"Kamu tahu kan kenapa .. "
" Masih.. ?? "
"Iya, dan selalu hal yang sama.. "
"Kematian.. ??"
Namia tak menjawab, ia hanya mengangguk pelan sendirian di kamarnya sambil menelan air liurnya. Ia benci mendengarnya, tapi itulah kenyataannya. Andai ia bisa mengatur mimpi mimpinya, ia lebih memilih hal hal menyenangkan seperti jalan jalan atau mungkin melihat  hasil dari pertandingan sepak bola agar ia bisa bertaruh dan memenangkan semua taruhannya. Hanya saja...
Namia diam beberapa saat, dejavu itu kembali menghampirinya. Ia seolah pernah mengalami hal ini, dan ia tahu beberapa detik lagi Johan --seorang yang ada di ujung telepon sana- akan memanggil namanya berkali kali, memastikan bahwa Namia masih terhubung dengannya melalui telepon.
"Mia.. mia.. Namia.. Halo halo.. Halo.. Namia.."
Dan beberapa detik lagi..
BRAKKKKKK..... !!!
Suara hantaman keras terdengar oleh Namia dari balik telepon yang di genggamnya. Keras dan sangat keras, di barengi dengan suara teriakan Johan dan suara klakson yang sangat memekakkan telinga yang biasanya keluar dari mobil mobil besar seperti truck yang jumlah rodanya lebih dari empat.
Namia berteriak dalam heningnya, rasa takutnya membuatnya bungkam dan tak bisa bicara. Tubuhnya bergetar hebat, ekspresi lain ketika ketakutannya yang hanya bisa tertahan jauh di dalam batinnya dan tak mampu di keluarkannya.