Mohon tunggu...
Money

Mengkonsumsi Makanan Halal dan Haram dalam Islam

1 Maret 2019   18:28 Diperbarui: 1 Maret 2019   18:34 2779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Konsumsi dalam ilmu ekonomi adalah setiap kegiatan memanfaatkan, menghabiskan kegunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya menjaga kelangsungan hidup. Albert C. Mayers mengatakan bahwa konsumsi adalah penggunaan barang dan jasa yang berlangsung dan terakhir untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. 

Sedangkan konsumsi dalam ekonomi islam adalah suatu kegiatan muslim dalam mencapai kebutuhan hidup untuk memperoleh kesenangan didunia dan akhirat agar memaksimalkan fungsi hidupnya kepada Allah SWT. 

Kegiatan konsumsi dilakukan oleh semua orang. Tujuan dari konsumsi adalah untuk mendapatkan kepuasan dan untuk memperoleh kemakmuran dalam berbagai macam kebutuhan, baik kebutuhan pokok atau sekunder dan kebutuhan rohani atau jasmani.

Perbuatan untuk memanfaatkan atau mengonsumsi barang-barang yang baik itu sendiri dianggap sebagai kebaikan dalam islam. Konsumsi merupakan suatu kegiatan ekonomi yang penting, bahkan terkadang dianggap paling penting. 

Karena itu konsumsi berperan sebagai bagian yang sangat penting bagi kehidupan ekonomi seseorang maupun Negara. Dalam melaksanakan kegiatan konsumsi perilaku konsumen harus berdasarkan pada syariah islam. Didalam konsumsi terdapat materi yang membahas tentang larangan makanan halal dan haram. Larangan memakan makanan halal dan haram itu terdapat dalam hadis dibawah ini :

- -- : ( )

Artinya : Dari Zakaria bin Abi Zaidah dari al-Sya'bi berkata: saya mendengar Nu'man bin basyir berkata diatas mimbar dan ia mengarahkan jarinya pada telinganya, saya mendengar Rasul SAW bersabda: halal itu jelas, haram juga jelas, diantara keduanya itu subhat, kebanyakan manusia tidak mengetahui, maka barang siapa menjaga diri dari barang subhat, maka ia telah bebas untuk agama dan kehormatannya, barang siapa yang terjerumus dalam subhat maka ia seperti penggembala di sekitar tanah yang di larang yang di khawatirkan terjerumus. 

Ingatlah, sesungguhnya bagi setiap pemimpin daerah larangan. Larangan Allah adalah hal yang diharamkan oleh Allah, ingatlah bahwa sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging, jika baik maka baiklah seluruhnya, jika jelek maka jeleklah seluruh tubuhnya, ingatlah itu adalah hati (HR. Muttafaqun Alaih).

Maksud dari hadis di atas adalah menjelaskan tentang makanan yang haram dan halal serta subhat. Kaum muslimin di beri kebebasan sepenuhnya dalam mengkonsumsi apapun yang suci/asli dan halal bagi mereka dengan suatu pengecualian terhadap hal-hal yang merusak masyarakat maupun kesejahteraan secara individual. Ada beberapa makanan yang di larang bagi masyarakat muslim untuk memakannya.

Makanan haram adalah makanan yang haram dikonsumsi oleh manusia terutama umat muslim apabila seorang muslim mengkonsumsinya maka akan mendapatkan dosa. Allah tidak akan mengharamkan sesuatu tanpa adanya sebab. Segala ketentuan Allah pasti ada dasar hukumnya. Penjelasan tentang makanan haram ini terdapat dalam surat Al-Baqarah:

"Artinya: Sesunggunya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah... (Al Baqarah : 173)."

Ada empat hal yang terlarang bagi kaum muslimin, yaitu binatang yang mati dengan sendirinya dan binatang yang mati karena diterkam binatang buas lainnya (juga dilarang pada jaman Nabi Musa) darah, daging babi. Orang-orang Yahudi menganggap bahwa babi itu sangat menjijikkan yang dalam Injil (Gospel) digambarkan bahwa Nabi Isa menganggapnya menjijikkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa beliau juga menganggap binatang tersebut tidak halal untuk dimakan. Sementara dalam ayat tersebut juga di katakana bahwa binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Dalam hal ini semua binatang yang di sembelih dengan menyebut nama (bermohon) selain Allah menjadi binatang yang kotor dan haram, tidak boleh dimakan.

Selain dari keempat jenis makanan yang disebut di atas, judi dan arak juga di haramkan oleh Al-Qur'an. Dalam surat Al Maa-idah :

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan ... (Al Maa-idah : 90)."

Dalam ayat ini dinyatakan bahwa semua bentuk khamar itu terlarang termasuk minuman anggur dan semua bentuk perjudian. Diriwayatkan bahwa ketika ayat ini diturunkan, sebuah pengumuman disampaikan di jalan-jalan di Madinah bahwa minuman anggur itu dilarang, dan secara langsung setiap anggur yang ada dirumah kaum muslimin dibuang, sehingga air anggur mengalir di jalan-jalan. Belum pernah terjadi dalam sejarah dunia minuman arak yang telah berurat berakar dalam masyarakat dengan cepat dapat dihapuskan. (Rahman, 2002: 25-27)

Sedangkan yang dimaksud makanan halal adalah makanan yang diperoleh dengan halal (benar). Makanan halal adalah makanan yang diperbolehkan dikonsumsi oleh agama seperti buah-buahan,sayur-sayuran,daging segar,ikan,padi dan susu. Makanan halal adalah makanan yang baik dikonsumsi oleh tubuh serta tidak membahayakan bagi tubuh.

Anjuran mengkonsumsi yang baik dan halal, Allah SWT berfirman :

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah (2): 168)."

Allah menjelaskan bahwa Dia maha pemberi rezeki kepada seluruh makhluk-Nya. Dia menganugerahkan kepada mereka kebolehan memakan makanan yang halal lagi baik, serta melarang mereka memakan makanan yang diharamkan kepadanya (Al-Rifa'i, 1999:267).

Allah menyuruh hamba-Nya yang beriman memakan yang baik-baik dari rezeki yang telah dianugerahkan kepada mereka. Oleh karena itu, hendaklah mereka bersyukur kepada-Nya jika mereka mengaku sebagai hamba-Nya. Memakan makanan halal merupakan sarana untuk diterimanya do'a dan ibadah.

Dalam ekonomi islam konsumsi ada prinsip yang berhubungan dengan makanan haram yang dikendalikan oleh prinsip dasar (Mannan, 1997;45-48) sebagai berikut.

  • Prinsip Keadilan
  • Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari rezeki secara halal dan tidak dilarang hukum. Larangan memakan makanan haram karena membayakan moral dan spiritual, karena seolah-olah hal ini sama dengan mempersekutukan Tuhan. Kelonggaran diberikan kepada orang-orang yang terpaksa, dan bagi orang yang pada suatu ketika tidak mempunyai makanan untuk dimakan.
  • Prinsip kebersihan
  • Harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan. (Suprayitno, 2005: 93-94)

Subhat adalah keadaan sesuatu yang belum jelas statusnya apakah sesuatu itu halal atau haram, sehingga jika seseorang menjumpai sesuatu yang tidak jelas kehalalan dan keharamannya, ia harus bersikap hati-hati, dan bentuk kehati-hatian seseorang dengan menghindarinya. Subhat adalah antara dua sisi halal dan haram, bisa jadi ia lebih dekat kepada yang halal dan atau ia bisa lebih dekat kepada yang haram. Subhat membutuhkan pemikiran tersendiri untuk menentukan statusnya. Subhat juga bisa tergantung pada seseorang, artinya ke-subhat-an berlaku kepada orang tertentu tetapi tidak bagi orang lain. Maka dari itu, subhat bisa disimpulkan sebagai sesuatu yang sangat subjektif. Kategorisasi subhat tidak bisa ditetapkan sebagai sesuatu yang haram atau yang halal. Lebih tepat jika subhat mempunyai status sendiri, subhat adalah subhat yang ketetapan pengerjaannya dikembalikan kepada pelaku. Banyak melakukan subhat akan mengantarkan seseorang pada perbuatan haram.

Halal, haram, dan subhat melingkupi kehidupan manusia dari semua sisi kehidupannya, bukan terbatas pada makan dan minum yang harus diperhatikan, tetapi cara mendapatkan makanan dan minuman, bagaimana bertindak, bersikap bahkan berpikir harus senantiasa mempertimbangkan hukum yang ada.

Referensi :

Rahman, Afzalur. 2002. Doktrin Ekonomi Islam Jilid II. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa.

Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi Islam. Yogyakarta: GRAHA ILMU.

Chaudhry, Muhammad Sharif. 2012. Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun