Mohon tunggu...
Sonta Frisca Manalu
Sonta Frisca Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - I'm falling in love

You are never fully dressed without a smile

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Ini Bedanya Songket Asli dengan Songket Palsu

19 Februari 2016   08:55 Diperbarui: 4 April 2017   16:24 3842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana perasaan Anda ketika sehelai kain songket untuk oleh-oleh Ibunda tercinta ternyata tidak asli alias palsu? Ini sepenggal kisah saya yang sedikit menyebalkan saat berkunjung ke Pulau Lombok bersama dengan Kompasioner dan Humas Kemenko Maritim dan Sumber Daya alam.

Jam menunjukkan pukul 10.00 ketika kami sampai di dusun Sasak Sade Rambitan. Kami pun langsung disambut oleh beberapa guide, putra asli suku Sasak. Setelah mengisi buku tamu, kami langsung diajak oleh seorang guide naik melihat langsung rumah suku Sasak. Dia juga bercerita bagaimana desanya masih sangat berpegang kuat dengan adat istiadat. Pria berkulit gelap yang menggunakan sarung tersebut juga menjelaskan tentang filosofi rumah adat mereka. Dia juga bercerita mengenai tradisi kawin culik di antara sesama misan alias sepupu. Pria itu juga menjelaskan kebiasaan mereka untuk mengepel lantai rumah dengan kotoran kerbau yang masih hangat.

Kami termangu-mangu dengan keunikan tradisi mereka. Nah setelah selesai visit ke seluruh kampung, sang guide menunjuk semacam tempat jualan  berbagai jenis kerajinan suku Sasak yang berada tepat di depan salah satu rumah. Di sana ada berbagai jenis barang yang dijual, mulai dari kain songket, tenun ikat,  kaos, bros, hingga perhiasan mutiara.

Kami para Kompasioner pun langsung mendekat, begitu pula dengan saya. Saya mulai melirik jejeran kain songket. Saya berencana membelikan Mama saya kain songket dari Lombok karena beliau gemar sekali menggunakan kebaya. “Dia pasti senang.” Kata saya dalam hati.

Namun sebelum membayar kain tersebut, saya bertanya kepada guide apakah benar kain songket ini asli home made, bukan buatan pabrik. Sang guide pun menjawab “Benar, suku Sasak mana mengenal pabrik, semua kain di sini dibuat sendiri oleh para perempuan di bagian atas desa.”

 “Masa iya, kok harganya murah?” tanya saya dalam hati. Namun karena saya sangat mempercayai orang-orang suku Sasak yang menurut saya adalah suku yang jujur dan  berkata apa adanya akhirnya saya membayar kain songket tersebut.

Sesampainya di dalam mobil saya menunjukkan kain songket tersebut kepada Humas Kemenko Maritim dan Sumber Daya, Ibu Ida dan Bapak Fauzan. Mereka tampak sungkan berkata jika saya saya sudah membeli songket palsu. Supir kami yang berdarah Bali yang tampak menggebu-gebu mengatakan bahwa benar, songket saya  adalah songket palsu yang harganya hanya puluhan ribu saya.

Saya baru benar-benar yakin jika songket tersebut palsu ketika bertemu dengan penjual suvenir di hotel tempat menginap. Dengan entengnya dia menyodorkan kain songket yang hampir sama dengan milik saya. Dia hanya memberi harga 1/3 dari kain songket yang sudah saya beli. Itu pun masih bisa ditawar.

Mengunjungi  Dharmasetya Lombok

Di pulau Lombok banyak sekali para pengrajin kain Songket. Salah satunya adalah Dharmasetya Lombok. Kami sampai di tempat tersebut di pagi hari. Bapak Ruf, guide Dharmasetya, langsung membawa kami ke semacam rumah panggung,  di mana para perempuan sedang menenun kain songket dengan sangat teliti.

Salah satu bagian dari showroom Dharmasetya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun