Buku Manusia Stoik membongkar dan membandingkan dua cara pandang populer dalam memahami kehidupan: Hukum Tarik-Menarik (Law of Attraction/LOA) dan filosofi Stoikisme. Dewi Indra P. menyajikan kritik yang tajam namun jernih tentang bagaimana kita sering terjebak dalam keyakinan bahwa hanya dengan "memikirkan" sesuatu, kita bisa menariknya ke dalam hidup kita.
Hukum tarik-menarik (LOA) adalah keyakinan bahwa Semesta menciptakan apa pun yang menjadi fokus pikiran Anda.
LOA, yang dipopulerkan oleh buku seperti The Secret, menyatakan bahwa alam semesta menciptakan apa pun yang kita fokuskan dalam pikiran. Jika kita terus-menerus memikirkan kekayaan, cinta, atau kesuksesan, maka menurut hukum ini, semesta akan "mengirimkan" hal itu pada kita. Ibaratnya, kita hanya perlu "memesan" sesuatu pada semesta dan menunggu kedatangannya, tanpa perlu usaha nyata.
Pendukung LOA percaya bahwa pikiran memiliki kekuatan magnetik dan bisa memancarkan energi ke semesta untuk menarik hal-hal yang serupa. Mereka bahkan menyebutkan bahwa tak perlu tindakan sama sekali. Hanya niat dan keyakinan yang dibutuhkan. Tapi penulis dengan tegas mengatakan: Ini tidak benar.
Dari sudut pandang ilmiah, semua bukti menunjukkan bahwa LOA tidak berdasar. Penelitian justru menunjukkan bahwa fantasi positif yang terlalu berlebihan bisa membuat seseorang jadi kurang berusaha dan malah gagal meraih apa yang diimpikannya. Ketika kita terlalu fokus pada hasil tanpa mempertimbangkan risiko dan tantangan, kita cenderung meremehkan realitas. Ini bukan hanya tidak efektif, tapi juga berbahaya.
Tuliskan apa yang Anda inginkan semakin spesifik semakin baik lalu tunggu sampai hal itu terjadi. Itu benar, seperti yang akan Anda dengar dari satu guru LOA, tidak ada tindakan yang diperlukan!
Lalu, bagaimana Stoikisme melihat hal ini?
Kaum Stoa, termasuk tokoh-tokoh seperti Marcus Aurelius, Epictetus, dan Seneca, memang menekankan pentingnya pikiran. Namun mereka tidak memandang pikiran sebagai alat ajaib untuk memanifestasikan sesuatu dari alam semesta. Bagi mereka, pikiran adalah alat untuk mempersepsikan realitas dengan benar, bukan untuk menciptakan realitas secara mistis.
Marcus Aurelius berkata, "Hal-hal yang Anda pikirkan menentukan kualitas pikiran Anda. Jiwamu mengambil warna dari pikiranmu." Tapi ini bukan berarti semesta akan mengabulkan keinginanmu karena kamu berpikir positif. Ini berarti cara kamu melihat dunia menentukan bagaimana kamu menjalani hidupmu. Jika kamu melihat dunia sebagai tempat yang buruk, kamu akan merasa sengsara, bahkan jika hidupmu objektifnya baik. Sebaliknya, jika kamu belajar menemukan makna dan syukur dalam situasi sulit, kamu bisa tetap merasa utuh dan kuat.
Tidak ada ilmu pengetahuan yang mengatakan bahwa pikiran Anda dapat menjadi kenyataan menjadi berperilaku seperti yang Anda inginkan.
Kaum Stoa menekankan konsep yang disebut premeditatio malorum, atau prameditasi terhadap hal-hal buruk. Mereka percaya bahwa kita harus membayangkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi, bukan untuk menjadi pesimis, tapi agar kita siap. Seneca berkata, "Latih mereka dalam pikiranmu, pengasingan, penyiksaan, perang, kapal karam." Dengan melatih pikiran terhadap kesulitan, kita memperkuat mental dan mempersiapkan diri menghadapi kenyataan yang tidak sempurna.
Berbeda jauh dengan pendekatan LOA yang cenderung menghindari pikiran negatif demi "energi positif", Stoikisme justru mengajarkan kita untuk menghadapi kenyataan, bukan menghindarinya. Ini memberikan kekuatan sejati, bukan ilusi kontrol.
Bagian menarik lainnya dalam buku ini adalah kisah tentang Demosthenes, seorang anak lemah dan gagap yang kemudian menjadi orator hebat di Athena. Ia tidak memikirkan dirinya sebagai pembicara ulung lalu menunggu semesta mewujudkannya. Ia bertindak. Ia mengisi mulutnya dengan kerikil dan melatih suara, bahkan mencukur separuh kepalanya agar malu keluar rumah dan fokus belajar. Dia membuktikan satu hal penting: impian bukan hasil dari visualisasi semata, tapi dari kerja keras dan ketekunan.
Kaum Stoa sangat menekankan tindakan. "Aksi, aksi, aksi," begitu kata Demosthenes saat ditanya rahasia berpidato. Ini bertentangan total dengan ajaran LOA yang mengatakan bahwa tindakan bukanlah bagian dari proses penciptaan.