Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

DP 0 Rupiah vs Rusunawa Bebas Sewa

20 Februari 2017   22:59 Diperbarui: 21 Februari 2017   11:56 2470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rusunawa Pulogebang. (Kompas.com)

Meski dihajar dengan berbagai opini miring, program rumah dengan down payment (DP) nol Rupiah yang diusung pasangan calon (paslon) Anies Rasyid Baswedan – Sandiaga Salahudin Uno, tetap menjadi daya tarik bagi pemilih Jakarta. Kubu paslon Basuki Tjahaja Purnama – Djarot Saiful Hidayat pun bergerak cepat. Pasangan petahana ini meluncurkan program serupa tapi tak sama yakni Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) bebas sewa!

Dikutip dari detik.com, Ahok mengatakan, nantinya setiap penghuni Rusunawa hanya dikenakan kewajiban membayar sebesar Rp 5 ribu- Rp 15 ribu/ hari. Uang tersebut bukan untuk sewa rusun tetapi sebagai biaya pemeliharaan. 

Tidak ada janji kampanye (politik) yang buruk karena tujuannya untuk meraih dukungan warga pemilih. Mana mungkin seseorang yang berharap mendapat dukungan justru menjanjikan kesengsaraan bagi pemilihnya? Bila perlu janjikan kavling surga, janjikan hidup nikmat tanpa perlu memikirkan pangan, sandang, dan papan. Semua akan ditanggung manakala si pemberi janji menang. Sah-sah saja. Tinggal bagaimana masyarakat yang menilai seberapa realistisnya janji itu.   

Tetapi terhadap janji yang sudah diingkari pun kita masih permisif. Selama puluhan tahun kita berdemokrasi, sudah ribuan janji politik kita telan. Apa yang kita dapati hari ini? Banjir masih terjadi di mana-mana, daya beli masyarakat masih rendah, pengangguran masih menumpuk, posisi Indonesia juga belum beranjak dari predikat sebagai negara berkembang warisan Pak Harto. Dan besok ketika hajat politik kembali digelar dengan seribu gelegar janji, kita pun dengan tekun menyimak, percaya untuk kemudian memilihnya.

Apakah kita termasuk barisan bangsa bodoh, pemilih bodoh? Ketika kita mengiyakan, mungkin besok rumah kita sudah rata dengan caci-maki, hujatan tanpa berkesudahan. Atas dasar ketakutan bakal di- bully, penulis memilih mengatakan kita adalah bangsa yang pintar; pintar menyimpan perih, pintar memanipulasi penderitaan, pintar menyembunyikan borok orang lain dan pintar pula menelan janji-janji kosong.

Lalu mana yang lebih mengena di hati masyarakat Jakarta, apakah beli rumah dengan DP 0 Rupiah atau menempati Rusunawa gratis? Jangan tanyakan lebih nikmat mana, lebih menguntungkan yang mana. Sebab jika itu pertanyaannya, tentu dari 1000 orang yang ditanya dipastikan 997 di antaranya memilih memiliki rumah sendiri dengan DP 0 Rupiah. Tiga orang yang menjawab sebaliknya adalah pertama, bukan warga Jakarta, kedua, mereka yang suka plesiran sehingga ketika ke Jakarta lebih menguntungkan tinggal di Rusunawa daripada bayar hotel, dan ketiga, pendukung fanatik yang sudah sampai pada taraf pejah gesang nderek Ahok.

Memiliki rumah sendiri jauh lebih terhormat, bergengsi dan tentu saja bisa diwariskan. Sementara menempati Rusunawa, sekalipun gratis, tetap saja bukan hak milik sehingga tentunya tidak dapat diwariskan. Lagi pula tidak ada jaminan sampai kapan “gratisan” itu bisa dinikmati. Jangan-jangan setelah Ahok tidak lagi menjadi Gubernur DKI, penghuni Rusunawa diharuskan membayar dengan nilai sewa yang mencekik.

Pertanyaannya adalah, seberapa mungkin kedua program “rumah murah” itu dapat direalisasikan dan terjangkau oleh masyarakat Jakarta? Program rumah DP 0 Rupiah sangat mungkin bisa direalisasikan. Gubernur memiliki hak diskresi untuk mengambil kebijakan di luar peraturan yang ada sepanjang untuk kepentingan masyarakat luas dan bersifat darurat. Tetapi tanpa diskresi pun, artinya tetap mengikuti peraturan perundang-undangan yang ada, program rumah DP 0 Rupiah tetap bisa dilaksanakan dengan catatan calon pembeli rumah telah memiliki saldo tabungan dengan jumlah tertentu di Bank DKI sebagaimana dijelaskan Anies Baswedan dalam debat.  

Apakah saldo tabungan yang akan digunakan sebagai DP? Nanti dulu. Banyak perbankkan yang memberikan kredit berdasarkan jumlah saldo tabungan.  Jika kita memiliki saldo tabungan Rp 25 juta di Bank Mandiri, maka kita bisa meminjam sampai dengan 5 kali lipat dari jumlah saldo  zonder agunan. Nah, tanpa menggunakan diskresi, tanpa perlu APBD, bukankah Bank DKI bisa memberikan pinjaman kepada nasabah yang memiliki saldo tabungan yang kemudian digunakan sebagai DP namun pembayarannya diikutkan dalam cicilan rumah. Tentu besaran tabungan akan berpengaruh terhadap besaran pinjaman sehingga berpengaruh juga terhadap nilai rumah yang akan dibeli. Tidak mungkin dengan saldo Rp 20 juta lantas ingin membeli rumah sederhana seharga Rp 2 miliar.

Berarti bohong dong DP 0 Rupiah karena faktanya warga tetap membayar DP melalui pinjaman di bank? Salah satu kendala terbesar bagi kita untuk memiliki rumah (dan juga barang-barang berharga lainnya) melalui skema kredit adalah uang muka. Anies - Sandiaga memberikan solusi bagaimana membeli rumah tanpa perlu memikirkan DP, bukan tanpa berhutang. Metode ini sudah lama dilakukan oleh para pengembang. Lihatlah iklan di TV. Bukan sesuatu yang baru dan bukan pula tidak bisa direalisasikan. Program DP 0 Rupiah bukan pembohongan publik demi jabatan, bukan pula tipu-tipu bahasa.

Problemnya di sini adalah, tingginya biaya cicilan karena ditambah dengan kewajiban mengembalikan DP yang sebelumnya ditalangi oleh bank. Berapa banyak warga Jakarta yang memiliki penghasilan konstan dalam jangka waktu lama? Kemudian, di mana rumahnya? Bagaimana jika ternyata rumahnya jauh dari tempat kerjanya? Misalnya dia bekerja sebagai cleaning service di kompleks perkantoran Sudirman. Ternyata rumah yang bisa dibeli dengan DP 0 Rupiah adanya di Kepulauan Seribu atau Cibubur.        

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun