Apakah pernah berpikir 20 persen sekolah itu dialokasikan untuk anak duafa ?. Karena anak duafa pun mempunyai hak mendapatkan pendidikan ?. Apakah haknya anak duafa hanya boleh sekolah di tempat dimana gurunya saja hanya mendapat honor Rp 350.000,- yang dibayarkan setiap 3 (tiga) bulan sekali ?. Siapa yang peduli mereka ?.Â
Diyakini sekolah berkualitas karena mempunyai standar pendidikan yang menjadi referensinya. Bukan hanya guru-gurunya yang berkualitas tetapi sarana, prasarana (perpustakaan, laboratorium, arena bermain, gedung). Juga lingkungan fisik dan sosial, suasana rasa aman, nyaman, menyenangkan, sistem belajar mengajar yang tidak membosankan tetapi menumbuhkan kreativitas dan kemandirian.Â
Bahkan perhatian guru lebih intensif dalam memperhatikan perilaku anak, karakter, watak dan sikap ketika di sekolah, yang selalu dikomunikasikan dengan orang tua baik secara langsung maupun dengan buku kegiatan harian.
Untuk mewujudkan sekolah berkualitas memerlukan biaya, pikiran, pengorbanan waktu dan tenaga, sehingga kalau di sekolah swasta penuh, biaya itu dibebankan orang tua. Wajar saja kalau sekolah memungut uang gedung, SPP yang lebih tinggi karena mendapatkan "output" melebihi ekspektasi orang tuanya.Â
Apalagi sekolah swasta tersebut mempunyai jejaring (link) tidak hanya lokal, regional tetapi internasional, serta berbagai perusahaan multinasional. Hal ini yang belum menjadi pemikiran di sekolah negeri dengan membuat jejaring untuk menampung lulusannya baik melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi ataupun menjadi karyawan di perusahannya sesuai dengan standar kompetensi yang sudah ditentukan. Â
Yogyakarta, 20 Juli 2019 Pukul 10.41