Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Menulis dalam Bahasa Indonesia yang Kaya

12 Juli 2018   16:29 Diperbarui: 12 Juli 2018   21:58 4411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: KBBI V (Dokumentasi Pribadi)

Rasa baca itu menjadi lebih mudah lantaran bahasa Indonesia adalah bahasa dengan kosakata yang melimpah. Saya ingin menyuguhkan satu contoh. Khusus kata mengalir yang terkait dengan air mata saja, bahasa Indonesia punya 21 varian kata. Gila! Ada 21 kata dan kita hanya terpaku pada air matanya berderai atau air mataku bercucuran.

Sumber: KBBI V (Dokumentasi Pribadi)
Sumber: KBBI V (Dokumentasi Pribadi)
Kita mestinya bangga dan berterima kasih kepada bahasa Indonesia.

Coba simak contoh berikut.

  1. Air mataku melurut, mengalir deras ke pipi, ketika bertimpuh di depan jenazah ibuku. Berkali-kali kuseka, air mataku tetap memancur. Berkali-kali kutahan, air mataku masih saja merabas, bertitikan hingga membasahi kumis dan janggutku.
  2. Aku kehilangan kata. Lidahku seketika menolak bicara. Ada yang berasa hangat di pipiku. Air mataku berambai-rambai, menggabak ke pipi, dan merambak ke pori-pori tabahku. Aku tidak suka kehilangan. Dan, dengan mimik tak bersalah, sekarang kamu memintaku agar merelakan pernikahanmu dengan gadis lain.

Semoga dua contoh di atas cukup untuk menggambarkan betapa kayanya bahasa Indonesia. O ya, kalimat di atas bukan usaha mengindah-indahkan kata. Saya butuh rasa baca, bukan mematut-matut kata.

Tolong cermati pula kalimat berikut.

  1. Anjing itu mengauk. Gonggongnya menciutkan nyaliku. Kamu tahu, nyaliku ciut setiap mendengar anjing menyalak.
  2. Ketika kutahu kamu pergi, kutekan dan kutelan rasa sedih. Aku tidak mau air mataku pecah di depan ibuku. Begitu sendirian di kamar, seketika bantalku basah. Aku terisak-isak, mengesak-esak, dan menciar-ciar seperti bayi.

Kata "gonggong" mungkin sudah lazim di telinga kalian. Kalian juga pasti pernah mendengar "anjing menyalak". Namun, pada kalimat pertama saya mulai dengan kata mengauk. Kata itu semakna dengan salak dan gonggong. Supaya pembaca tidak repot-repot mencari tahu arti "mengauk", kalimat berikutnya saya mulai dengan "gonggong" yang sudah ramah telinga. Sekarang baca ulang kalimat ini: nyaliku ciut setiap mendengar anjing menyalak. Rasakan kehadiran kata "ciut" dan "menyalak". Rasanya berbeda dengan kalimat ini: aku ketakutan tiap mendengar anjing menggonggong.

Itulah secuil udaran atau ulasan sederhana saya tentang rasa baca.

Sumber: KBBI V (Dokumentasi Pribadi)
Sumber: KBBI V (Dokumentasi Pribadi)
Akhirnya kalian tiba di ujung tulisan ini. 

Semoga kalian tidak kesal dan tobat membaca tulisan saya. Dan, semoga tulisan ini berguna. Mungkin kalian sekarang belum butuh, siapa tahu nanti kalian memerlukan tulisan ini. Moga-moga pula kalian bersedia mengajak teman-teman kalian untuk turut membacanya. Mungkin kalian tidak butuh, siapa tahu ada teman kalian yang memerlukan tulisan ini. Hitung-hitung kita berbagi kebaikan, sekaligus berbagi kabar tentang kekayaan bahasa Indonesia.

Saya bangga berbahasa Indonesia. Kalian? [kp]

Kandangrindu, 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun