Mohon tunggu...
Sustri Saragih
Sustri Saragih Mohon Tunggu... -

Write it...!

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dampak Media Khususnya Tayangan Kekerasan Terhadap Anak

1 Juli 2013   12:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:10 2389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Beberapa hari yang lalu saya pergi ke bioskop bermaksud untuk menonton film yang saya sukai,tapi malangnya tiket sudah terjual habis. Jadi saya memutuskan untuk menonton film yang lain, yang namanya tidak etis untuk disebut dalam tulisan ini. Singkat cerita, saya duduk di bagian tengah tempat duduk dan di depan saya ada orang tua yang membawa serta dua orang anaknya yang masih kecil ikut menonton film tersebut. Film pun kemudian di putar. Adegan film langsung menggambarkan seorang pembunuh yang mengejar korbannya kemudian menghujamkan benda tajam berulang kali ketubuh korban tersebut, ceceran darah deras keluar dari bekas hujaman tersebut. Potongan tubuh korban yang terpisah di close up membuat darah saya berdesir. Selang waktu 20 menit menonton, saya kelur dengan menggigil dari tempat itu karena saya merasa film itu terlalu sadis dan menakutkan. Setelah berada di luar bioskop saya bertanya di dalam hati, mengapa ada orang tua yang tega mengajak anaknya menonton film yang seharusnya tidak dikonsumsi oleh anak-anak?

Mungkin tidak hanya saya yang pernah berada pada kondisi seperti ini, saya yakin anda juga pernah menemuinya. Mungkin tidak di situasi publik seperti bioskop, tetapi yang lebih privat seperti di lingkungan rumah. Sering sekali kita melihat anak yang ada di sekitar kita menyaksikan siaran yang menyajikan sinetron yang diperuntukkan bagi orang dewasa, iklan-iklan yang meningkatkan sisi konsumtif, dan juga film atau tayangan yang berbau agresi/kekerasan tanpa dampingan orang tuanya.

Tayangan berbau kekerasan memang sulit dipisahkan dari industri hiburan. Lahan ini begitu diminati oleh banyak orang sehingga menjadi sarana untuk mencari penghasilan bagi para produser, pengelola TV, maupun sutradara. Sulit untuk mencari siapa yang harus bertanggung jawab atas masuknya tayangan kekerasan ini dalam industri hiburan. Tetapi satu hal yang pasti bahwa tayangan ini berdampak besar khususnya pada anak. Tindakan yang bisa kita lakukan adalah meminimalkan pengaruh tayangan tersebut. Mengetahui dampak tontonan yang berbau kekerasan terhadap anak mungkin dapat membantu kita untuk lebih memahami kondisi ini dan menemukan solusinya.

Menonton tayangan berbau kekerasan dapat menimbulkan bahaya bagi anak. Beberapa bahaya yang dapat terjadi pada anak yaitu bahaya emosional terkait dengan amarah. Kalau anak terlalu banyak mengalami/melihat emosi yang kurang baik dan hanya sedikit mengalami emosi yang baik/menyenangkan maka hal ini akan mengganggu pandangan hidup dan mendorong perkembangan yang kurang baik. Bahaya yang juga besar adalah bahaya terhadap penyesuaian pribadi dan sosial berupa ketidakmampuan untuk melakukan empathic complex yaitu suatu ikatan emosional antara individu dan orang-orang disekitarnya. Penelitian terhadap anak menonton televisi menunjukkan bahwa kegiatan ini menimbulkan pengaruh yang baik seperti meningkatnya pengetahuan dan meluasnya minat. Tetapi di sisi lain kegiatan ini dapat menyebabkan kurangnya latihan, ketegangan saraf, tidak dapat tidur, bertambahnya agresi dalam bermain dengan anak lain, menerima pola-pola perilaku tidak sosial sebagai norma (Hurlock, 1980).

Selain hal yang telah dipaparkan di atas, anak juga dapat melakukan proses belajar dari tayangan kekerasan yang disaksikannya. American Heritage Dictionary mendefenisikan belajar sebagai perilaku untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, atau penguasaan melalui pengalaman atau belajar. Sedangkan Gregory A. Kimble berpendapat bahwa belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam potensi perilaku yang muncul sebagai hasil dari latihan yang dikuatkan (Olson, 2009). Ketika anak menyaksikan tayangan kekerasan, anak melihat kemudian belajar dari tayangan tersebut. Anak mulai mengadaptasi cara-cara/perilaku yang disajikan oleh tayangan tersebut tanpa menyadari apa yang dilakukannya. Anak melihat bagaimana aktor dalam tayangan tersebut menyelesaikan masalahnya atau cara apa yang dilakukannya untuk memperoleh apa yang diinginkannya. Para aktor berkelahi, saling pukul, membunuh, dan akhirnya memperoleh kepuasaan dan kemenangan. Cepat atau lambat pesan-pesan tayangan kekerasan ini memberikan memori dapat mempengaruhi perilaku anak kedepannya.

Banyak proses belajar dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan. Setiap respon yang diikuti oleh penguatan stimulus akan cenderung untuk diulangi dan sebuah stimulus penguat adalah setiap hal yang dapat meningkatkan kemunculan respon yang diinginkan. Budaya yang berbeda menguatkan perilaku yang berbeda pula. Lingkungan anak juga menguatkan perilaku apa yang muncul pada anak (Hurlock, 1984). Setiap kita memiliki kecenderungan untuk mempertahankan apa yang kita miliki dengan segala segala cara, termasuk dengan cara kekerasan. Namun ilmu pengetahuan, norma, ataupun budaya lingkungan membantu kita untuk dapat mereduksi hal ini dan belajar untuk mempertahankan sesuatu dengan cara yang baik atau sopan. Hal ini berbeda tentunya dengan apa yang terjadi dengan anak. Anak masih berada pada tahap mengenali konsep baik atau buruk, salah atau benar, boleh atau tidak. Anak belum seutuhnya menginternalisasi nilai-nilai baik atau norma yang ada dilingkungannya. Sehingga tayangan kekerasan ini menjadi salah satu sumber yang tanpa disadari oleh anak dapat memperkuat perilaku anak tersebut. Anak mendapat penguatan bahwa perilaku kekerasan tersebut benar dan sah dilakukan pada orang lain dan pada akhirnya mulai mempraktekkan kekerasan di lingkungan sekolah atau keluarganya.

Hal ini juga dapat dijelaskan oleh law of exercise. Law of exercise terdiri dari dua bagian yaitu, 1). Koneksi antara sebuah stimulus dengan sebuah respon dikuatkan ketika mereka digunakan. Dengan kata lain, melatih/meningkatkan koneksi antara situasi yang memunculkan dengan respon akan meningkatkan koneksi antara keduanya (Law of use), 2). Koneksi antara situasi dan respon akan diperlemah ketika proses latihan dihentikan (Law of diuse). Artinya, ketika anak terus menerus disajikan stimulus berupa tayangan kekerasan maka respon yang ditunjukkannya berupa perilaku kekerasan akan semakin bertahan pada anak.

Dari paparan diatas, kita mengetahui bahwa tayangan yang menampilkan kekerasan sangat berbahaya bagi anak-anak. Coba bayangkan apa yang terjadi pada dunia inijika semua penghuninya saling sikut, dorong, tendang, bahkan saling menjatuhkan. Apa yang terjadi jika generasi penerusnya selalu melakukan kekerasan untuk mendapatkan hal yang diinginkannya. Apa yang akan terjadi jika semua orang tidak lagi belajar untuk mengkomunikasikan perasaannya dengan baik dan dengan gampang melakukan kekerasan pada orang lain agar permintaannya dituruti. Oleh sebab itu, mari kita mulai prihatin pada generasi muda penerus bangsa ini. Mari mulai peduli atas masa depan mereka. Mari mulai menciptakan dunia yang aman bagi pertumbuhan anak yang merupakan generasi penerus bangsa ini.

Sebagai orangtua, calon orangtua, kakak, ataupun sebagai abang, mari kita mulai menyaring tayangan yang akan disaksikan oleh anak atau adik kita. Mari mulai memilih tayangan yang sesuai dengan tahapan perkembangan mereka, serta mendampingi mereka dalam kegiatan memonton ini karena kegiatan ini juga merupakan proses belajar anak. Hidup anak Indonesia!!.

Daftar Pustaka

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan edisi kelima. Jakarta: Erlangga

Olson, Matthew H. & Hergenhahn, B. R. (2009). An Introduction Theories Of Learning Eighth Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun