Mohon tunggu...
Wachid Hamdan
Wachid Hamdan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah, Kadang Gemar Berimajinasi

Hanya orang biasa yang menekuni dan menikmati hidup dengan santai. Hobi menulis dan bermain musik. Menulis adalah melepaskan lelah dan penat, bermusik adalah pemanis saat menulis kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Lebaran di Mata Disabilitas Netra

20 April 2024   09:19 Diperbarui: 25 April 2024   08:59 1384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi disabilitas netra (PIXABAY/Myriams-Fotos)

Hari raya idul fitri merupakan waktu yang membahagiakan bagi beberapa orang.

Bayangan kampung yang berudara segar, aliran sungai kecil, wara-wiri hewan ternak, dan pemandangan menghijau dari sawah-sawah kampung penuh sesak menghiasi pelupuk para perantau. Tentu itu adalah hal yang menyenangkan.

Tetapi ini tidak terjadi pada para jomblo, mahasiswa akhir, pekerja serabutan, dan sobat yang berjuang dari garis nol. Pertanyaan template pasti akan memberondong kewarasan.

Menjadi sosok yang berbeda atau alur hidup yang tidak sama dengan orang lain, dari segi pendidikan, profesi, taraf ekonomi, dan sejenisnya sungguh tidak mudah.

Terkadang pertanyaan, sindiran, hingga omongan sarkas harus dengan legowo saya terima. Mengapa begitu?


Yups, saya digariskan peran sebagai disabilitas netra dari sutradara kehidupan.

Peran ini baru saya terima kontraknya sejak tahun 2020 karena penyakit glaukoma yang saya alami. Karena satu, dua hal, akhirnya penyakit ini menyudahi gemrlap dunia di mata saya.

Lebaran kali ini harus saya lewati dengan berbagai pertanyaan yang unik, mengesalkan, dan memuakkan.

Tidak jarang, saat saya makan camilan dengan hikmat, rasanya langsung berubah hambar ketika ada pertanyaan yang sungguh nganyeli.

Mulai dari yang kepo, prihatin, dan bisik-bisik para ibu-ibu yang sungguh saya dapat mendengar omongan mereka menjadikan momen lebaran kali ini serasa duduk di kursi narapidana.

Membangun Mental yang Tidak Mudah Untuk Bertemu Banyak Orang

Pastinya saat momen lebaran saya harus menyiapkan mental dengan stok yang harus saya cari dengan tidak sederhana.

Mulai dari perenungan, menguatkan diri, dan berdoa tiada putus saya lakukan untuk meng-suport keadaan ini.

Mengapa begitu?

Ya, sederhana sih. Di dusun yang mayoritas tidak bisa menerima sebuah hal baru terkadang membuat saya berada di suasana gundah gulana.

Isu disabilitas yang tidak bisa masyarakat desa pahami terkadang membuat saya serasa dilabeli, disudutkan, dan bahkan serasa dilemahkan.

Ada yang respek, resek, dan juga ada yang sok tahu. Beberapa pernyataan atau pertanyaan yang membuat saya ingin kabur saat itu juga adalah:

"Mas ini kasihan ya! Udah ndak bisa melihat, ntar dia gimana ya masa depannya?" bisik seorang ibu-ibu di telinga kawannya.

"Ssst! Itu mas e ndak bisa melihat. Ihh kasihan banget ya. Padahal waktu kecil dia ndak begitu." Balas si teman ibu tadi. Tentu, masih berbisik.

Anehnya mereka berbisik gitu, posisi saya ada di depan mereka. Mungkin mereka tidak sadar kalau kepekaan telinga saya jauh dari mereka. Jadi obrolan mereka bisa saya tangkap.

Beberapa omongan seperti itu yang kadang membuat saya agak mecucu, duduk ndak enak, dan  makan pun jadi hambar. Sebenarnya mereka itu mau apa sih? 

Mbok ya, mending ngobrol langsung sama saya. Daripada mereka diskusi tanpa arah, dan jatuhnya memandang orang seperti saya ini tidak memiliki masa depan.

Masyarakat Kepo nan Lucu

Saat bersilaturahmi saya mencoba enjoy dengan suasana lebaran kali ini.

Aroma masakan, tawa para tamu, dan beberapa sajian camilan saya dengungkan di kepala untuk menghajar rasa minder, takut, dan malas yang menggelayut saat diharuskan bertemu dengan banyak orang baru. Syukurnya teknik tadi lumayan membuat saya sedikit enjoy.

Nah, suasana enjoy itu lumayan meningkat saat saya diperlakukan dengan tidak berlebihan.

Masyarakat yang bisa berinteraksi sewajarnya, selayaknya mereka bertemu dengan manusia pada umumnya, makin menambah ketenangan jiwa. Makan nextar pun jadi dokoh.

Apalagi mereka yang memosisikan saya sebagai contoh inspiratif kadang bikin cuping hidung kempas-kempis.

Namun tidak sesederhana itu. Masih ada banyak hal-hal menggelitik dari penduduk desa tentang seputar disabilitas netra. Terutama adu argumen hingga pertanyaan nyeleneh yang bikin saya mengulum astor tiga biji.

"Masnya itu berarti berkuliah di kampus khusus disabilitas? Pasti wajib menggunakan huruf braille, ya?" tanya salah satu tamu.

"Oh, tidak pak. Kebetulan saya berkuliah di kampus umum, bukan seperti konsep sekolah luar biasa yang anda sampaikan. Jadi saya tetap menggunakan laptop yang terinstal aplikasi yang membantu saya membacakan apa pun yang ada di layar laptop." Jawab saya sesederhana mungkin.

"Wah! Masnya hebat ya. Tapi itu pasti laptopnya pake huruf braille," simpul tamu sepihak.

Nah, beberapa model pertanyaan seperti itu yang kadang menggelitik saya.

Padahal sudah saya jabarkan kalau laptopnya itu device seperti pada umumnya. Hanya saja terinstal software pembaca layar yang membantu mengoprasikan laptop. 

Tapi ya itu, mereka suka nyimpulin-nyimpulin sepihak. Ya, sudah lah. Mending makan astor lagi.

Kesimpulan hari raya bagi saya

Syukur di tahun ini saya masih diberi kesempatan bertemu hari raya.

Memang banyak hal yang saya alami di beberapa waktu terakhir.

Mulai dari yang memandang saya remeh, berempati, memuji, dan menghibur dengan pertanyaan absurt dari masyarakat.

Setidaknya di tempat tinggal saya, sudah ada bukti kalau disabilitas seperti saya tetap bisa berkuliah dan bersaing di dunia profesional. Bukan fisik yang menjamin masa depan.

Hanya satu keyakinan saya, kalau kita serius pada bidang yang kita tekuni, tentunya akan kita gapai yang menjadi tujuan hidup.

Besar harapan saya, semoga isu disabilitas bisa dipandang dengan lebih jernih.

Jangan ada lagi masyarakat yang memandang rendah sosok penyandang disabilitas.

Selain itu, jangan lemahkan mereka hanya dengan klaim sepihak yang tidak berdasar.

Berikan kami kesempatan mencoba, berikan kami ruang, dan berikan kami kepercayaan!

"Salam pencari jalan terang!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun