Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Korban Propaganda

20 September 2017   09:08 Diperbarui: 20 September 2017   17:43 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: id.aliexpress.com

Sementara di sebelahnya, yang terpisah tiga deret bangku, Igor tahu kumpulan Anastisia cs sedang menatapnya dengan kehendak melumat lekas-lekas.

Aku tak pernah membangun permisalan di kepalaku tentang Igor. Maksudku, untuk apa? Aku juga ingin seperti Igor yang kala melintas dengan kesegarannya yang tak pernah lelah itu, semua detak jantung perempuan berhenti. Termasuk kepala program studi yang sudah sepuh dan sering kesulitan mewarnai kukunya yang selalu serupa pelangi.

Tapi anganku ini berhenti dan berubah di kubangan mual.

Igor ternyata hanya sibuk menggambar kartun sepanjang pengajaran membosankan berlangsung. Kartun berseri tentang pemain bola berambut gaya Harajuku dengan kemampuan selayaknya Master Kungfu. Dia pasti tidak pernah tahu, kebesaran Jepang menyimpan trauma di mana-mana, termasuk terhadap Tiongkok. Maka jangan pernah bertanya siapakah IP Man padanya. Sia-sia, yang dia tahu hanya dongeng Tsubasa.

Hanya ada dua golongan manusia yang hidup di sekitarku selama kamar yang sumpek kutinggalkan. Golongan Igor atau Anastasia. Belajar di perguruan tinggi kini kuhadapi dengan semangat minimalis. Yang penting lulus. Begitulah keseharianku yang sementara memilih berserah.

Oh iya, aku belum lagi cerita siapa aku.

Sebenarnya aku tidak pernah benar-benar sendiri. Atau, kau jangan membayangkanku serupa sosok dengan keinginan memiliki ruang untuk sendiri agar bisa tahu seberapa ku butuh kamu. Hahaha, aku tak se-eksistensialis itu. Selow, kawan.

Kumpulanku adalah orang-orang yang datang dari jauh. Persisnya pinggirannya pinggiran. Orang-orang yang sejak masih dalam buaian dipasoki kepercayaan bahwa hanya lulusan kampus terkenal yang boleh mengubah masa lalunya.

Ayahku menjual sehektar lahan pertanian dan ibu membuka warung kelontong di halaman rumah. Seorang kawan kumpulanku lebih mengenaskan lagi. Ayahnya kini terjerat lintah darat di kampung dengan kebanyakan diisi orang tua yang bekerja pada ladang-ladang kopi. Ada juga yang ayahnya harus menjual tenaga kepada tuan tanah selama lima tahun dengan imbalan seluruh biaya perkuliahan anaknya ditanggung si tuan tanah.

Karena itu, kau boleh langsung curiga, kumpulan seperti ini adalah mereka yang bertarung menggugurkan daftar sedih nasibnya sendiri. Selebihnya, kau tak perlu menambah dengan argumen-argumen sok filosof! Kau sudah melihat sendiri bukan? Ketika kamu berjuang untuk masuk di kampus terkenal, hanya ada dua kesuksesan: Igor or Anastasia Way's.

There is no alternative, kata sebuah slogan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun