Mohon tunggu...
A. Yousuf Kurniawan
A. Yousuf Kurniawan Mohon Tunggu... PNS Dosen -

Masih mencari ilmu dan pengalaman... https://yousufkurniawan.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ilusi Pertumbuhan Ekonomi dan Janji yang Telah Terucap

16 Februari 2016   20:18 Diperbarui: 16 Februari 2016   21:01 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pembangunan kereta api cepat (KAC) Jakarta-Bandung memunculkan pro-kontra di tengah masyarakat. Berbagai alasan disajikan oleh pihak pro. Mulai dari alasan nasionalisme a.k.a kebanggaan bahwa  adanya kereta api cepat merupakan salah satu ciri negara maju, sampai pada alasan ekonomi.

Pihak yang kontra pun berargumen mulai dari alasan nasionalisme (kerjasama dengan China), kebijakan yang seolah dipaksakan, pembangunan yang terkonsentrasi di Jawa, dan juga alasan ekonomi (apakah menguntungkan).

Alasan yang krusial akhirnya disampaikan oleh Bappenas. Alasan ini menjawab mengapa pengadaan KAC terkesan dipercepat dan menerabas rambu-rambu yang ada. Alasannya adalah demi mengejar target pertumbuhan ekonomi.

Janji pertumbuhan ekonomi 5-6 persen per tahun telah diucapkan Jokowi saat kampanye presiden lalu. Di tengah melemahnya ekonomi dunia dan turunnya harga minyak, akan sulit mengejar target tersebut. Namun hendak dikata. Janji-janji yang muluk telah terucap dan rakyat pun yang dulunya menaruh harapan yang tinggi, sekarang menagihnya.

Akan sulit mengejar pertumbuhan ekonomi setinggi itu bila membangun infrastruktur di luar Jawa. Dampaknya akan kecil. Jika dibandingkan dengan Jawa yang sudah memiliki infrastruktur yang jauh lebih baik, pembangunan infrastruktur akan berdampak lebih besar baik secara ekonomi maupun sosial. Jumlah orang yang merasakan dampaknya juga lebih besar karena 60 persen penduduk ada di Jawa.

Jika pemerintah masih terobsesi bahwa indikator keberhasilan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi, bukan pemerataan ekonomi, maka sudah saatnya bagi kita dari luar Jawa untuk mengheningkan cipta.

Apakah mengheningkan cipta sudah cukup? Tentu tidak. Sudah saatnya itu bergerak manndiri. Membangun dengan tangan dan kaki sendiri. Contohlah Fadel Muhammad membangun Gorontalo, Nurdin Abdullah yang membangun Bantaeng, Amran Nur yang membagun Sawahlunto, Muda Mahendrawan dari Kubu Raya, dan sederet tokoh lainnya.

Gunakan segala sumberdaya yang ada untuk membangun daerah masing-masing. Jangan semuanya dikirim ke Jawa. Biarlah Jawa membangun dengan sumber dayanya sendiri.

Namun, berhati-hatilah dengan ilusi pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana dikemukakan oleh Richard Douthwaite dalam bukunya The Growth Illusion (1992), banyak negara-negara berkembang yang mengeksploitasi sumberdaya alamnya secara berlebihan demi mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Negara terkonsentrasi pada sektor yang memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang umumnya adalah sektor pertanian dan pertambangan. Konversi hutan menjadi lahan pertanian dan penggunaan bahan kimia yang berlebihan demi memacu peningkatan hasil pada akhirnya hanya akan merusak tanah dan lingkungan. Akibatnya terjadi kegagalan panen, kelaparan dan malnutrisi. Kasus yang sama juga terjadi di sektor pertambangan. Kerusakan alam akibat pertambangan akhirnya menimbulkan kerugian ekonomi yang lebih banyak. Kerugian-kerugian ekonomi tersebut akhirnya kembali meng-offset pertumbuhan ekonomi.

Jika hal ini dihubungkan dengan mengejar pertumbuhan ekonomi di Jawa, maka bersiap-siaplah menerima dampaknya. Salah satunya adalah migrasi penduduk ke Jawa demi mengejar penghidupan yang lebih baik.Akibatnya akan terjadi over-populasi beserta dengan permasalahan ekonomi dan sosial yang menyertainya. Akankan permasalahan sosial ekonomi tersebut akan meng-offset pertumbuhan ekonomi? Mampukah P. Jawa mengatasinya, ataukah akan "tenggelam"? Marilah mengheningkan cipta....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun