Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bebas dari Kebencian adalah Kemerdekaan Sejati

3 Desember 2019   05:30 Diperbarui: 3 Desember 2019   05:34 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ket.foto: bersama teman teman di Medan,kami berbeda,tapi bukan halangan menjalin persahabatan/dokumentasi tjiptadinata effendi

Sedangkan Persahabatan Menjadikan Hidup Penuh Makna

Rasa iri hati dan kebencian,secara tanpa sadar secara perlahan tapi pasti,akan membelenggu pikiran dan hati kita,sehingga tidak dapat lagi berpikiran jernih dan jauh dari kegembiraan hidup. 

Iri hati dan kebencian,tidak hanya melukai orang lain,tapi juga sekaligus melukai hati sendiri ,sehingga tidak lagi dapat menikmati hidup . Suasana hati yang galau ,yang dinodai oleh iri hati dan kebencian,menyebabkan orang menjalani hidup dengan penuh kemurungan.

Sekecil apapun kejadian,yang dirasakan mengganggu dirinya,sudah mampu memantik luapan emosi,yang dapat membakar hangus apapun yang ada di sekelilingnya. 

Orang yang suasana hati yang kering dan pikiran yang sudah terdistorsi oleh beragam masalah hidup yang sudah bercampur aduk,sudah tidak dapat lagi memisahkan mana yang patut dan mana yang keliru. 

Hati yang gersang dan kering dari rasa kasih sayang,adalah ibarat semak belukar yang kering  kerontang.Sehingga  sepotong puntung rokok yang tercampak  ,dapat membakar berpuluh hektar hutan dan ladang.

Yang pada intinya, rasa ketidak puasan,bercampur aduk dengan kemarahan ,serta kebencian, hanya menanti pemicunya , untuk dapat meledak dan membakar apa saja yang ada di sekitarnya.

Ironisnya justru, percikan api atau "puntung rokok" yang masih berapi ini tidak hanya dilemparkan oleh orang orang yang pola pikirnya dangkal,malah tidak sedikit dilakukan oleh orang yang dianggap sebagai tokoh masyarakat. Orang yang seharusnya menjadi contoh teladan,justru menjadi penyebab terjadinya sara.

Mencegah Sara Dimulai Dari Diri Sendiri dan Keluarga 

Sebesar apapun rasa kepedulian dan rasa empathy diri terhadap jatuhnya korban akibat  sara,tentu harus dimulai terlebih dulu dari diri kita sendiri. 

Yakni dengan selalu mawas diri, menjaga sikap dan perilaku ,serta tutur kata yang ditampilkan dalam berinteraksi dengan masyarakat yang majemuk maupun  yang dikedepankan dalam tulisan .

Hal ini menunjukkan  sejauh mana kesungguhan hati kita untuk ikut berperan mencegah terjadinya sara.Karena sebuah contoh nyata,jauh lebih bernilai dari seribu khotbah . 

Seribu Sahabat Terlalu Sedikit,Seorang Musuh Sudah Terlalu Banyak

Quote diatas terkesan sudah usang dan basi.Mungkin karena sejak jaman jadul dulu sudah terlalu sering diucapkan ,sehingga seakan maknanya sudah meluntur tergerus perjalanan waktu.Padahal sesungguhnya ,tetap uptodate untuk dijadikan filosofi hidup sepanjang masa. 

Dengan hati yang terbebas dari iri hati dan kebencian,maka dengan mudah kita bisa bergaul dengan siapa saja dan menjalin hubungan persahabatan 

Diterima dengan tangan dan hati yang terbuka di manapun kita berada,sungguh merupakan harta tak ternilai. Setidaknya hal ini kami rasakan,selama lebih dari sepuluh tahun berkelana berkunjung ke lebih dari 150 kota,dari Sabang hingga ke Merauke.

Menjadi sahabat semua orang,tanpa membedakan suku ,budaya dan agama. Kata kuncinya hanya satu,yakni >"membebaskan hati dari rasa iri dan kebencian"

Sebuah renungan di pagi cerah ini,

New South Wales, 3 Desember, 2019

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun