Mohon tunggu...
Shelty Julia
Shelty Julia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Salah satu alasan terhambatnya energi terbarukan di desa-desa Indonesia itu...

25 Agustus 2017   23:33 Diperbarui: 25 Agustus 2017   23:33 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

...tidak hanya masalah teknis namun sebagian besar penyebabnya dikarenakan faktor sosial, budaya, politik desa, dan interaksi antar warga. Mungkin sudah puluhan PLTS di Indonesia yang saya kunjungi. Mulai dari on-grid, off-grid, swasta ataupun pemerintah. Tidak sedikit permasalahan muncul di masing-masing lokasi. Bahkan terkadang permasalahan yang muncul cukup ajaib dan di luar dugaan dan kita seringkali menganggap hal tersebut mustahil terjadi dan tidak masuk akal. Memang betul istilah pemerintahan sekarang bahwa blusukan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan dengan terjun langsung ke lapangan. Di salah satu lokasi, permasalahan bermula dari kepala desa yang menjabat saat itu menghibahkan tanahnya untuk digunakan sebagai lokasi pembangunan PLTS. Ternyata, beliau tidak terpilih di pemilu berikutnya dan akibatnya apa? Beliau menarik kembali tanahnya. Tanah yang telah digunakan selama beberapa tahun sebagai lokasi PLTS. Tanah yang dulu konon katanya adalah sebuah "keikhlasan" demi kepentingan warga ternyata telah berubah. Lain lagi di lokasi lainnya. Ada permasalahan mengenai operator yang nakal dan mulai "cerdik" memanfaatkan posisinya. Sebagai informasi, PLTS yang dibangun dengan menggunakan anggaran pemerintah biasanya memiliki batasan konsumsi daya untuk masing-masing rumah. Pengaturan daya dilakukan dengan menggunakan remote pengatur daya. Dahulu, remote ditinggal di lokasi dengan anggapan jika sewaktu-waktu dilaksanakan pesta adat ataupun diperlukan kebutuhan daya tambahan untuk acara yang melibatkan banyak warga, pembatasan konsumsi daya bisa dinaikkan sementara oleh operator. Ternyata pada aplikasinya, beberapa operator ada yang memanfaatkan hal ini dengan menjadi " calo" menaikkan batasan konsumsi daya di rumah warga. Jika hanya 1-2 rumah sebetulnya tidak menjadi permasalahan besar. Masalah muncul ketika rumah yang dinaikkan dayanya sudah terlalu banyak atau bayasan kenaikan daya terlalu besar. Pembangkit tidak mampu menyuplai daya yang dibutuhkan oleh warga dan berakibat pembangkit tidak dapat beropersi secara normal dan akhirnya merugikan seluruh warga desa.Kasus lainnya adalah warga yang mengeluh bahwa listrik tidak mampu menyuplai daya selama 24 jam terus menerus. Ketika kami datangi, ternyata kawasan perkebunan di sekeliling lokasi pembangkit sudah sangat teduh. Sebagian besar panel surya sudah tertutupi oleh pohon-pohon dan tanaman tinggi di sekeliling lokasi. Seketika juga kami ungkapkan bahwa mereka harus melakukan pembersihan tanaman di sekitar lokasi pembangkit kalau ingin listrik dapat disuplay selama 24 jam. Mereka pun bergotong royong membersihkan tanaman di sekitar lokasi. Usut punya usut, ternyata dulu tanaman sekitar tidak diperbolehkan untuk ditebang oleh pemiliknya dikarenakan mereka meminta ganti rugi yang sangat tinggi sehingga sering disebut dengan istilah ganti untung. Nyatanya, setelah kami beri contoh akibat dari ketidakpatuhan mereka, pohon-pohon di sekeliling langsung ditebang habis dan tanpa menuntut ganti rugi. Ternyata semuanya bisa kan tanpa perlu melibatkan duit. Sebenarnya banyak lokasi-lokasi lain yang menyimpan cerita-cerita non teknis yang seru juga. Semoga saya sempat membuat part 2 dari cerita ini...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun