Mohon tunggu...
Umi Lathifah
Umi Lathifah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sampah Hati

11 Juli 2017   06:49 Diperbarui: 11 Juli 2017   06:51 1364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Seorang laki-laki yg berbeda paham dengan seorang Guru mengeluarkan kecaman dan kata-kata kasar, meluapkan kebenciannya kepada Sang Guru.

Sang Guru hanya diam, mendengarkannya dengan sabar, tenang dan tidak berkata apa pun.

Setelah lelaki tersebut pergi, si murid yg melihat peristiwa itu dengan penasaran bertanya,  _"mengapa Guru diam saja tidak membalas makian lelaki tersebut?"_

Beberapa saat kemudian, maka Sang Guru bertanya kepada si murid,  

_"Jika seseorang memberimu sesuatu,  tapi kamu tidak mau menerimanya, lalu menjadi milik siapa kah pemberian itu?"_

_"Tentu saja menjadi milik si pemberi"_, jawab si murid.

_"Begitu pula dengan kata-kata kasar itu",_ tukas Sang Guru.

_"Karena aku tidak mau menerima kata-kata itu, maka kata-kata tadi akan kembali menjadi miliknya. Dia harus menyimpannya sendiri. Dia tidak menyadari, karena nanti dia harus menanggung akibatnya di dunia atau pun akhirat ; karena energi negatif yg muncul dari pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan hanya akan membuahkan penderitaan hidup"._

Kemudian, lanjut Sang Guru, _" Sama seperti orang yg ingin mengotori langit dengan meludahinya. Ludah itu hanya akan jatuh mengotori wajahnya sendiri. Demikian halnya, jika di luar sana ada orang yg marah-marah kepadamu ... biarkan saja ... karena mereka sedang membuang SAMPAH HATI mereka. Jika engkau diam saja, maka sampah itu akan kembali kepada diri mereka sendiri, tetapi kalau engkau tanggapi, berarti engkau menerima sampah itu."_

_"Hari ini begitu banyak orang di jalanan yg hidup dengan membawa sampah di hatinya ( sampah kekesalan, sampah amarah, sampah kebencian, dan lainnya )... maka jadilah kita orang yg BIJAK"_

Sang Guru melanjutkan nasehatnya :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun