocky Gerung. Pengamat politik dengan spesialis meledek Jokowi itu tidak pernah kehabisan amunisi kosakata maki. Dulu doi pernah berjanji akan mengkritik Prabowo manakala masuk ke kalangan pemerintahan, eh, apa daya Gerung tidak bisa pindah ke lain hati.

Sekali Jokowi tetap Jokowi, begitu Gerung membatin. Tidak mungkin pengamat politik selevel Gerung mengutak-ngatik oposisi, mustahil hal itu terjadi. Tidak mungkin beliau mengomeli AHY yang mencari kambing hitam di luar partai alih-alih memburu kutu busuk di dalam partai. Bagi Gerung, Prabowo juga bukan sasaran empuk. Hanya satu sosok: Jokowi lagi, Jokowi lagi.

Gerung sungguh-sungguh menunjukkan kesungguhannya untuk bersetia kepada Jokowi. Apa saja lakon Pakde Jokowi pasti dikomentari. Mengedip sedikit, dikomentari. Menguap lebar, dikomentari. Pendek kata, tiada satu pun gerak-gerik Jokowi yang luput dari towelan Gerung--yang tengilnya persis seperti budak cinta yang mesti lengket pada apa saja tabiat orang yang dicintainya.

Jokowi memanggungkan prostitusi politik di istana. Begitu titah Gerung menanggapi kedatangan Achmad Purnomo ke Istana Negara. Pesaing Gibran Rakabuming dalam pencalonan wali kota di kubu partai moncong putih itu akhirnya batal maju ke ring persaingan. Gerung mengkal. Lahirlah frasa prostitusi politik. Supaya terkesan ilmiah, Gerung memakai istilah political prostitution.

Jokowi mementaskan permainan muka dua. Begitu sabda Gerung menanggapi permintaan Pakde Jokowi agar rakyat rajin melontarkan kritik kepada pemerintah. Tidak asal semprot, Gerung menilai Jokowi bersembunyi di balik kebohongan komunikasi publik. Pendek kata, tidak ada setitik susu pun pada diri Jokowi. Di mata Gerung, seluruh tubuh Jokowi adalah sebelanga nila.

Isi kepala Jokowi yang harus direvisi. Begitu semprul Gerung tanpa tedeng aling-aling. Tembak langsung, tonjok langsung. Seolah-olah ada bengkel di muka bumi ini yang bisa mereparasi atau merevisi isi otak Pakde Jokowi. Gerung dongkol bukan kepalang lantaran Jokowi berniat akan merevisi UU ITE. Di mata Gerung, UU ITE tidak perlu direvisi. Cukup revisi isi kepala Jokowi saja, kelar!

Kata siapa Gerung mengasari Presiden Jokowi? Itu tidak benar. Pitnah, eh keliru. Fitnah. Apa pun yang terlontar dari sepasang bibir Gerung adalah tanda cinta tak tepermanai kepada Jokowi. Itu seperti meongan kucing berahi yang sudah kehilangan akal sakit. Tidak. Gerung tidak membenci Jokowi. Sebaliknya, maestro akal sehat itu sangat cinta. Buktinya, ia seperti sawah tadah hujan yang dikeringkan kemarau apabila tidak mengomentari kiprah, kata, dan tindakan Jokowi. 

Cinta Gerung mana lagi yang mesti kita dustakan?

***

Senyum SBY (Foto: Kompas.tv)
Senyum SBY (Foto: Kompas.tv)

MELIHAT OCEHAN putra sulung dan barisan pendengung (boleh dibaca buzzer) Partai Demokrat tidak menghasilkan apa-apa selain serangan balik dari warganet, SBY yang sudah mendengkur keras di petilasan terpaksa turun gunung. Jokowi tidak bisa dibiarkan terus mengabaikan putra kesayangan dan partai kebanggaan. Beliau mesti turun tangan, campur tangan, dan cuci tangan.

Senjata yang beliau gunakan pun sudah diasah. Nama senjatanya, dalih “saya sepuluh tahun menjadi presiden”. Lalu mengalirlah rupa-rupa sentilan dan pelbagai sindiran yang dikemas sebagai saran. Beliau lupa, Jokowi bukanlah ahli militer yang paham seluk-beluk perang. Jokowi hanya seorang saudagar yang keahliannya bermain hitung-hitungan.

Sentilan pertama meluncur. Pelurunya obat dan gula. Kritik itu obat, sanjungan itu gula. Laksana pengamat diabetes tersohor, cuitan beliau disambar warganet. Beliau lupa, kata-kata adalah bom waktu yang bisa sewaktu-waktu diledakkan oleh netizen. Tidak lama berselang, ranjau yang ajek ke dalam tanah meledak karena diinjak sendiri.

Beliau memanen tuah. Yayasan Yudhoyono kontan dikritik netizen karena dianggap tidak punya empati kepada rakyat Pacitan. Tatkala kemiskinan meningkat di kabupaten kelahiran beliau, pihak Pemprov Jawa Timur akan mengguyurkan sembilan miliar rupiah untuk pembangunan museum. Badai kritik melanda Cikeas. 

Nahas benar nasib beliau. Uang belum diterima, Yayasan Yudhoyono (silakan baca: Yudhoyono Foundation) sudah menuai kritik. Untunglah beliau sudah khatam dikritik. Sederas apa pun kritik menerpa, semua itu adalah obat di mata beliau.

***

Senyum Jokowi dan Prabowo (Foto: Staf Kepresidenan)
Senyum Jokowi dan Prabowo (Foto: Staf Kepresidenan)

ADALAH JOKOWI yang tetap begitu-begitu saja. Senyumnya masih natural, alamiah, seakan-akan tidak pernah mempelajari etika tersenyum bagi seorang presiden. Dari sananya sudah begitu, mau diapakan lagi. Kalaupun orang lain mangkel bin dongkol bin kesal, itu urusan mereka. Bagi Pakde Jokowi, hidup saat ini hanyalah bekerja, bekerja, bekerja.

Hanya bekerja? Tidak makan tidak minum? Tidak ibadah? Tentu saja makan dan minum. Tentu saja beribadah. Itu kiasan saja. Gerung pasti tahu arti bekerja. Pengamat politik bersenjatakan kosakata dungu itu niscaya tahu bahwa bekerja amat berbeda dengan berbicara. Jauh, jauh sekali, jauh sejauh-jauhnya.

Kita bisa lihat sendiri. Sesekali Pakde Jokowi masih sarungan menyaksikan cebong bermain air di kolam dekat Istana Bogor. Barangkali Pakde juga dongkol bukan kepalang. Mungkin saja di dalam hati beliau sudah meraungkan “kezel, kezel, kzl”, mungkin. Mana tahu kita akan isi hati beliau.

Hanya saja, roman muka beliau begitu-begitu saja. Senyum ndeso sepanjang hayat. [kp]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun