Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Tragedi dan Benda Mati atau Bagaimana Kita Ada

17 Maret 2018   07:40 Diperbarui: 17 Maret 2018   21:21 2415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Rumahku.com

Berkali-kali ia mencoba membenturkan kepalanya ke dinding dan selalu diselamatkan ibunya.

"Seperti kematian yang tidak pernah kita ketahui saat dan bagaimana dia datang, kehidupan di sana sama adanya. Kita hanya bisa berharap, cara meninggal yang tragis itu adalah pertanda hidup mereka akan bahagia dari ketika bersama-sama, Nak."

Tapi si bungsu terlanjut dibekap histeria. Ia berubah gila dan berbahaya bagi dirinya sendiri.

Rumah itu kini berhuni dua jiwa yang harus disusui dan ditidurkan, selain dibersihkan dari berak dan kencing. Seorang perempuan muda gila dan perempuan yang berusaha menyamarkan rambut yang terus memutih. Ibu.

***

Aku rasa kebutuhan itu salah. Seharusnya, aku butuh latar belakang yang bahagia, bukan?

Bahwa kita adalah jemuran yang hidup di pekarangan yang luas. Dengan penghuni sebuah rumah yang setiap hari diisi dengan tawa dan kejutan-kejutan ceria. Mula-mula seorang perempuan datang membawa cucian, lalu perempuan yang lebih muda menggantikannya. Sementara perempuan yang pertama sedang bercengkrama dengan bayi di dalam kereta, perempuan yang kedua membereskan pakaian kotor sambil berdendang. Mungkin lagu Judika dan istrinya atau Pasha Ungu dengan istrinya. Karena, sekurang-kurangnya, dua artis itu belum bercerai.

Sepanjang cucian dijejerkan di tubuh kita, tak ada gumam-gumam yang resah atau kalimat yang berusaha ramah dengan kesedihan.

Juga, anak lelaki yang dulu rajin kesiangan, kini telah menjadi bapak muda yang berwibawa. Ia selalu terjaga tengah malam dan mengganti pempers yang kotor sementara istrinya nyenyak dengan senyuman. Ia selalu berhasil mengalahkan kantuk, pagi bekerja dan pulang tepat waktu. Ia pun sudah mengurangi asap rokok berkejaran dalam rumah. 

Ia selalu mencium kening ibu dan istrinya dan mengatakan, "Lelaki dimulai hidupnya dengan asuhan kasih perempuan. Kelak, kau akan bekerja untuk berusaha membalas semua itu, Nak. Tapi kau harus tahu, kau dan aku tak pernah bisa membalasnya. Tumbuh dengan sehat dan bersaksilah bahwa aku adalah ayahmu yang bertanggungjawab. Yang membuat ibu dan nenekmu bersyukur telah memiliki kita," kepada bayinya. 

Sementara dua saudaranya yang perempuan, telah pula bersuami orang-orang yang mencintai keluarga. Mereka masih hidup di kota yang sama. Setiap pekan mereka akan berkumpul dan merayakan syukur kecil bersama-sama kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun