Mohon tunggu...
Yaumil Fathiya
Yaumil Fathiya Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Love Story: Gelora yang Mematikan

10 Mei 2019   18:56 Diperbarui: 13 Mei 2019   13:57 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesampainya ditempat kost, biasanya Rimba mengantar aku masuk kekamar. Tapi hari itu ia hanya mengantar sampai depan rumah. Bahkan ia tidak turun dari motornya. Aku juga tidak komplain kusampaikan pesan hati-hati padanya selama perjalanan pulang. Hingga tengah malam, ponselku masih sepi akan pesan darinya. Baru sekitar jam 11 malam ia memberi kabar.

Aku dan dia jadi sempat ribut, ia beralasan low battery selama bersama teman-temanya. Beruntung kekesalanku terpendam sesaat aku menginggat bahwa aku sedang hamil. Aku khawatir kalau-kalau ia akan meninggalkanku karena kesal oleh sifat curigaku. Akupun meminta maaf dan kami akhirnya berbaikan. 

------------

Keesokan harinya, sepulang kuliah Rimba mengajakku untuk langsung ketempat kost. Sesampainya disana, ia memintaku untuk meminum obat pengugur kandungan. Cara meminumnya agak sulit dan ekstrim, aku diminta untuk menelan satupil, dan memasukan satu pil lagi kedalam bagian intimku.

Setelah minum obat, Ia bilang bahwa efeknya hanya seperti ketika menstruasi saja, hanya mungkin darah yang keluar lebih banyak. Akupun mengiyakan dan saat itu kami bahkan masih bisa makan dengan tenang, hingga sore harinya Rimba harus pulang karena beralasan ibunya tengah sendirian dirumah. 

------------

Aliran darah mengalir dari kewanitaanku. Dengan keadaan itu aku masih berusaha mencari pembalut dan memakainya dikamar mandi. Aku melihat gumpalan-gumpalan darah keluar dari dalam, sambil menahan sakit aku menangis. Aku mencoba menelfon Rimba namun ia tak menjawabnya. 3-4 jam menahan sakit, perihnya belum luruh juga, mataku sudah tak kuat menahan kantuk namun tak bisa aku pejamkan. Hingga sekitar pukul 4 pagi aku tak sadarkan diri. 

Odyssey.com
Odyssey.com
Keesokan harinya, kudapati perutku terasa keram. Pinggangku kaku dan keadaan kamarku sudah tak karuan. Bercak darah kudapati mengotori tempat tidur. Aku sebenarya sedih kehilangan janin ini, tapi mau bagaimana lagi, aku dan Rimba memang belum pantas mengemban tugas sebagai orang tua. Aku mengumpulkan semua tenaga untuk membereskan kamar, tak lama Rimba datang membantu. 

Ia memberikan perhatian dengan membuatkanku teh hangat dan roti. Aku belum bisa makan namun kuusahakan masih mampu menenggak minuman. Dosaku pasti sudah tak bisa ternilai, apa saja rasanya ingin kulakukan untuk menembusnya. Meski aku belum melihat bagaimana wujudnya tentu sesungguhnya aku sangat menyesalinya. 

----------

Syukurnya pendarahanku tak lama terjadi, 2 hari berselang darah perlahan menghilang. Aku kembali beraktivitas seperti biasa, hanya saja perut dan pinggangku sering merasa kaku dan keram. Bahkan sejak kejadian itu aku tak bisa banyak berjalan. 2 minggu berlalu keadaanku yang semula sudah baikan, mulai sedikit ada gangguan. Kepalaku sering pusing dan nafsu makanku hilang. Hingga suatu saat ketika aku berjalan bersama seorang teman perutku rasanya tak karuan, sinyal dikepalaku langsung mengajakku untuk membuang isi makanan dalam kerongkongan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun