Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Bersama Menjaga Fungsi Sosial Rumah Sakit

23 September 2017   16:35 Diperbarui: 24 September 2017   02:41 5960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Freepik.com/Pressfoto)

Khusus pada bencana dan kejadian luar biasa, maka biaya yang timbul akibat penanganan Gawat Daruratnya menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Maka bagi RS, kondisi demikian lebih ke soal menambah kapasitas dan tenaga untuk menanganinya. Sedangkan terkait bakti sosial kemanusiaan, rasanya sudah jamak dilakukan oleh RS sejak lama. Hanya pada era JKN, bentuknya berubah karena layanan bakti sosialnya diusahakan sekali agar tidak bertabrakan dengan manfaat JKN yang sudah dijamin.  

Pasal 6 UU RS 44/2009:

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk :

h. menjamin pembiayaan pelayanan kegawatdaruratan di Rumah Sakit akibat bencana dan kejadian luar biasa;

Terkait pelayanan gawat darurat, biasanya masalah baru mulai timbul ketika memang perlu penanganan lebih lanjut setelah kondisi gawat darurat bisa distabilkan. Misalnya pasien membutuhkan rawat inap di bangsal, atau di ruang intensif, atau dirujuk ke RS yang lebih mampu menangani. Pada kondisi demikian, tentu harus dipahami bahwa beban RS juga berat dan harus mempertahankan kondisi keuangan agar RS tetap beroperasional. Perlu kesepahaman dan tidak tergesa-gesa agar tidak timbul salah paham ketika kondisi memang mengharuskan perawatan lebih lanjut. 

Tapi kok kadang ditemukan perbedaan perlakuan tiap RS menghadapi kondisi tersebut?

Kembali, ada kewajiban juga bagi RS untuk tetap mempertahankan bisa operasional demi pelayanan kepada masyarakat. Pada prakteknya, terutama sebelum era JKN, menghadapi kenyataan bahwa pasien tidak bisa membayar biaya perawatan di RS, adalah hal yang dapat disebut sebagai rutin terjadi. Dalam arti, bukan sesuatu yang jarang, atau langka terjadi. 

Menghadapi kondisi demikian memang tidak mudah bagi RS. Dalam banyak kasus, RS akhirnya memutuskan "membebaskan sebagian atau bahkan seluruh biaya" karena memang nyatanya tidak mampu membayar, adalah juga kejadian yang tidak jarang terjadi. Hanya memang RS memilih untuk tidak mempublikasikan kondisi-kondisi yang demikian. Maka perlu sekali komunikasi efektif agar tidak timbul salah paham dalam pelayanan kesehatan agar para pihak dapat saling memahami kondisinya.

Di era JKN, sebenarnya masalah-masalah terkait biaya ini sudah banyak terbantu. Pasien tidak lagi harus terbebani soal "uang bekal ke RS" karena sudah masuk dalam skema JKN. Apalagi dalam keadaan darurat, tidak lagi harus mengikuti alur rujukan berjenjang. Bahkan bisa juga ke RS yang belum bekerjasama. Beban kemudian lebih banyak beralih ke RS. Harus secara cermat menghitung agar mutu terjaga tapi biaya efisien. 

Sebenarnya, dari hari ke hari, hampir secara rutin, RS menghadapi situasi yang tidak mudah. Skenario yang sering terjadi: datang pasien sendirian, bahkan kadang dari luar kota, tidak memiliki kartu jaminan apa-apa, bahkan kadang KTP saja tidak membawa, uang juga tidak ada. Padahal dia membutuhkan pelayanan yang seringkali tidak sedikit biayanya. Pada kondisi seperti itu, RS tidak ada pilihan lain: tetap dilayani, sambil berusaha kontak ke Dinas Sosial. Biayanya? Cenderung menjadi beban RS. 

Ambulan gratis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun