Mohon tunggu...
Taufik AAS P
Taufik AAS P Mohon Tunggu... Penulis - jurnalis dan pernah menulis

menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Parakang

2 Januari 2018   23:58 Diperbarui: 3 Januari 2018   23:00 1848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kades Jumadi pertegas lalu menatap kami satu-satu dengan mimik yang menyeramkan. Ia lalu mengisap kreteknya dalam-dalam, kemudian asapnya dikepulkan ke udara. Kami bertiga memandangi pria paruh baya ini penuh selidik dan tanya.

Kades Jumadi perbaiki posisi duduknya lalu mulai jelaskan. Ia katakan kalau Parakang itu adalah manusia biasa yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Penampilannya biasa-biasa saja, tidak menyeramkan, bahkan cewek-ceweknya cantik dan rambutnya indah.

"Kalau kalian masuk rumah penduduk, dalam rumah itu ada lubang di dinding tapi bukan jendela, tidak pakai penutup dan bisa orang lewat. Ah, itulah rumah Parakang. Perhatikan baik-baik itu Bonte."

Karena menyebut namaku, aku lalu bertanya.

"Parakang itu, bisa sakiti kita manusia biasa Pak Desa."

"Iya, bisa bunuh kita dengan memakan bagian dalam tubuh. Caranya, Parakang itu isap dubur, kemudian ikut jantung, hati dan lain-lainnya. "

"Ngerih."

"Ngerih."

"Ngerih."

Hampir bersamaan kami bertiga tanpa sadar katakan rasa takut. Kades Jumadi tersenyum lalu mengangkat tangannya menunjuk ke arah sudut rumah.

"Jangan takut, itu di sana ada penawarnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun