Mohon tunggu...
Money

Mengkonsumsi Makanan Halal dan Haram dalam Islam

1 Maret 2019   18:28 Diperbarui: 1 Maret 2019   18:34 2779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Ada empat hal yang terlarang bagi kaum muslimin, yaitu binatang yang mati dengan sendirinya dan binatang yang mati karena diterkam binatang buas lainnya (juga dilarang pada jaman Nabi Musa) darah, daging babi. Orang-orang Yahudi menganggap bahwa babi itu sangat menjijikkan yang dalam Injil (Gospel) digambarkan bahwa Nabi Isa menganggapnya menjijikkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa beliau juga menganggap binatang tersebut tidak halal untuk dimakan. Sementara dalam ayat tersebut juga di katakana bahwa binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Dalam hal ini semua binatang yang di sembelih dengan menyebut nama (bermohon) selain Allah menjadi binatang yang kotor dan haram, tidak boleh dimakan.

Selain dari keempat jenis makanan yang disebut di atas, judi dan arak juga di haramkan oleh Al-Qur'an. Dalam surat Al Maa-idah :

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan ... (Al Maa-idah : 90)."

Dalam ayat ini dinyatakan bahwa semua bentuk khamar itu terlarang termasuk minuman anggur dan semua bentuk perjudian. Diriwayatkan bahwa ketika ayat ini diturunkan, sebuah pengumuman disampaikan di jalan-jalan di Madinah bahwa minuman anggur itu dilarang, dan secara langsung setiap anggur yang ada dirumah kaum muslimin dibuang, sehingga air anggur mengalir di jalan-jalan. Belum pernah terjadi dalam sejarah dunia minuman arak yang telah berurat berakar dalam masyarakat dengan cepat dapat dihapuskan. (Rahman, 2002: 25-27)

Sedangkan yang dimaksud makanan halal adalah makanan yang diperoleh dengan halal (benar). Makanan halal adalah makanan yang diperbolehkan dikonsumsi oleh agama seperti buah-buahan,sayur-sayuran,daging segar,ikan,padi dan susu. Makanan halal adalah makanan yang baik dikonsumsi oleh tubuh serta tidak membahayakan bagi tubuh.

Anjuran mengkonsumsi yang baik dan halal, Allah SWT berfirman :


"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah (2): 168)."

Allah menjelaskan bahwa Dia maha pemberi rezeki kepada seluruh makhluk-Nya. Dia menganugerahkan kepada mereka kebolehan memakan makanan yang halal lagi baik, serta melarang mereka memakan makanan yang diharamkan kepadanya (Al-Rifa'i, 1999:267).

Allah menyuruh hamba-Nya yang beriman memakan yang baik-baik dari rezeki yang telah dianugerahkan kepada mereka. Oleh karena itu, hendaklah mereka bersyukur kepada-Nya jika mereka mengaku sebagai hamba-Nya. Memakan makanan halal merupakan sarana untuk diterimanya do'a dan ibadah.

Dalam ekonomi islam konsumsi ada prinsip yang berhubungan dengan makanan haram yang dikendalikan oleh prinsip dasar (Mannan, 1997;45-48) sebagai berikut.

  • Prinsip Keadilan
  • Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari rezeki secara halal dan tidak dilarang hukum. Larangan memakan makanan haram karena membayakan moral dan spiritual, karena seolah-olah hal ini sama dengan mempersekutukan Tuhan. Kelonggaran diberikan kepada orang-orang yang terpaksa, dan bagi orang yang pada suatu ketika tidak mempunyai makanan untuk dimakan.
  • Prinsip kebersihan
  • Harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan. (Suprayitno, 2005: 93-94)

Subhat adalah keadaan sesuatu yang belum jelas statusnya apakah sesuatu itu halal atau haram, sehingga jika seseorang menjumpai sesuatu yang tidak jelas kehalalan dan keharamannya, ia harus bersikap hati-hati, dan bentuk kehati-hatian seseorang dengan menghindarinya. Subhat adalah antara dua sisi halal dan haram, bisa jadi ia lebih dekat kepada yang halal dan atau ia bisa lebih dekat kepada yang haram. Subhat membutuhkan pemikiran tersendiri untuk menentukan statusnya. Subhat juga bisa tergantung pada seseorang, artinya ke-subhat-an berlaku kepada orang tertentu tetapi tidak bagi orang lain. Maka dari itu, subhat bisa disimpulkan sebagai sesuatu yang sangat subjektif. Kategorisasi subhat tidak bisa ditetapkan sebagai sesuatu yang haram atau yang halal. Lebih tepat jika subhat mempunyai status sendiri, subhat adalah subhat yang ketetapan pengerjaannya dikembalikan kepada pelaku. Banyak melakukan subhat akan mengantarkan seseorang pada perbuatan haram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun