Mohon tunggu...
Arung Wardhana Ellhafifie
Arung Wardhana Ellhafifie Mohon Tunggu... Sutradara film -

Buku Terbarunya Tubuh-Tubuh Tompang Tresna (dan 7 lakon lainnya); (bitread, 2017), Gidher (Ladang Pustaka, 2017), Gambir (bitread, 2017), kumpulan puisi tunggal ; Mancok (Pustaka Ranggon, 2018), Mampus (Pustaka Ranggon, 2018).

Selanjutnya

Tutup

Drama

Marjinal

7 Februari 2016   19:31 Diperbarui: 7 Februari 2016   20:12 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

MAT HALIM PUN MEMAKSA SEORANG ABAH AGAR MENENGGAKNYA. MUSIK SEMAKIN MENGERAS, MEREKA SEMAKIN BERJINGKRAK-JINGKRAK MENGIKUTI DENTUMAN MUSIK, HUJAN PELAN-PELAN REDA, MEREKA SEMAKIN MENENGGAK MINUMAN HINGGA TAK LAMA KEMUDIAN SATU PERSATU SEKARAT DAN KELUAR BUSA DARI MULUTNYA, SEIRING ITU MUSIK DIGITAL OFF. CAHAYA SEKETIKA MENGARAH PADA MAT HALIM TERBANGUN  PELAN-PELAN SEMBARI TERSENYUM.

 

MAT HALIM            : Kalau Tuan Besar menganggap bahwa sandiwara ini dari kemarjinalan sebagai alat popularitasmu, itu adalah kebodohan. (JEDA) Kau boleh mencatat bahwa bangsaku menjadi marjinal, kau boleh mencatat kalau bangsa di kota ini bodoh dan mudah dikelabui, tapi aku akan selalu melawan orang-orang sepertimu, masih ada orang bernurani yang tak bisa dibeli dengan apapun, (JEDA) teori yang sering kau katakan menjadi sia-sia. Pikiran kaum kafir meracuni otakmu,  aku sudah merdeka, Tuan!

Dia sudah memberiku kemerdekaan melalui kemarjinalan yang dicatatnya, Tuan Besar. Sekali lagi kuingatkan tak selamanya kaum intelektual seperti mereka dan aku bisa kau beli dengan uangmu, kami tetaplah menjadi bangsa yang cerdas sesungguhnya, Tuan. (JEDA) Aku dan mereka setia mendengar rancangan skenariomu, duduk di ruang rapat besar seperti para budak kafir, menyusun langkah-langkahmu, menjadi orang marjnal, mengundang media sebagai cara politik kekuasaanmu, memainkan sandiwara dari awal hingga akhir pertunjukan, yang mungkin banyak membuat orang tak mengerti, ada apa gerangan? Siapa aku, siapa mereka? Siapa kau sesungguhnya?

(JEDA) Tapi kau tak pernah tahu, apa yang kurasakan ketika kau memintaku sebagai mucikari sialan, aku seperti mencabik-cabik agamaku sendiri, Tuan.  Meskipun ini sandiwara yang kau rancang, seolah-olah kau adalah pahlawan semua ini, dan kami semua adalah pelaku kejahatan. Diam-diam aku berencana lain, Tuan.  Ternyata kau lebih bodoh dari pada mereka, Tuan. Ada yang kau titipkan buat Bangkalan masa depan? (TERSENYUM KECIL)

 

TUAN BESAR DAN PENGHUNI RUMAH BEDENG LAINNYA MATI SATU PERSATU. LAMPU MATI, PERTUNJUKAN SELESAI.

 

 

 

 

Bangkalan, Januari 2016

 

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun