Mohon tunggu...
Siti Royani
Siti Royani Mohon Tunggu... Freelancer - IRT yang doyan nulis dan membaca. Senang membagikan resep-resep makanan dan kisah-kisah fiksi

Blogger & Copy Writer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Delapan Tahun Berlalu

20 September 2019   11:02 Diperbarui: 23 September 2019   13:49 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                    Sumber gambar : Pinterest                     

Para pendukung Yus tidak habis mengerti. Mengapa jago yang mereka elu-elukan bisa kalah. Bila dilihat dari banyaknya orang-orang yang saban malam mengunjungi rumah lelaki itu, tidak ada yang bakal percaya. Jika kejadian ini nyata.

Tapi memang begitulah adanya. Siapa yang menduga bila orang-orang yang tempo hari kerap datang menyambangi Yus adalah kedok semata. Buat menutupi kebusukan. Mereka hanya mau mengeruk uang laki-laki itu. Tapi hati mereka sesungguhnya tidak ingin memilih dirinya. Begitu mendapatkan uang, suara diberikan kepada pihak lawan.

Akhirnya Yus kalah telak. Hampir separuh dari keseluruhan total jumlah suara, Yus hanya mendapat 25% saja. Itu juga berasal dari kerabatnya yang benar-benar merasa dekat dan merasa pernah ditolong dahulu. Selebihnya tidak sama sekali. Mereka berpaling ke pihak lawan Yus. Wi namanya. Pria berusia sekitar 45 tahun lulusan sarjana tersebut berhasil mengalahkan dirinya, yang hanya lulusan SMP.

**

Yus tersenyum lebar sembari menjabat tangan adik sepupunya Lastri. Pertikaian mereka delapan  tahun yang lalu telah usai. Kini keduanya tampak saling berpelukan akrab, layaknya dua orang manusia yang memang masih terikat kekerabatan. Ketegangan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun tersebut kini sudah mencair. Setelah Lastri datang ke rumah Yus, menyatakan dukungannya pada pencalonan lurah di kampung mereka pada periode mendatang.

''Kang Yus masih saudaraku. Jadi tak usah merasa risih bila ingin meminta bantuan. Juga tak perlu merasa takut. Orang-orangku sudah kuberikan padamu. Jadi tidak bakal mereka ambyuk (bergabung) pada Wi. Wi itu siapa? Anak kemarin sore kok mau jadi petinggi. Memilih ya, pada orang yang pernah terpilih dulu. Sudah banyak pengalaman memimpin desa.'' Lastri terus berusaha meyakinkan hati Yus yang mulai diserang keraguan. Lawannya diketahui punya basis pendukung yang kuat dari para pemuda di desanya.

''Aku percaya padamu,'' balas Yus sembari mengeluarkan uang dari kotak kecil berwarna cokelat tua berukir naga, berisi uang hampir 1 milyar.

''Ini uang perkenalan buat mereka. Kau bagilah secara adil. Jangan sampai ada rumah yang tidak kebagian. Aku percaya padamu. Jadi aku tak akan meminta anak sulungku untuk mengawalmu dalam pembagian ini. Pesanku berhati-hatilah saat membagi nanti.''

Begitu uang tersebut diterima, jantung wanita itu seperti hendak copot. Setelah kekalahannya pada pemilihan kepala desa tempo dulu, nyaris Lastri tidak bisa memegang uang dalam jumlah banyak lagi. Sebab begitu mendapatkan laba dari usaha pertanian dan penggilingan tebunya, para penagih utang langsung datang ke rumahnya. Untuk menagih uang yang dulu pernah dipinjam wanita itu buat modal nyalon lurah.  Jadi meskipun Lastri memperoleh keuntungan banyak, uang-uang itu hanya numpang lewat saja. Karena selebihnya orang-orang itulah yang berhak menerima, bukan Lastri.

''Kang, bila sudah tak ada yang kita bicarakan lagi, izinkan aku pamit dulu. Segera setelah ini, orang-orang pasti akan mengunjungimu mulai nanti malam, lebih dari biasanya.''

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun