Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

UN dan Kecurangan

15 April 2014   13:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:40 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Siswa mengikuti ujian nasional SMA/SMK sederajat. (KOMPAS/ASWIN RIZAL HARAHAP)

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi. Siswa mengikuti ujian nasional SMA/SMK sederajat. (KOMPAS/ASWIN RIZAL HARAHAP)"][/caption]

TAK bisa dimungkiri. Bahwa dalam setiap UN – Ujian Nasional – selalu ada kecurangan. Ini menyedihkan. Meski tak pernah persis diketahui berapa persen yang berbuat curang. Walau ini bibit-bibit yang akan terus mengejar hingga kapan pun. Sebab, itu bagian dari sejarah.

Tujuh tahun lalu, sebagai jurnalis saya mengikuti acara persiapan try out menjelang UN. Sebagai yang bertanggung jawab di tingkat wilayah itu, Kepala Dinas Pendidikan memberikan “wejangan” kepada Kepala-Kepala Sekolah. Biasa, normatif. Hingga kemudian masuk ke wilayah bahasa “politik” Kepala Daerah.

“Kita amankan UN kali ini.”

Hasil dari try out di tingkat kabupaten itu, bisa dibilang: jeblok. Namun bahasa Kepala Dinas indah nian: Itu lebih baik. Sehingga kita bisa mengukur kekurangan kita. Untuk kita perbaiki di tahap kedua try out nanti.

Saya tak lagi meliput daerah itu. Hingga kemudian UN berlangsung, dan hasilnya memuaskan untuk tidak menyebut mencengangkan. Betapa tidak, sebagai daerah tingkat dua yang saya liput itu, bisa mengalahkan daerah-daerah “maju”. Intinya: nomor satu peringkatnya.

Saya yang hanya bertandang, mendapat masukan yang cukup valid. Termasuk dari beberapa pejabat karena ia teman dan tetangga. Bahwa hasil UN itu karena rekayasa dan masif. “Sekarang Universitas Terkenal di provinsi kita memonitor daerah ini,” ungkapnya. “Dan sekarang menjadi ketakutan bersama hingga Kepala Daerah.”

Penasaran juga. Lalu sebagai nyamuk pers, kasak-kusuk. Hasilnya, lumayan. Kepala Dinas yang sudah saya kenal itu mengelak dengan berbagai alasan. Bahkan tangan kanan Kepala Dinas, Kepala Sekolah salah satu SMA Unggulan yang juga saya datangi berkilah serupa. Di mana ada anak didiknya yang mendapat nilai sempurna dengan bahasa eufisme-nya diindahkan. Bukan nilai 10. Tapi ya hampir sempurna.

UN tahun ini, ditengarai tak lekang dari kecurangan. Bahkan Menteri M. Nuh menengarai dan memegang data nama daerah-daerah hitam. Luar biasa. Apalagi jika akan dilakukan sanksi. Semisal Program Bantuan Strategis Pendidikan, bisa distop.

Saya teringat. Program ICW yang mendidik anak-anak di lingkungan SMA sederajat untuk belajar tidak menyontek. Karena ini bisa menjadi embrio untuk berbuat curang atawa korupsi di masa mendatang bagi mereka sebagai generasi muda yang mestinya biasa jujur.

“Kemendikbud harus berani umumkan daerah yang rawan melakukan kecurangan UN agar bisa dievaluasi di tahun berikutnya,” kata pengamat pendidikan dan Anggota Koalisi Pendidikan, Lodi Paat.

Betapa repot mendidik bangsa ini, memang. Namun semestinya generasi muda tidak meniru para koruptor. Yang boleh jadi, sejak di bangku sekolah senang nyontek, curang dan berbohong kepada diri sendiri. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun