Mohon tunggu...
Ade Wahyudi
Ade Wahyudi Mohon Tunggu... -

Kembara Cinta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Social Control; Peta Kendali Mahasiswa dalam Demokrasi Indonesia

6 Agustus 2014   18:19 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:16 2448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Sejarah mencatat seorang filosof Yunani Socrates, terekam dalam kajian bidang demokrasi Athena atau Ancient Greek –Yunani Kuno-. Tuduhan yang ditimpakan adalah perbuatan bidaah dan menghasut kaum muda dan menjadikannya martir pertama bagi kebebasan berbicara dan bertanya. Fragmen inilah yang kemudian oleh sebagian sejarawan Socrates disebut sebagai prototipe demokrasi awal mula.

Terlepas dari peristiwa kematiannya, upaya yang dilakukan Socrates dalam menyemai benih demokrasi sedikit banyak mengundang kebimbangan, pasalnya ia tidak melakukan pencatatan terhadap teori maupun gagasan yang ia terapkan bahkan muridnya –Plato- sendiri mengatakan bahwa apa yang dilakukan gurunya –Socrates- sebagai ambivalen. Plato sendiri banyak mengembangkan teori-teori Socrates, yang kemudian menjadikannya pemikir besar yang banyak memberikan kritik terhadap demokrasi klasik Athena.

Demokrasi seakan menjadi syarat bagi majunya suatu negara, hampir setiap negara modern menganut dan menerapkan sistem demokrasi, akan tetapi pelaksanaan demokrasi di masing-masing negara tersebut berbeda-beda. Gunawan Sumodiningrat menjelaskan hal ini karena dilatarbelakangi adanya perbedaan sejarah bangsa, falsafah hidup dan tujuan yang akan dicapai, begitupun dengan Indonesia tatanan demokrasinya berbeda dengan negara lain.

Indonesia pun menerapkan demokrasi yang disesuaikan dengan konsep-konsep dasar negara Indonesia, pasca kemerdekaan Republik Indonesia negara mempraktekkan sistem Demokrasi Parlemanter. Demokrasi Parlementer diadopsi dari model demokrasi barat yang kemudian tumbang ketika Presiden Soekarno menggantikannya dengan Demokrasi Terpimpin dengan alasaan Demokrasi Parlementer tidak sesuai dengan kultur Indonesia.

Tahun 1959 Indonesia mengeksperimentasikan Demokrasi Terpimpin namun tidak berlangsung lama karena berbagai hal yang menyebabkannya gugur ditengah jalan. Setelah Demokrasi Terpimpin lengser digantikan dengan Demokrasi Pancasila di bawah kendali Orde Baru Presiden Soeharto.

Demokrasi Pancasila memiliki pamor cukup tinggi, Demokrasi Pancasila berarti demokrasi yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Dibandingkan demokrasi lainnya Demokrasi Pancasila memiliki kekhasan dan keunggulan yang pantas dibanggakan dan dipertahankan. Kekhasan dan keunggulan Demokrasi Pancasila nampak dalam menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, kepentingan individu serta nilai yang tinggi.

Berbeda dengan Komaruddin Hidayat, ia mengungkapkan Demokrasi Pancasila di bawah Orde Baru terjebak pada lubang yang sama seperti orde sebelumnya, yakni  dikarenakan penunggalan penafsiran Demokrasi Pancasila, sehingga citra dan martabat Pancasila yang begitu mulia terdegradasi oleh praktik politik Orde Baru yang manipulatif dan koruptif. Demokrasi yang seharusnya merupakan lokus bagi penyaluran aspirasi dan hak politik rakyat telah dibajak oleh Orde Baru dengan indoktrinasi dan penafsiran tunggal sehingga memasung hak rakyat untuk berserikat dan mengeluarkan pendapat secara aman dan bebas dari rasa takut.

Terlepas dari bagaimana sepak terjang demokrasi dalam suatu negara, pengaruhnya terhadap perkembangan negara cukup signifikan, sehingga merangsang negara-negara berbentuk tradisional mengakuisisi pemerintahannya menjadi pemerintahan bersistem demokrasi. Demokrasi memberikan beragam jaminan baik untuk skala komunal maupun individual, kebebasan bertanya, berpendapat, berbicara dan bahkan membantu pemerintahan sekalipun.

Di Indonesia demokrasi sendiri nilai-nilainya lahir dan diperjuangkan oleh golongan kaum muda, yang kemudian sejarah mencatatnya sebagai kelahiran Budi Oetomo, Tri Koro Dhormo yang kemudian berubah nama menjadi Jong Java, dan diikuti oleh lahirnya berbagai organisasi mahasiswa seperti HMI, GMNI, PMII, SGMI, IMM, PMKRI, GMKI, dan GMSOS.

Kelahiran organisasi-organisasi kepemudaan atau kemahasiswaan merupakan peta perjuangan mewujudkan demokrasi. Dokter Wadin Sudirohusodo bisa dikatakan sebagai inspirator berdirinya Budi Oetomo dengan beragam gagasannya, namun di tangan para mahasiswalah kemudian gagasannya menjadi kenyataan. Para mahasiswa tampil sebagai pendobrak. Peristiwa besar Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 juga lahir dari aksi pemuda, banyak diantaranya mahasiswa. Bahkan Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 terjadi setelah para pemuda menculik dwi tunggal Sukarno – Hatta yang ketika itu diakui sebagai pemimpin paling terkemuka dan memaksa keduanya untuk bertindak berani menyatakan kemerdekaan bangsa segera setelah para pemuda mendengar Jepang menyerah kepada sekutu.

Dalam akhir sambutannya Dawam Raharjo menyebutkan generasi senior mungkin mengharapkan dari generasi muda lahirnya Sutomo baru yang berwibawa, Soekarno baru yang kamunikatif, Suwardi dan Tjipto baru yang berani bertindak. Apakah generasi muda ini akan lahir sebelum abad 21 atau menanti genap satu abad setelah Kebangkitan Nasional yang pertama?

Seperti yang dinyatakan Jhon Naisbitt dan Patricia Aburdene, kini masyarakat dunia tengah menghadapi era kemenangan individu. Sistem masyarakat yang bersifat massal, monolitik, diktatorial dan sentralistik di berbagai belahan dunia, kini tengah dan telah terpecah belah. Sebagai gantinya secara bertahap muncul sistem masyarakat yang semakin menghargai harkat dan kebebasan individu.

Dalam bahasa yang lebih tegas dapat dikatakan, sistem masyarakat anti demokrasi akan berakhir atau perlu diakhiri. Dan sebagai gantinya akan lahir dan perlu dilahirkan sistem masyarakat yang lebih merealisasi hak-hak asasi manusia yang mengaktualkan prinsip demokrasi. Namun tentu saja tidak semua negara sampai ketahapan itu. Mayoritas negara sedang berada dalam proses demokratisasi yang tengah menyiapkan landasan ekonomi politik bagi era kemenangan individu tersebut.

Pertanyaan yang muncul kemudian, dimanakah peran gerakan mahasiswa dalam proses demokratisasi di atas? Bagaimanakah gerakan mahasiswa harus mengambil posisi? Apakah kekuatan politik mahasiswa masih diperhitungkan?.

BAB II

SOCIAL CONTROL; PETAKENDALI MAHASISWA DALAM

DEMOKRASI INDONESIA

A.EUPHORIA DEMOKRASI

Konsep demokrasi lahir dari tradisi pemikiran Yunani tentang hubungan negara dan hukum, yang dipraktikan antara abad ke-6 SM sampai abad ke-4 M. demokrasi yang dipraktikan pada masa itu berbentuk demokrasi langsung, yaitu hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur mayoritas.

Sampai saat ini demokrasi masih dianggap sebagai sistem pemerintahan yang paling ideal dibanding dengan sistem monarki dan oligarki. Demokrasi menawarkan keterbukaan dan keterpercayaan dalam pondasi pemerintahan dan bersandar pada kedaulatan rakyat.

Prinsip-prinsip demokrasi telah diterima secara luas dan menjadi dasar bagi model pemerintahan di dunia. Demokrasi telah menjadi tolak ukur yang fundamental bagi legitimasi politik pada era dewasa ini. Pembuatan hukum dan penegakkan hukum menjadi benar, jika dilakukan secara demokratis.

Demokrasi adalah sintesis mutkahir bagi manusia modern. Demokrasi merupakan hasil proses panjang manusia untuk menjadikan dunia sebagai a better place to live in. sebuah proses yang diawali dengan catatan sejarah “mengesankan” melalui pergulatan pemikiran dan pertumpahan darah.

Kemasyhuran demokrasi sebagai pil pahit yang menyehatkan banyak mengundang berbagai kalangan intelektual modern untuk memaknai demokrasi baik secara universal maupun partikular. Budayawan Emha Ainun Najib menyebut demokrasi sebagai la raiba fih tak ada keraguan di dalamnya, hal ini dilihat dari matra demokrasi yang memberikan ruang seluas-luasnya bagi hak asasi manusia serta nilai-nilai kebebasan sebagai warga negara baik berbicara, berpendapat maupun bertanya. Bagi tokoh proklamasi Muhammad Hatta demokrasi merupakan kedaulatan rakyat yang beradasarkan nilai-nilai kebersamaan dan  kekeluargaan.

Demokrasi diangkat sebagai tujuan perjuangan hak asasi manusia yang kemudian menjadi euphoria bagi kalangan pemuda, telah tercatat dalam sejarah demokrasi Indonesia melewati beberapa generasi, demokrasi itu sendiri telah melahirkan organisasi-organisasi kepemudaan era 1920-an hingga organisasi kepemudaan era 1950 – 1990-an.

Euphoria demokrasi bukan hanya tumbuh dan berkembang di Indonesia saja melainkan di seluruh belahan dunia, demokrasi bahkan telah menjadi candu dan pijakan untuk meruntuhkan pemerintahan tiran yang membendung hak asasi manusia dan antidemokrasi.

Demokrasi dan pemuda adalah dua hal yang begitu lekat, demokrasi sebagai sebuah skenario banyak diperankan oleh kalangan muda. Tercatat banyak sistem pemerintahan di berbagai negara yang ditumbangkan melaui skenario demokrasi yang disutradarai dan dibintangi langsung oleh kalangan muda dan mahasiswa.

Di Indonesia Orde Lama dan Orde Baru adalah dua pemerintahan yang berhasil ditumbangkan oleh kekuatan mahasiswa yang kemudian dikenal sebagai people power. Namun sungguh ironi dikala demokrasi diakui sebagai satu-satunya sistem pemerintahan yang ideal di situ pula kita jumpai berbagai penghianatan terhadap core values of democration, tingginya angka korupsi dan corak kepemimpinan yang diktator serta pemanunggalan kepemimpinan di dalam pemerintahan adalah antitesa demokrasi.

Hal ini mirip dengan corak demokrasi yang dipraktekkan pada masa Yunani antara abad ke-6 SM. sampai abad ke-4 M. demokrasi yang dipraktekkan adalah berbentuk demokrasi langsung yaitu hak rakyat untuk membuat keputusan politik. Akan tetapi uniknya hanya kalangan tertentu atau warga resmi saja yang dapat menikmati dan menjalankan sistem demokrasi, sementara masyarakat masih di marjinalkan sebagai kaum yang tidak bisa menikmati demokrasi.

B.PEMUDA DAN DEMOKRASI

Mungkin sebagian dari kita masih ingat retorika Bung Karno yang minta di datangkan pemuda untuk mengguncang dunia, hal ini mengindikasikan superioritas pemuda dalam pandangan beliau. Dalam kesempatan yang sama Presiden Soekarno secara eksplisit dan implisit membandingkan pengaruh yang timbul dari generasi tua dan generasi pemuda. Pemuda memiliki potensi yang besar untuk sebuah pergerakan, maka tidak berlebihan jika Bung Karno demikian.

Sebagai bagian dari masyarakat muslim di Indonesia tentu kita banyak mendengar idiom kepemudaan syubbanu al-yaum rijalu al-ghod pemuda saat ini adalah pemimpin di masa mendatang, himmatu ar-rijal tuhdimu al-jibal cita-cita pemuda dapat meruntuhkan gunung.

Ungkapan-ungkapan diatas seakan menerangkan bahwa pemuda adalah pemegang kedudukan strategis baik dalam lingkup kecil maupun besar, pemuda adalah simbol  kekuatan dan semangat, bahkan musisi legendaris mengabadikan masa muda dalam sebuah lirik masa muda adalah masa yang berapi-api.

Masa muda adalah masa dimana manusia mencari pematangan ideologi dan jati diri, sebelum masuk pada fase perkembangan manusia dewasa. Atau dapat dipahami masa muda adalah masa transisi antara masa remaja menuju manusia dewasa.

Matt Jarvis menjelaskan manusia dewasa sebagai manusia yang telah mengembangkan fungsinya dengan sempurna (fully-functioning person). Ia pun mengutip pendapat Roger yang mengidentifikasi lima ciri yang disebutnya sebagai prilaku orang dewasa, yaitu bersikap terbuka terhadap pengalaman, cara hidup yang menghargai keberadaannya di dunia, percaya pada diri sendiri, kebebasan mencari pengalaman, dan memiliki kreativitas.

Abraham Maslow tokoh psikologi humanistik memetakan kebutuhan manusia dalam hirarki kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan untuk dihargai, kebutuhan intelektual, kebutuhan estetis, dan aktualisasi diri.

Melihat teori yang ditawarkan pada hirarki ada beberapa poin yang berhubungan erat dengan kondisi pemuda tepat nya mahasiswa, kebutuhan intelektual, estetis dan aktualisasi diri ketiga tingkatan ini identik dengan mahasiswa, dimana mahasiswa sebagai pemuda kerap dikenal sebagai poros intelektual dan aktor aktualisasi yang memiliki pengaruh bagi lingkungan.

1.Mahasiswa dan demokrasi

Sejak 1920-an kharisma mahasiswa sudah dapat dirasakan hal ini terlihat sejak Sutomo yang berafiliasi dengan beberapa rekan dekatnya dari sekolah dokter Jawa, Stovia, Sekolah Guru, Sekolah Pertanian, dan Kehewanan dan Sekolah Pamong Praja. Sebut saja Suraji, Mohamad Sulaeman, Suwarno, Gunawan Mangunkusumo, Angka, Muhammad Saleh, Suwardi Suryaningrat, Samsu, dan Sudibyo yang kesemuanya sebagai pengurus pertama Budi Oetomo.

Tentu kita masih ingat peristiwa 1998 sebagai puncak perjuangan mahasiswa setelah sebelumnya 1974 dan 1978 selalu gagal meruntuhkan rezim orba, ini merupakan salah satu tonggak sejarah people power yang dimotori oleh mahasiswa. Mahasiswa medesak Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri dari kursi kepresidenan, hal ini disebabkan buruknya citra pemerintahan Orde Baru yang manipulatif dan koruptif sehingga mahasiswa yang dikenal sebagai penyambung lidah rakyat bahu membahu membentuk sebuah gerakan dan kekuatan yang berakhir pada runtuhnya rezim tersebut.

Menurut Khatimi Bahri memahami gerakan mahasiswa kita perlu melihat platform gerakannya. Sejak awal gerakan mahasiswa mengidentifikasikan dirinya sebagai gerakan moral dengan tuntuntan seputar keadilan, kemerdekaan, pemerataan dan hak asasi manusia. Ini menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa sarat dengan visi kebangsaan, keagamaan dan kemanusiaan.

Sejauh yang kita ketahui gerakan mahasiswa dari masa ke masa selalu memiliki visi yang sama yakni visi kebangsaan hanya saja proses dan cara memperjuangkannya tidak selalu sama. Namun pada dasarnya kekuatan mahasiswa masih menjadi kekuatan elit sebagai penyambung lidah dan perpanjangan tangan rakyat.

Peristiwa 1998 adalah puncaknya yang sebelumnya selalu terbentur oleh depolitisasi mahasiswa yang dilancarkan Orde Baru untuk membendung kekuatan basis mahasiswa yang vokal terhadap kebijakan-kebijakan ataupun kinerja pemerintahan yang dirasa bersebrangan dengan esensi kedaulatan rakyat.

Hal inilah yang kemudian merangsang kalangan mahasiswa dan pemuda merasa perlu meluruskan jalur demokrasi dengan menggagas revolusi reformasi di tiga ranah politik, ekonomi, dan hukum. Akan tetapi iklim demokrasi masa kini berbeda dengan era awal perjuangan mahasiswa di 1920-an atau 1990-an, Denny J. A mengungkapkan mahasiswa sebagai kekuatan elit yang pada awalnya dianggap ampuh telah dikebiri kini mahasiswa tidak lagi dianggap sebagai elit strategis yang khusus. Ia menambahkan kita pun memahami bahwa kekuatan politik mahasiswa ternyata adalah kekuatan semu. Mahasiswa sebagai kelompok tidak lagi mempunyai arti dan posisi strategis di kalangan elit politik atau elit ekonomi.

Hal ini jelas berbeda dengan mahasiswa Indonesia di tahun dua puluhan. Kala itu mahasiswa adalah generasi pertama kaum terpelajar yang jumlahnya sangat sedikit. Mereka mempunyai posisi strategis dalam lingkaran elit politik pribumi. Dibandingkan kaum tua yang datang dari pola tradisional, kaum terpelajar inilah yang mampu menerjemahkan kegelisahan massa kedalam ideologi dan organisasi modern.

Sebagai mahasiswa perlulah kiranya kita melakukan kontemplasi panjang sejauh manakah euphoria demokrasi mewarnai masa muda kita, masa dimana seharusnya pergolakan ideologi demokrasi menjadikan kita sebagai man of idea sekaligus man of action dalam menafsirkan kegelisahan massa dan mengantarkannya pada pengejawantahan hak asasi manusia dan kedaulatan rakyat.

2.Mahasiswa dan social control

Jika kita berniat menilik kembali esensi demokrasi maka kita akan menemukan kesimpulan bahwa hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik. Yang kemudian bisa kita kenal dalam teori demokrasi klasik sebagai government of people, government by people, dan government for people. Tiga faktor ini merupakan tolak ukur sebuah pemerintahan yang demokratis.

Cendekiawan muslim Nurcholis Madjid berpendapat bahwa pandangan hidup demokratis dapat bersandar pada bahan-bahan yang telah berkembang, baik secara teoritis maupun pengalaman praktis di negara-negara yang demokrasinya sudah mapan. Setidaknya ada enam norma atau unsur pokok yang dibutuhkan oleh tatanan masyarakat yang demokratis. Keenam norma tersebut adalah, kesadaran akan pluralism, musyawarah, cara haruslah sejalan dengan tujuan, norma kejujuran adalah pemufakatan, kebebasan nurani persamaan hak dan kewajiban, dan trial and error.

Rumusan sandaran hidup demokratis selalu menjadi wacana publik, karena memang nilai dasar demokrasi integral dengan nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Sedikit saja bagian dari keduanya tercederai maka aliansi pro demokrasi akan bekerja keras untuk memulihkan luka keduanya.

Diantara sekian banyak poros pro demokrasi pemuda dan mahasiswalah yang banyak berbicara dan beraksi dengan lantang mengenai hakikat demokrasi. Geliat mahasiswa seperti tanpa ujung, animo pergerakannya terus membumbung meskipun kerap berhadapan dengan pemerintah yang bersembunyi di balik sistem yang berupaya membendung aliran deras aksi mahasiswa.

Akan tetapi demokrasi sebenarnya bukan hanya milik mahasiswa atau kaum muda melainkan milik setiap individu, karena secara fitrah setiap manusia memiliki hak-hak yang harus diterima. Oleh karena itu demokrasi merupakan tujuan bersama ketika ada sistem yang mencoba memangkas bagian-bagian demokrasi, sebagai contoh ketika pemerintah terkesan antidemokrasi atau berubah haluan atau lebih parah menghianati demokrasi maka secara umum rakyat akan menuntut bagian-bagian tersebut yang menjadi haknya.

Salah satu faktor esensial demokrasi government by people memiliki pengertian bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat bukan atas nama dorongan pribadi elite birokrasi. Selain itu poin ini mnegandung pengertian bahwa dalam menjalankan kekuasaannya, pemerintah berada dalam pengawasan rakyat (social control). Pengawasan dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung melalui wakilnya di parlemen.

Disinilah peran mahasiswa sebagai bagian dari elemen bangsa, mahasiswa berupaya menjalankan apa yang disebut social control, melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Jika dirasa ada kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat, terutama rakyat kecil maka peran mahasiswa adalah sebagai garda depan untuk membela dan mengembalikan hak-hak rakyat.

Dewasa ini kita ketahui bersama kenaikan harga BBM yang direncanakan oleh pemerintah menuai protes keras dari berbagai kalangan terutama mahasiswa. Mahasiswa yang nota bene sebagai agent of change menolak secara tegas hal tersebut, hal ini berdasarkan pandangan stabilitas perekonomian di kalangan masyarakat bawah yang begitu riskan. Fragmen ini merupakan bagian dari social control yang dimotori oleh mahasiswa, wakil rakyat di parlemen yang seharusnya mampu meredam ambisi kenaikan BBM barulah berfungsi ketika penetrasi mahasiswa membangun kekuatan dan menduduki gedung DPR.

Kebebasan berpendapat yang dijamin oleh demokrasi telah menjadi pandangan kolektif mahasiswa, sehingga tidak ada alasan untuk tidak memperjuangkan bendera demokrasi dalam agenda reformasi. Jika bendera demokrasi setengah tiang maka mahasiswa dalam basis pemuda senantiasa siap untuk mengerek hingga ke puncak tiang, sampai terwujudnya tatanan hidup yang demokratis.

C.DEMOKRASI MASA KINI, PELUANG DAN TANTANGAN

Globalisasi merupakan wacana yang sudah diketengahkan dalam isu nasional dan memaksa Indonesia turut ambil bagian di dalamnya. Globalisasi sebagai linkage memungkinkan suatu negara berhubungan dengan negara lain dalam berbagai aspek baik ekonomi, politik budaya maupun hukum.

Bangsa-bangsa di seluruh dunia menyadari telah masuk kedalam era globalisasi, interaksi antarnegara tersebut saling mempengaruhi secara positif maupun negatif. Mengingat dampak-dampak globalisasi dapat bersifat positif maupun negatif, suatu negara dituntut untuk bersikap kritis dan bijaksana dalam menyikapi globalisasi.

Limas Sutanto dalam Gunawan menjelaskan globalisasi sebagai penyatuan dunia oleh kemudahan teknologi, informasi, dan komunikasi massa dengan segala dampaknya di bidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

Dalam perkembangan zaman yang tidak dapat dibendung segala sesuatunya memiliki beragam potensi peluang dan tantangan. Hak Asasi Manusia yang dilindungi dalam demokrasi kemungkinan terbesarnya akan memiliki peluang pengembangan diri yang lebih luas sesuai dengan peluang interaksi dengan dunia internasional, namun di sisi lain ini menjadi tantangan tersendiri.

Adanya interaksi atau kerja sama Indonesia dengan negara asing dapat membuat mahasiswa bekerja jauh lebih keras. Indikasi adanya kebijakan pemerintah berdasar intervensi asing tidak dapat dipungkiri, jika kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak pro rakyat atau justru merugikan rakyat Indonesia tentu mahasiswa sebagai garda depan akan bangun lebih pagi. Dewasa ini hal tersebut sudah terjadi, dimana intervensi asing sudah mulai masuk pada ranah kebijakan sehingga ekses negatif terhadap hal tersebut perlu diwaspadai bersama.

Globalisasi terus bergerak diimbangi penetrasi teknologi informasi dan komunikasi yang semakin hari semakin menunjukkan kecanggihannya. Kecanggihan teknologi inilah yang kemudian dirasa banyak membius mahasiswa sehingga aktualisasi dan militansi mahasiswa semakin redup. Beragam fitur teknologi yang mampu menjangkau semua kebutuhan individual menyebabkan asas kebersamaan menjadi surut bahkan pudar, dan kepekaan sosial semakin tidak terasah. Daya kiritis dan otokritik terhadap berbagai wacana nasional dianggap sesuatu yang tabu dan tidak banyak diketengahkan. Ini pulalah yang kemudian mengapa kekuatan mahasiswa tidak lagi disegani atau diperhitungkan sebagai people power yang membahayakan.

Linkage pemerintah dengan negara manapun itu adalah sebuah pilihan dan bagian dari demokrasi, namun segala potensi baik positif maupun negatif harus senantiasa diwaspadai dan di carikan beragam solusi alternatif agar sebisa mungkin rakyat tidak dirugikan dalam setiap kebijakan yang ditetapkan.

Mahasiswa kembali harus menggulung lengan baju untuk menjalankan social control karena bagaimanapun mahasiswa adalah elemen masyarakat bangsa yang menurut Jack Newfield mahasiswa adalah “a prophetic minority”. Mahasiswa adalah kelompok minoritas dalam masyarakat bangsa. Tetapi mereka memainkan peranan yang profetik, mereka melihat jauh kedepan dan memikirkan apa yang belum atau tidak dipikirkan masyarakat umumnya. Dalam visi mereka, nampak suatu kesalahan mendasar dalam masyarakat dan mereka menginginkan perubahan. Tidak sekedar perubahan marginal, melainkan perubahan fundamental. Mereka memikirkan suatu proses transformasi. Peranan mereka bagaikan nabi dan bukan pendeta atau kiai yang sibuk dengan rutinitas. Ini seperti mengingatkan sebuah hadis nabi saw. yang mengatakan bahwa “cedekiawan adalah pewaris (cita-cita) para nabi”.

Era saat ini tentu mengandung berbagai peluang dan tantangan bagi kalangan mahasiswa, dengan kesan era yang high tech basis mahasiswa diharapkan mampu mengoptimalkannya sebagai media aktualisasi diri dan menjalankan social control yang lebih mapan dan holistik sehingga tidak akan menimbulkan kesan bangsa yang high tech but low touch. Dengan demikian fungsi dan tujuan social control berjalan pada orbitnya yang tepat dan sesuai era.

BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Mahasiswa adalah elit masyarakat bangsa dilihat dari porsi perannya dalam mewujudkan demokrasi yang murni berkedaulatan kepada rakyat. Mahasiswa pulalah yang menjalankan misi social control terhadap jalannya suatu pemerintahan, meluruskan ketika pemerintah melenceng dan menggulingkan pemerintah ketika tidak lagi sepaham dan sejalan dengan peta dan agenda demokrasi.

Mahasiswa meskipun sering dianggap sebagai kekuatan semu, akan tetapi mahasiswa dengan beragam aktualisasinya selalu berusaha meninggikan voltase advokasi terhadap hak-hak rakyat kecil yang sering dilupakan. Sehingga ruang gerak mahasiswa sering di boikot melalui tata birokrasi dan aturan pemerintah baik secara eksplisit maupun implisit yang disuntikkan kedalam sistem tata kampus.

Perlu diakui bahwa militansi mahasiswa mulai mengendur sejalan perkembangan teknologi yang terus melancarkan penetrasinya, hal ini membuat gairah mahasiswa menjadi jumud. Oreintasi nilai lama (politik praktis) perlu dikawinkan dengan orientasi nilai baru (keilmuan) dalam kehidupan kampus agar terbangun karakter mahasiswa yang peka terhadap sosial dan mumpuni dalam segi keilmuan.

Secara garis besar mahasiswa di belahan dunia ketiga memegang andil dalam memetakendalikan demokrasi di tiap-tiap negaranya. Dengan kita menilik kembali sejarah keemasan mahasiswa dalam membumikan demokrasi semoga kita mampu menemukan kembali (reinventing) nafas perjuangan mahasiswa dalam matra demokrasi Indonesia.

B.SARAN

Semoga gagasan lomba makalah dalam Fisipday 2012 berkesinambungan atau bahkan menjadi annual programme, sebagai upaya membangun budaya menulis di kalangan mahasiswa. Menulis merupakan aktifitas yang menjadi identitas bagi intelektual, dengan menulis mahasiswa dapat menuangkan beragam gagasan ataupun otokritik terhadap suatu hal yang tengah berkembang.

DAFTAR PUSTAKA

Denny J. A, 2006. Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda era 80-an. Yogyakarta. LKis

Harjono. 2009 Transformasi Demokrasi. Jakarta Sekretariat Jenderal Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

ICCE UIN Jakarta. 2008. Pendidikan Keewarganegara an (Civic Education), Kencana, Jakarta.

Jarvis Matt, 2006. Teori-teori Psikologi, Nuansa, Bandung.

Najib Ainun Emha, 2010 Demokrasi la roiba fih. Jakarta. Kompas.

Revitch Diane & Abigail, Demokrasi Klasik & Modern.

Suleman Zulkifli, 2010. Demokrasi Untuk Indonesia, Kompas, Jakarta.

Sumodiningrat, Gunawan dan Ary Ginanjar A. 2008, Mencintai Bangsa dan Negara, Jakarta ARGA Publisihing.

Sunarto Kamanto, 2004. Pengantar Sosiologi¸ FE UI. Jakarta.

The Habibie Center,  2002. Demokrasi Tak Boleh Henti. Jakarta

Diane Revitch & Abigail, Demokrasi Klasik & Modern.

Gunawan Sumodiningrat dan Ary Ginanjar A, Mencintai Bangsa dan Negara, ARGA Publisihing, Jakarta: 2008, hal, 44.

Gunawan Sumodiningrat & Ari Ginanjar A, Loc. cit, hal. 44

Komaruddin Hidayat dalam kata sambutan Pendidikan Keewarganegara an (Civic Education),  ICCE UIN Jakarta, Kencana, Jakarta: 2008, hal. vii-viii

Kata Pengantar Dawam Raharjo dalam Denny J. A, Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda Era 80-an. LKiS, Yogyakarta: 2006, hal. xxxv – xxxvi.

Ibid, hal. xl.

Ibid, hal. 3

ICCE UIN Jakarta, Pendidikan  Kewaragaan (civic edocation), Kencana, Jakarta: 2008, hal. 44

Harjono, Transformasi Demokrasi. Sekretariat Jenderal Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta: 2009, hal. 19.

The Habibie Center, Demokrasi Tak Boleh Henti. Jakarta: 2002, hal. v.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun