Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Mendongeng berarti Menanamkan Nilai

20 Maret 2020   18:30 Diperbarui: 21 Maret 2020   05:43 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mendongeng (Thinkstockphotos via KOMPAS.com)

Mulanya, saya enggan menulis topik ini. Pertama, saya tidak pernah didongengkan oleh bapak-ibu. Kedua, saya tidak hafal kalau 20 Maret adalah hari mendongeng sedunia. Ketiga, saya tidak berbakat mendongeng. Tiga hal itu cukup menjadi alasan saya tidak suka dongeng. 

Namun, ada lebih banyak alasan yang bisa ditemukan. Salah satunya, jika hari mendongeng dirayakan seluruh dunia, berarti itu penting---setidaknya untuk orang yang suka dan punya pengalaman tentang dongeng.

Perayaan ini bermula dari hari Mendongeng Nasional di Swedia (1991-1992) dengan istilah "Alla Beratteres Dag", dalam bahasa Indonesia dikenal Hari Pendongeng.

Dalam perkembangannya, pada 20 Maret 1997 perayaan ini diikuti beberapa negara seperti Australia dan Meksiko, bahkan negara-negara lain. (kompas.com)

Di Indonesia sendiri kita punya Si Unyil (1981) dan Susan (1991), boneka dongeng yang terkenal di TV sebelum kelahiran Upin-Ipin. Si Unyil mampu adaptif terhadap teknologi. Pembaca kiranya tak lupa acara "Laptop Si Unyil". Sedangkan "Susan, kalau gede mau jadi apa" tak diketahui lagi jejaknya.

hasil kolase kraiswan
hasil kolase kraiswan
Aktivitas pengantar tidur ini dikatakan berlimpah manfaat diantaranya meningkatkan minat baca, memancing nalar, menumbuhkan empati dan imajinasi, membangun ikatan, penanaman nilai serta menambah wawasan.


Ada tiga manfaat utama yang bagi saya penting. Satu, membangun ikatan. Orangtua yang merelakan setidaknya 20 menit untuk membacakan dongeng, punya kesempatan PDKT pada anak. Mungkin tidak semua isi dongeng dimengerti. Bahkan mungkin baru halaman kedua cerita dituturkan, kelopak mata mereka telah rapat. 

Tak apa, itu artinya mereka merasa aman untuk menjelajah alam kapuk, karena ada orangtua di dekatnya. Ditutup dengan kecupan hangat atau belaian pada wajah anak. Setiap malamnya sempurna!, betapapun banyak PR atau masalah yang dihadapinya di sekolah.

Jujur, saya tidak memiliki ikatan yang demikian. Boro-boro dibacakan dongeng, secara ibu saya buta huruf. Bapak saya temperamennya kasar, tak musim perdongengan. Lantas, bahagiakah hidup saya?

Dua, menumbuhkan empati dan imajinasi. Imajinasi jauh lebih penting daripada pengetahuan, ujar Albert Einstein. Einstein dan Hitler sama-sama cerdas. Tahu bedanya?

Yang pertama fisikawan, lainnya politisi. Satunya punya imajinasi, satunya tidak. Kecerdasan disandingkan imajinasi, hasilnya adalah ilmu pengetahuan. 

Cahaya bagi kekerdilan pikiran manusia. Tanpa imajinasi, kecerdasan justru dipakai untuk membinasakan sesama manusia. Nah, supaya anak-anak kita tidak hanya cerdas, namun juga punya imajinasi, baiknya dibacakan dongeng. Imajinasi ini yang akan mendorong rasa ingin tahu dan sikap kritis, daripada hanya dicekoki pengetahuan oleh guru dan media sosial.

Tiga, penanaman nilai. Banyak orangtua menganggap nilai adalah angka yang tersusun dalam lembaran rapot (report) hasil belajar. Makin banyak angka yang punya kepala (angka 8, 9), makin tinggi nilainya. 

Para motivator menganalogikan nilai dengan uang kertas. Meski dilipat, basah ikut tercuci, kucel, kena noda, masuk comberan bahkan sedikit sobek; takkan mengurangi nilai uang tersebut. Bagian ini, saya sepakat. "Nilai" seharusnya tidak diganggu oleh hal-hal eksternal.

Satu mutiara tentang nilai saya dapatkan dari film Wonder (Stephen Chbosky, 2017). Nilai tidak direpresentasikan dengan seberapa cerdas kamu dalam matematika atau sains. Bukan seberapa tinggi jabatan orangtuamu. 

Maupun seberapa teman yang kamu miliki. Summer, gadis kulit gelap rambut berombak, rela dikucilkan karena berteman dengan Auggie yang berwajah seperti monster. Nilai yang dimiliki Summer adalah dia ingin punya teman yang baik. "Baik" yang benar-benar baik, tak menilai hanya dari fisik.

Contoh nyata dari murid saya tentang nilai. Suatu hari sekolah kami mengadakan tes tengah semester. Saya menjadi pengawas untuk mata pelajaran Pendidikan Agama. Setiap anak telah saya bagi lembar kerja dalam kondisi tertutup di meja masing-masing. 

Baru saja saya hendak duduk, salah satu murid berseru, "Mr, ini kenapa sudah ada jawabannya?" (Rupanya pengajarnya lupa memisahkan kunci jawaban dengan bendel soal).

Jika mau, dia bisa melihat semua jawaban untuk soal hafalan itu. Itulah nilai yang sejati. Entahkah murid saya itu suka didongengkan orangtuanya atau tidak.

Nilai, tak cukup diukur dengan angka

--kraiswan

Di zaman serba instan dan narsis ini, mendongeng tidaklah semenarik game online tik tok, maupun Youtube. Maka, rasanya 20 Maret bukanlah hari istimewa bagi masyarakat Indonesia yang minat bacanya masih rendah. Semoga saya salah. Sangat langka, bahkan mungin tidak ada, orangtua zaman now yang punya budaya mendongeng untuk anak-anaknya.

Sibuk, tak ada waktu, tidak bisa mendongeng, sampai yang paling klasik: berikan HP saja.

Saya pribadi tidak menyalahkan orangtua saya karena tidak mengantar saya tidur dengan dongeng. Bagaimana pun, mereka punya keterbatasan dan sudah berusaha semampunya. 

Saya justru dapat dongeng tengah hari dari kakek. "Belajar yang sungguh-sungguh ya, supaya jadi orang berhasil. Jangan kayak bapakmu, disekolahkan malah suka kelayapan (bolos)".

Maka, seandainya penulis boleh berandai-andai, kelak saat menjadi ayah, inginnya saya menuturkan dongeng kepada anak-anak saya. Entah sebelum tidur, atau di ruang makan, atau sebelum berangkat sekolah, atau jika ada libur berjamaah seperti saat ini. Tak lain, karena dengan dongeng bisa dituai banyak nilai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun