Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Jelang Pemilu Hoaks Makin Tinggi, Kita Mau Buat Apa?

29 Maret 2019   07:00 Diperbarui: 29 Maret 2019   11:02 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menkominfo Rudiantara dalam acara Smart Citizen Day 2019 (Dokumentasi pribadi)

Pemilu semakin dekat. Kita berharap, Pemilu menjadi ajang pesta demokrasi sebagaimana digaungkan para elit negeri ini. Namun ternyata, pesta itu lebih berkesan sebagai berantem karena jumlah hoaks terus meningkat.

"Mana ada orang ke pesta ngajak berantem. Mungkin pakaiannya bisa kaos, tapi yang namanya pesta kita fun, bukan berantem," kata Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika, saat menjadi pembicara utama di Smart Citizen Day (SCD) di Jakarta, 28 Maret 2019.

Berdasarkan data, ia melanjutkan, pada Agustus 2018 jumlah berita bohong yang tersebar di dunia maya "baru" berjumlah 25 buah. Jumlah ini terus meningkat, 27 hoaks di September, 53 di Oktober, 63 di November, dan 75 di Desember. 

Memasuki tahun 2019, jumlah hoaks melonjak menjadi 175 di Januari 2019 dan 353 buah di bulan berikutnya. "Paling banyak konten hoaks ini terkait politik," ungkap Rudiantara.  

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Menghadapi fenomena ini, pihaknya tidak tinggal diam. Menurut Rudiantara pihaknya telah mengambil langkah-langkah untuk meredam hoaks ini demi terselenggarakan pemilu damai. 

Pertama pendekatan hulu, berupa literasi digital dan sosialisasi. Terkait hal ini, ia mengajak perwakilan 34 provinsi yang melakukan deklarasi smart citizen untuk bersama-sama menyosialisasikan literasi digital seluas-luasnya.

Langkah kedua adalah menyampaikan informasi ke publik berita mana saja yang masuk kategori hoaks. Untuk itu, kini ada situs stophoaks yang menunjukkan berita mana saja yang menyesatkan. Tiap hari terus diupdate. "Saya juga minta kontak perwakilan yang deklarasi tadi, supaya bisa saya blast," tutur Rudiantara.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Terakhir adalah pendekatan penegakkan hukum. Kominfo bisa meminta platform media sosial untuk turut mengontrol peredaran hoaks. Lalu jika ada hoaks yang dinilai memiliki potensi dampak yang besar, maka temuan ini ditindaklanjuti bersama polisi. "Kami dukung polisi dengan memberikan profiling. Semua jejak digital kalian terekam semua," ungkap Rudiantara.  

Di tengah digitalisasi seperti zaman sekarang, hoaks adalah salah satu ancaman terbesar. Satu berita menyesatkan bisa membuat politik kita tidak stabil. Bahkan, hoaks pun bisa merugikan dari sisi ekonomi. 

Pada kesempatan yang sama, Kapusdatin dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan bagaimana dahsyatnya dampak hoaks bagi perekonomian.

Kapusdatin dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho (Dokumentasi pribadi)
Kapusdatin dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho (Dokumentasi pribadi)

Belum lama ini, kata Sutopo, Gunung Agung di Bali dinaikkan statusnya menjadi awas. Artinya belum meletus. Tapi, di media sosial tersebar berita kalau Gunung Agung meletus dengan dampak yang mengerikan. Akibatnya, ada banyak sekali turis yang tidak mau datang ke Bali.

Setelah diselidiki, ternyata beritanya hoaks. Gambar yang disebar bukan Gunung Agung tetapi penggabungan fenomena dari meletusnya Gunung Sinabung dan Gunung Soputan. Ditelusuri lebih jauh, hoaks ini disebar dari luar negeri. Ini jelas ada motif ekonomi, apalagi gara-gara hoaks ini, wisata Bali mengalami kerugian mencapai Rp. 11 triliun. Atau jauh lebih besar dari kerugian yang diakibatkan dari peristiwa Bom Bali.

Hoaks tidak bisa dibiarkan. Namun tidak bisa juga diperangi sendiri oleh satu atau dua lembaga saja. Menurut Founder dan CEO Qlue Rama Raditya literasi digital harus melibatkan semua pihak. 

Qlue tidak bisa berjalan jika tidak ada peran serta masyarakat, pemda setempat beserta perangkatnya sampai ke tingkat RT, dari pihak swasta sampai pada regulasi yang mendukung.

Founder dan CEO Qlue Rama Raditya (Dokumentasi pribadi)
Founder dan CEO Qlue Rama Raditya (Dokumentasi pribadi)

Begitu pula dengan literasi digital dalam memerangi hoaks, kita harus gotong royong. Inilah nilai yang ingin diangkat di dalam acara Smart Citizen Day yang baru kali pertama diadakan ini. Salah satu tujuan diadakannya SCD ini adalah mendapatkan agen baru sebanyak 34 pemuda yang mewakili tiap provinsi di Indonesia. 

Mereka didorong untuk menggerakkan komunitas di daerahnya masing-masing dengan memanfaatkan teknologi informasi dan terlibat dalam pembangunan daerahnya menuju smart city, guna mewujudkan Indonesia sebagai smart nation.

Kita optimis Indonesia bisa sampai sebagai smart nation yang jauh dari isu-isu hoaks. Kuncinya adalah setiap pihak dengan perannya masing-masing mau gotong royong dan berkolaborasi melalui karya, kontribusi, dan gerakan sosial.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun