Mohon tunggu...
Muhammad Fatkhurrozi
Muhammad Fatkhurrozi Mohon Tunggu... Insinyur - fantashiru fil ardh

Pengamat politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bubarkan Gerakan Radikal Khilafah?

18 Januari 2016   20:19 Diperbarui: 29 Maret 2016   08:03 7232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu terorisme kembali nge-hits. Bom Thamrin pada 14 Januari lalu disebut-sebut akibat ulah kelompok Islam radikal transnasional, ISIS. Segelintir orang kemudian mengait-ngaitkan terorisme tersebut dengan kelompok yang menyerukan tegaknya khilafah di Tanah Air, yakni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Lalu, sebenarnya, apakah radikalisme itu? Benarkah ormas radikal -yang mengusung ide khilafah- mengancam Indonesia?

[caption caption="acara HTI di GBK 2013"][/caption]

Radikalisme

Kata radikal berasal dari kata radix yang dalam bahasa Latin artinya "akar". Dalam kamus, kata radikal memiliki arti: mendasar (sampai pada hal yang prinsip), sikap politik amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan), maju dalam berpikir dan bertindak (KBBI, ed-4, cet.I, 2008).

Jika boleh kita kembalikan kata radikal kepada pengertian asalnya, maka kata tersebut sebenarnya bersifat ‘netral’, tidak condong kepada sesuatu yang bermakna positif atau negatif. Positif atau negatif tergantung dengan apa kata radikal itu dipasangkan. Contoh misalnya “muslim radikal”, maka artinya adalah seorang muslim yang sangat memegang prinsip hidupnya sesuai dengan keyakinannya yakni agama Islam. Dimana baik secara keyakinan, ucapan dan perbuatan semuanya dikembalikan kepada agama Islam sebagai bentuk prinsip hidupnya. Namun bukankah memang demikian sikap seorang muslim seharusnya?

Soal radikalisme, Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya, Dr. Imran Mawardi MA, mengatakan, istilah radikalisme sengaja dibuat oleh Barat untuk menghancurkan umat Islam. Sebab, pasca keruntuhan Komunisme (Uni Soviet), satu-satunya ideologi yang menjadi ancaman paling menakutkan bagi dunia Barat adalah Islam. (Hidayatullah.com). Islam radikal disematkan kepada pihak-pihak yang lantang menentang nilai-nilai Barat (seperti kapitalisme, sekularisme dan demokrasi), yakni mereka yang menginginkan formalisasi penerapan syariah Islam, dan ingin menegakkan Khilafah Islam. George W. Bush sendiri sudah mewanti-wanti agar dunia Barat -juga antek-anteknya- berhati-hati pada kelompok yang ingin menegakkan khilafah; seperti yang bisa dilihat di [Youtube link]. Obrolan bule-bule tentang khilafah juga masih banyak, lihat di [1]. Barat berharap agar segala macam usaha ummat Islam untuk hidup dalam naungan super-state ala Islam tersebut dapat kandas dengan memanfaatkan efek peyoratif "Islam Radikal".

Benarkah mengancam?

Berkutat dalam masalah istilah tentu kurang bijak. Oke kita masuk ke bagian yang substansial, "benarkah kelompok (ormas) Islam radikal mencancam Indonesia?"

Bicara soal ormas radikal di Indonesia, tentu tidak mungkin kita bicara ISIS (karena ISIS bukan ormas resmi di Indonesia :D). Maka kita ambil 1 contoh yang memang disebut "ormas" resmi di Indonesia, yakni Hizbut Tahrir Indonesia (yang paling lantang dan paling 'dibiarkan' meneriakkan ide khilafah). HTI diheran-herankan oleh sebagian masyarakat mengapa ormas radikal tersebut bisa bebas berkegiatan menyebarkan "ideologi khilafah" (terakhir Mei-Juni 2015 mereka mengadakan acara akbar di GBK dan di 35 kota besar lainnya). 

Hizbut Tahrir (“Partai Pembebasan”) didirikan 1953 di Al Quds, Palestina. HT dari awal menyebut dirinya partai politik, bukan sekedar gerakan dakwah. Sifatnya yang kosmopolit dan internasional (juga transnasional), membuat HT berada di mana-mana. Di Indonesia HT eksis dengan legalitas sebagai organisasi massa dengan nama HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Sebagai gerakan politik dan da'wah, HT mengambil garis perjuangan dengan mencontoh perjuangan Nabi SAW dalam mendirikan negara di Madinah, intelektual dan tanpa kekerasan [2 & 3], hal tersebut sudah umum diketahui masyarakat. Di berbagai kesempatan, "demo" HTI selalu berjalan damai. HTI juga akrab dengan polisi. Di beberapa kota besar, HTI menyabet penghargaan polisi setempat kategori ormas paling tertib. 

Soal mengancam atau tidak, boleh kita mengacu pada pembahsan "resmi" Departemen Agama Republik Indonesia dalam hasil penelitian Balitbang Diklat Kemenag. Publikasi tersebut pernah dimuat di situs Balitbang Diklat Kemenag tertanggal 23 Juli dengan titel, “Perlukah Risaukan Gerakan Keagamaan Transnasional di Indonesia?” [4]. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun