Mohon tunggu...
Rezky Suryana
Rezky Suryana Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Seorang PNS biasa yang selalu mau belajar dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Pelajaran Hukum dari Kasus Susno Duadji

24 April 2013   17:56 Diperbarui: 4 April 2017   17:45 2996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13668099201033010723

[caption id="attachment_256962" align="aligncenter" width="620" caption="Susno Duadji (Kompas.com)"][/caption] Susno Duaji, kembali membuktikan lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Sejak masih aktif sebagai anggota Polri dan menjabat sebagai Kabareskrim Polri, Susno Duaji sudah  memunculkan kontroversi 'cicak vs buaya' yang menyiratkan bahwa intstitusi Polri adalah lembaga yang 'untouchable' di negara ini. Sebetulnya kasus cicak vs buaya bukanlah isu baru, namun hanyalah penegasan secara gamblang dari fenomena yang selama ini sudah terjadi namun tak kasat mata. Sejak jaman Orde Baru, institusi penegak hukum adalah institusi yang tak tersentuh oleh hukum itu sendiri. Nyaris tak pernah kita dengar ada aparat penegak hukum yang dipenjara karena tindakan pidana. Selalu ada alibi untuk melindingi aparatnya dari jeratan hukum, terlebih lagi jika kasus tersebut melibatkan petinggi di institusi tersebut. Sejak reformasi bergulir, harapan ada kesetaraan hukum untuk semua rakyat tak mulus terwujud. Faktanya, hukum selalu berpihak pada orang yang mempunyai kekuasaan atau orang yang mempunyai uang. Proses sulitnya eksekusi Susno Duaji saat ini adalah bukti lemahnya hukum di Indonesia. Lemah dari sisi administrasi karena tidak profesionalnya aparat di lembaga penegak hukum dan lemah dari sisi penegakan hukum karena rendahnya integritas dan moral aparat penegak hukumnya. Kesalahan penulisan nomor putusan, tanggal, jenis perkara dan nama, jelas tak bisa dianggap enteng dari proses penegakan hukum. Sebuah produk kebijakan baik berupa ketetapan atau keputusan yang dikeluarkan oleh lembaga negara selalu mempunyai implikasi hukum. Dengan demikian ketidakcermatan lembaga MA dalam mengeluarkan surat penolakan kasasi Susno Duaji membuktikan tidak cermat dan tidak profesionalnya aparat di lembaga tersebut. Di sisi lain Susno Duadji sebagai terpidana, seorang mantan Polri yang juga penegak hukum tidak pernah memberikan contoh yang baik dalam proses peradilan. Vonis 3.5 tahun yang dia terima jelas membuktikan bahwa baik secara formal maupun material, dia dinyatakan bersalah secara hukum. Sebagai orang yang paham hukum dia seharusnya tahu betul  bahwa tidak mungkin sebuah kesalahan yang sudah terbukti oleh hukum bisa hilang begitu saja hanya karena kesalahan administrasi atau dengan kata lain kekeliruan dari aspek formal, tidak bisa begitu saja menghilangkan aspek substansial dari pelanggaran hukum. Yang lebih mencengangkan, Polri terkesan melindungi Susno Duaji dalam proses eksekusi ini. Sekali lagi, semnagat 'esprit d'corp' selalu ditonjolkan lembaga penegak hukum dalam kamar yang salah. Sikap Polri ini juga sekaligus memperlihatkan adanya 'kepentingan' tersembunyi. Bukankah Polri sendiri yang 'ngotot' memenjarakan Susno Duaji dalam kasus Dana Pengaman Pilkada Jabar dan  Kasus PT Arwana Lestari ? Perseteruan antara Susno Duadji dengan petinggi Polri sulit untuk ditutupi ketika Susno Duaji akan membongkar berbagai kasus yang diduga melibatkan institusi Polri. Namun kenapa kini Polri begitu melindungi ? Sikap Polri ini jelas semakin mencoreng 'nama buruk'nya yang sudah disandang selama ini. Pernyataan Kapolda Jabar yang mengatakan bahwa Jaksa eksekutor tidak sopan karena tidak melapor ke Polda, adalah wujud arogansi yang lain. Apakah setiap eksekusi yang dilakukan oleh Jaksa terhadap pelanggar hukum dari kaum lemah selalu harus melapor ke Polda ?  Sungguh pembodohan yang hanya bisa dilakukan oleh orang bodoh. Keterlibatan pihak Ormas sayap Partai dalam melindungi eksekusi Susno Duaji juga bukti lain dari lemahnya hukum di Indonesia. Lagi-lagi hukum tunduk pada kekuatan massa, tidak peduli itu salah atau benar. Secara historis, hukum adalah instrumen vital untuk melindungi tegaknya negara. Oleh karena itu, institusi yang pertama dibangun setelah negara terbentuk adalah "penjara'. Maksusnya adalah untuk memenjarakan orang-orang yang tidak taat pada kesepakatan bersama yang dibuat oleh negara. Di Indonesia, hukum tidak lagi menjadi instrumen penjaga legitimasi negara. Hukum kini bisa dibeli, hukum bisa diatur, hukum bisa diputar balikkan. Dan itu terjadi di negara yang selalu mengusung dogma " Indonesia adalah negara hukum'. Sekarang masihkah anda percaya bahwa Indonesia negara hukum ???

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun