Mohon tunggu...
Sita Fajriah
Sita Fajriah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Ada "Jenderal Sudirman" di Wisma Proklamasi

26 November 2016   18:00 Diperbarui: 26 November 2016   18:42 15572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: posmetro.info

Ketika Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memutuskan maju sebagai bacalon Gubernur DKI Jakarta, lingkar elit ibukota langsung bereaksi negatif. Bahkan Ikrar Nusa Bakti sontak mencibirnya sebagai anak ingusan. “Apa warga Jakarta mau memercayai pengelolaan Jakarta dengan seorang yang masih berpangkat mayor?" ungkap peneliti LIPI itu.

Dan AHY hanya tersenyum. Barangkali ia teringat salah satu kisah dalam riwayat sosok panutannya, Panglima Besar Jenderal Sudirman. “Bagi saya, beliau adalah sosok yang begitu tangguh dan tidak pernah kenal menyerah. Itu role model bagi saya,” katanya.

Cibiran Ikrar memang mirip dengan pesimisnya ‘istana’ ketika pemuda Sudirman didaulat sebagai Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Dalam rapat di Yogyakarta, 12 November 1945, para panglima divisi dan komandan resimen memercayai pimpinan puncak militer kepadanya. Sudirman menggungguli Urip Sumoharjo dalam pemungutan suara dua tahap.

Di masa Indonesia masih orok merah itu, nama Sudirman memang masih sayup-sayup. Elit di Jakarta sekadar tahu bahwa Sudirman adalah mantan Daidanco, Komandan Batalyon, PETA di Banyumas. Oleh Letnan Jenderal Urip, ia kemudian diangkat sebagai Komandan Divisi V/Banyumas TKR dengan pangkat kolonel.

Satu-satunya prestasi Sudirman yang terdengar, adalah bersama Iskak Cokroadisuryo, mengambil-alih pemerintahan di Banyumas dari tangan Jepang Residen Jepang Iwashige, dan komandan wilayah Saburo Tamura. Tindakan itu terjadi dengan mulus, tanpa berdarah-darah. Bahkan, senjata dan amunisi yang didapat dari pelucutan kamp Jepang lalu dibagi-bagikan kepada pelbagai divisi militer Indonesia lainya.

Sebaliknya, Urip Sumoharjo bukan orang baru. Ia pensiunan Mayor KNIL. Ia sudah menjejak usia masak, 52 tahun dengan 25 tahun pengalaman di dunia militer profesional. Sebagai golongan tua, Urip tergolong dekat dengan ‘Jakarta’. Sehingga, adalah wajar, saat TKR, dibentuk, Urip didaulat sebagai ‘panglima ad interim’ karena Supriyadi tidak kunjung muncul. Keunggulan ini membuat Urip menjadi sosok terkuat untuk menempati posisi pemimpin utama militer. Nyatanya, panglima divisi dan komandan resimen punya pikiran berbeda.

Kejadian ini menunjukan kealpaan Jakarta yang melihat dari menara gading semata. Padahal, terpilihnya Sudirman tidak dapat dilepaskan dari semangat revolusioner yang sedang bergelora saat itu. Segenap khalayak, termasuk di tubuh TKR, terbakar oleh semangat untuk menjebol dan membangun. Sistem kolonialisme Hindia-Belanda harus digilas. Sistem militerisme Jepang wajib ditindas. Rakyat ingin sesuatu yang baru. Dan Sudirman dianggap lebih merespresentasikan semangat ini ketimbang Urip. Karakter Sudirman yang santun, bersahaja, sekaligus cerdas dan gigih, dinilai sebagai sosok yang tepat untuk memimpin TKR dalam menyongsong semangat revolusioner itu.

Singkatnya, Sudirman melawan kepesimisan itu secara jantan. Ia tidak besar mulut. Sudirman tetap kalem, fokus bergerak dan bertindak. Walhasil, Pertempuran Ambarawa pun membungkam kalangan yang pesimis itu. Dalam kemelut perang, Sudirman dan Urip mulai menata organisasi militer Indonesia yang masih semraut. Elit Jakarta kian menaruh hormat, ketika Sudirman berhasil menyatukan tentara resmi dengan laskar-laskar rakyat ke dalam tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Logika Elit vs Persepsi Rakyat

Hari ini kita saksikan gerak-tindak AHY kian tampak ke arah sana. AHY enggan ambil pusing dengan haters. Serupa Sudirman, AHY menjawab serbuan energi negatif itu dengan kalem. “Kami ini adalah kuda hitam, sehingga semangat kami adalah mengejar ketertinggalan.” Ungkapan ini pun tidak lolos dari penelikungan. Seperti kawanan burung nasar melihat bangkai, haters menyerbu. Ungkapan yang sarat kerendahan hati ini didegradasi menjadi minder dan tidak percaya diri.

Nyatanya, AHY tidak terpancing. Alih-alih mengurusi haters, ia memilih untuk memaksimalkan kinerja mesin-mesin pertempurannya. Visi, misi dan program kerja dirumuskan. Strategi dan taktik disusun. Tim dan relawan dibentuk. Gerilya diperkuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun