Setiap peraturan -termasuk peraturan di  sekolah- disusun dengan selalu mengandung hukum alam di dalamnya. Hukum alam adalah hukum tertua dalam sejarah hukum umat manusia sejagat. Hukum alam selalu terkait dengan kekerasan dan kekuasaan. Hukum alam berlaku untuk semua dan dikenal sebagai hukum rimba.
 Hukum Alam Masa Yunani-Romawi Kuno
   Dengan mengambil inspirasi dari hukum alam masa Yunani-Romawi kuno, John Locke (1632-1704) mengatakan bahwa  pada zaman primitif orang-orang hidup sesuai dengan hukum-hukum alam primitif: kesehatan, kebebasan, milik, hak hidup dan hak waris. Tiap-tiap orang punya kekuasaan hukum alam secara eksklusif. Pada suatu saat orang-orang beralih dari keadaan primitif ke keadaan sipil karena tidak mengerti beberapa hal dari hukum alam dan merasa tidak adil dalam sebagian hak-hak alam primitif. Tetapi hukum alam primitif tidak lenyap. Hukum alam adalah kebajikan untuk mencapai kebahagiaan. Â
   John Locke menyelami alam pikiran kuno abad VI dan V SM pada zaman Yunani-Romawi kuno. Alam pikiran kuno abad VI dan V SM zaman Yunani-Romawi kuno memandang semesta alam sebagai kekuasaan yang mengancam hidup manusia. Manusia memandang alam sebagai sakral dan penuh misteri. Manusia berada di bawah kekuasaan nasib (anangke). Aliran primitif ini bertentangan pendapat dengan religi dewa-dewi Olimpus.
   Saat masa alam pikiran kuno Yunani, religi dewa-dewi Olimpus berisi pertentangan antara gelap dan terang. Manusia mengutamakan terang. Mitos dewa-dewi digunakan untuk memahami jalan dunia dan jalan hidup. Segala sesuatu muncul dan lenyap menurut keharusan alamiah. Keharusan alamiah harus disesuaikan dengan keteraturan hidup bersama.
   Menurut Herakleitos hidup manusia harus sesuai dengan keteraturan alamiah. Tapi menurut Parmenides, logos membimbing arus alam. Sehingga alam dan hidup mendapatkan suatu keteraturan yang terang dan tetap. Hukum meliputi semesta alam. Orang yang memberontak melewati batas aturan akan mendapat balas dendam. Sumber hukum bukan merupakan logos tapi kekuatan dan kekerasan.
   Menurut Aristoteles, semesta alam merupakan suatu kesatuan substansi-substansi dengan wujud berbeda-beda  pada benda mati, tumbuhan dan manusia. Semua substansi terdiri atas 2: materi dan bentuk, demikian juga manusia terdiri dari jiwa dan badan.
   Hukum alam, menurut Aristoteles, merupakan aturan semesta alam. Sedangkan kaum Sofisme berpendapat, hukum alam adalah hukum dari yang paling kuat yakni kekuasaan dan kekerasan. Hukum alam menurut Aristoteles, selalu berlaku di mana-mana karena hubungannya dengan aturan alam. Hukum ini tidak pernah berubah, tidak pernah lenyap dan berlaku dengan sendirinya.Â
Hukum Alam dan Hukum Masa Kini
   Filsuf Johannes Messner seperti dikutip Dr. Theo Huijbers mendefinisikan hukum alam dalam arti sempit sebagai aturan hak-hak (kompetensi) khas baik pribadi maupun masyarakat yang berakar dalam kodrat manusia yang bertanggung jawab sendiri. Hukum alam memberikan prinsip fundamental seperti: hak atas kebebasan bathin, atas kebebasan agama, atas kebebasan dalam hidup pribadi (privacy), hak atas nama baik, hak untuk mengadakan pernikahan, hak untuk membentuk keluarga, dsb. Tapi hukum alam pada manusia tidak muncul secara lengkap, sehingga perolehan hukum alam (hukum adat, UU) dalam diri manusia tergantung dari kesadaran manusia sendiri. Kesadaran orang dapat berkembang dan makin sempurna. Faktor-faktor penghambat ialah egoisme dan kedosaan manusia.
   Menurut filsuf Geni, para filsuf Stoa, St. Augustinus dan Thomas Aquinas telah merumuskan 2 norma primer hukum alam yakni: unicuique suum tribuere (berikanlah kepada setiap orang apa yang menjadi haknya) dan neminem laedere (jangan merugikan seseorang). Sedangkan prinsip hukum alam sekunder ialah semua hak fundamental manusia.