Mohon tunggu...
Taufik AAS P
Taufik AAS P Mohon Tunggu... Penulis - jurnalis dan pernah menulis

menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Puisi dari Balik Awan Mambulilling

29 Maret 2018   13:46 Diperbarui: 30 Maret 2018   17:29 3887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukannya dikembalikan, gadis itu terus menjauh dari Prio dan berusaha untuk membacanya. Dengan setengah memaksa Prio terus mendesak akan merebut dari tangan Ariani namun tak dapat. Gadis itu bahkan berlari. Prio mengejar.

Kedua remaja pencinta alam ini kejar-kejaran di atas puncak Mambulilling. Awan semakin menipis, matahari telah sepenggalan tingginya. Suhu udara mulai menghangat.

//

"Andai saja aku tidak kesandung ranting patah dan jatuh, abang tidak akan dapat mengejarku."

"Ya, tapi aku menolongmu kan. Lututmu merah-merah terantuk ke tanah. Kamu sakit kan."

"Tidak, abang oleskan obat merah dengan lembut, penuh perasaan."

"Abang buat puisi untukku. Sayang aku tidak pernah baca puisi itu."

//

Teman-teman Prio kerumuni Ariani, gadis pemandu mereka itu jatuh kesandung ranting. Mereka membopong gadis berambut cepak itu masuk tenda. Sementara Prio kasak kusuk mencari kertas yang berisi puisi. Namun tidak diketemukannya. Ia berlari-lari masuk tenda dimana Ariani dibaringkan.

"Ariani?"

"Apa bang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun