Mohon tunggu...
Unu Nurahman
Unu Nurahman Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 Leuwimunding Kabupaten Majalengka dan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Prodi Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Sebelas April Sumedang

Guru Penggerak Angkatan 2 Pengajar Praktik PGP Angkatan 6 dan 9 Sie, Humas Komunitas Guru Penggerak Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Coaching dalam Pendidikan Yang Memerdekakan

29 Maret 2024   08:57 Diperbarui: 29 Maret 2024   10:05 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: UNU NURAHMAN

GP Angkatan 2 dan PP Angkatan 6/9

SMAN 1 Leuwimunding Provinsi Jawa Barat

Pendidikan yang memerdekakan pada hakikatnya pembelajaran berpihak atau berpusat kepada murid (student-centered learning) yang sudah dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara (KHD) sejak tahun 1922 di perguruan Taman Siswa. Dalam pembelajaran ini, murid memainkan peranan penting dengan bimbingan guru. minat, gaya, dan kesiapan belajar siswa ditempatkan sebagai prioritas sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan (joyful learning).

KHD lebih lanjut menyatakan bahwa pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (uiterlijke vrijheid) yaitu kemiskinan dan kebodohan. Sedangkan pendidikan mengarah pada memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (innerlijke vrijheid) yaitu otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik. Pendidikan hendaknya disesuaikan dengan kodrat alam yang berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan anak berada serta kodrat zaman yang merupakan muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks sosial budaya di Indonesia.

 

Sebuah praktik baik dalam pendidikan yang memerdekakan setidaknya harus memenuhi 3 kriteria yaitu berpihak kepada murid atau sesuai dengan kebutuhan murid yang didasarkan kepada empati kepada murid. berdampak kepada murid atau dengan kata lain ada bukti nyata perubahan positip yang dirasakan oleh murid dan bisa ditiru /direduplikasi (dapat dirasakan oleh lebih banyak murid).

 

Berkenaan dengan hal di atas, coaching memainkan peranan yang sangat penting karena membuat murid merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensi yang dimilikinya.  Pendidik sebagai coach harus memberikan tuntunan dan arahan agar murid (coachee) tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya melalui pertanyaaan pertanyaan efektif dalam suatu komunikasi asertif.

International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai suatu bentuk kemitraan antara seorang pendamping (coach) bersama dengan klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif. Dari definisi ini, ada 3 kata kunci yang dapat diambil yaitu kemitraan (partnership), memberdayakan (empowering) dan optimalisasi.

 

Coaching memiliki perbedaan dari beberapa penerapan bimbingan seperti mentoring dan konseling. Perbedaannya tampak dari cara penerapan seperti pada mentoring yang identik pada pelaksanaan dengan tujuan yang berbeda yakni membagikan pengalamannya untuk membantu mentee. Sedangkan dalam konseling, seorang ahli (konselor) membantu langsung konseli. Implementasi coaching tidakah membantu secara langsung akan tetapi mengarahkan

coachee untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan memaksimalkan potensinya.

Tahapan TIRTA yang terdiri dari  menentukan Tujuan, Identifikasi masalah, Rencana aksi, serta penerapan hidup dengan Tanggungjawab atas rencana aksi yang sudah dikemukakan sebelumnya adalah metode yang  sering digunakan dalam coaching. Metode ini dikembangkan dari model coaching sangat terkenal yaitu GROW yang merupakan singkatan dari Goal (tujuan), Reality (kenyataan), Option (pilihan) dan Will (keinginan).

Ada 4 jenis percakapan yang berbasis coaching yang harus kita perhatikan. Pertama, percakapan untuk perencanaan (planning conversation). Hal ini biasanya dilakukan sebelum memulai pendampingan kepada coachee atau bisa juga sebelum coachee memulai atau terlibat dalam sutau kegiatan atau tugas. Coach menanyakan tujuan perencanaan, ukuran keberhasilan, dan apa yang harus dikembangkan lagi dari suatu program.

Kedua, percakapan untuk pemecahan masalah (problem solving conversation). Percakapan ini terjadi ketika mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan suatu masalah. Coach mengajak coachee mendeskripsikan masalahnya, memikirkan gagasan penyelesaian dan mengkonklusikan apa yang didapatnya.

Ketiga, percakapan refleksi (reflection conversation) yaitu percakapan dimana coach menanyakan kepada coachee apa yang dirasakan, apa yang timbul dari perasaan itu dan apa yang diperoleh dari percakapan itu. Keempat, percakapan kalibrasi  (calibration conversation). Hal ini dilakukan ketika coachee ingin mengetahuin perkembangannya terhadap suatu kinerja. Coach meminta coachee menilai hal-hal baik yang sudah dilakukan dan menyimpulkan apa yang dilakukan berbeda di kemudian hari.

Keberhasilan coaching setidaknya  akan ditentuan oleh kompetensi yang dimiliki oleh seorang coach sebagai berikut. Pertama, mendengarkan aktif. Seorang pendengar aktif tentunya akan menghindari judgement, asosiasi, dan asumsi serta dapat menangkap emosi coachee. Kedua, pertanyaan berbobot (pertanyaan efektif) yaitu pertanyaan terbuka yang timbul dari proses mendengarkan. Ketiga, memberdayakan coachee. Dalam konteks ini, coach akan membantu coachee membuat rencana aksi spesifik, mendorong ide dari coachee pada saat berbagi pengalaman.

Disamping itu, komunikasi asertif sangat penting dalam sebuah coaching. Secara singkat, komunikasi asertif merupakan kemampuan untuk mendengar perspektif orang lain dan mengekspresikan dirinya dengan jujur dan penuh rasa hormat. Dalam Komunikasi asertif terdapat pernyataan atau ide-ide secara jelas dan dengan penuh rasa percaya diri, tanpa merasa bersalah. Komunikator asertif lebih melihat ke dalam diri seseorang (misalnya memahami perasaan dan tujuan sendiri dan lain-lain), bertanggung jawab (terhadap apa yang dipikirkan, perilaku, dan lain-lain) dan jujur (menyajikan pesan verbal dan non-verbal secara konsisten).

Artikel ini hanya memaparkan secara singkat tentang penerapan coaching dalam pendidikan yang memerdekakan. Namun demikian, saya berharap semoga ini dapat menginspirasi para guru untuk mengoptimalkan potensi siswa sehingga terlahir Profil Pelajar Pancasila: pelajar sepanjang hayat (life-long learner) yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME) dan berahlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun