Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Andai Kau Ingin, Aku Hilang

4 Desember 2019   16:22 Diperbarui: 4 Desember 2019   16:38 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Segala pemberianmu aku tanggalkan demi sebuah kemesraan yang tabu. Aku tinggalkan sapa, kata, bahkan dekapan yang sering menjadi wujud dari sebuah rasa. Berjalan menyusuri lorong kebodohan yang dingin, gelap, bahkan senyap. Sebelum engkau benar-benar mencampakkanku demi terwujudnya hasrat pribadi.

Kata-kata selalu dan selalu saja menjadi alasan seolah aku tak mengetahui bahwa engkau sesegera mungkin akan membuangku, setelah kau titahkan hamba untuk mengembara. Kau akan pungut raga yang sudah renta, atau error hanya untuk menyalakan bara api keabadianmu, apakah itu menghiburmu? Apakah jeritan-jeritan yang sengaja kau buang itu terdengar merdu?

Kata-kata subjektif dengan makna barangsiapa seperti sebuah penciptaan yang disengaja sebagai sebuah bentuk peringatan. Namun, dengan pongahnya kau seenaknya berkata bahwa barang siapa yang diberi petunjuk, takkan ada yang mampu menyesatkannya, pun dengan barangsiapa yang disesatkannya, maka takkan ada barangsiapa lain yang mampu memberinya petunjuk.

Benar dan sangat-sangat nyata bahwa aku hanya milikmu. Segala wujud cinta itu aku buang hanya demi berusaha mendekatimu. Sekalipun aku tahu juika itu menyakitkan. Kau berikan segala jurus-jurus persilatan agar sanggup melawan "ambyar"-nya ketidaksetiaan, ketidakjujuran, bahkan kemunafikan. Rasa yang sengaja ditanam untuk mencinta sesama hamba, sengaja kau sembunyikan dalam kalam yang kelam. Sebegitu cemburukah engkau jika aku memiliki sesuatu yang aku cinta sesungguhnya juga oleh karenamu?

Bodohlah aku telah membunuh diriku sendiri. Segala strategi penyalahgunaan kekuasaan yang terpentaskan dalam panggung sandiwara semakin menjadi tidak menarik. Karena hembusan nafas ini suatu saat akhirnya hanya terhenti. Hidup mati tak ubahnya kau mainkan layaknya saklar lampu disko untuk menghiburmu saja.

Sejenak kau mbombong/manjakan aku dengan nikmat-nikmat,kau bukakan segala kesuksesan, padahal akhirnya hanya akan menyiksaku. Lantas, bagaimana aku tidak merasa berputus asa? Dan ketika bosan, tinggal kau matikan saja aku. Bermesraan dengan yang lain. Kau campakkan aku dalam diam dan enggan berkata-sapa lagi denganku. Perangai cuek itu sungguh lebih menyiksa daripada murka yang diungkapkan secara langsung.

Kasih, aku sungguh tidak tega dengan mereka yang selalu saja mengaku paling mencintaimu, namun mereka tidak mendapatkan ketulusan kecuali rasa benci atas kebenaran pemikirannya. Engkau disulap menjadi maha tega yang seolah selalu memisahkan yang baik dan yang salah, yang ahsanu taqwim ataupun asfala safilin, yang beriman atau kafir.

Padahal, di atas tanah yang dibawhnya mengalir sungai-sungai keabadian, musnah sudah segala sekat itu. jika aku katakan kata "Kun" yang kau ajarkan, semuanya pasti dengan sekejap tercipta. Namun, sudah tidak ada lagi hasrat terlebih keinginan. Cinta yang kau tanam dan kau tumbuhkan, hanya menumbuhkan ketidaktegaan, meski kau selalu pupuk dengan kesenyapan dan ke-ambyar-an. "Hei, para kekasih Tuhan, tegakah kau mendengar jeritan dan tangisan dari kobaran api itu?"  

Namun, aku hanya percaya bahwa engkau lebih mengetahui apa yang tidak aku ketahui dan sudah semestinya tidak aku mengerti karena batasan-batasan itu. Apa kehendakku selalu menjadi salah jika menyangkut egoku. Kehendakku juga kehendakmu. Bahkan aku dipaksa untuk tidak dapat memberikan petunjuk kepada siapapun, karena engkaulah yang akan memberikan cinta itu sesuai kehendakmu. Tuhan, jika segala ungkapan itu membuatmu senang, aku rela. Dan kelihatannya hanya bisa rela dan ikhlas, bahwa hidup dan matiku juga demi dirimu.

Hanya saja, aku juga sangat percaya bahwa engkau-lah yang maha mencinta pun maha pengasuh. Sekalipun, suatu saat nanti semua hanya mengajarkan perpisahan dan selamat tinggal. Tapi, itu hanyalah salah satu jalan untuk menuntaskan rindu dalam pertemuan yang sejati. Jadi, jika saat ini kau ingin, aku hilang, dan akan lenyap. Meski engkau tahu, sebenarnya aku hanya berpura-pura sembunyi di balik asa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun