Mohon tunggu...
Iya Oya
Iya Oya Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki

90's

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keselamatan Dunia itu Bukan Soal "Apa Agamamu?"

18 Juli 2017   11:15 Diperbarui: 18 Juli 2017   11:39 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: www.nuga.co

Kalau sudah yang namanya hari raya pasti yang ngucapin "mohon maaf lahir, batin" itu entah siapa-siapa; bukan hanya saudara sesama Muslim tapi juga saudara-saudara non-Muslim.

Ada satu hadits yang barusan saya baca. Ketika itu Rasulullah saw. ditanya: Manakah amalan Islam yang terbaik? Rasulullah kemudian menjawab: Engkau memberikan makanan dan engkau mengucapkan salam kepada orang yang sudah kau kenal dan orang yang belum kau kenal (Muttafaq 'alaih)

Perhatian  saya terarah pada kalimat "orang yang belum kau kenal", dimana ini relevan kalau kita memahaminya dalam konteks saat ini.

Ya, kita memang tidak lagi hidup dalam konstelasi sosial berupa komunitas keagamaan. Dalam rupa kita saat ini, soal gaya hidup, cara berpakaian kita, tak kelihatan jelas lagi siapa yang Yahudi, Kristiani, Islam, Hindu dan lain sebagainya. Ketika kita baru mengenal seseorang, tak akan langsung kita ketahui siapa orang itu maupun apa agamanya. Kecuali, ketika kita menggunakan kostum keagamaan, di situlah baru ketahuan apa agama kita.

Pertanyaannya: kalau ada orang yang mengucapkan salam atau ucapan-ucapan tertentu seperti "mohon maaf lahir, batin" tadi, misalnya, bagaimana saya harus menanggapinya kalau saya tidak tahu agama apa yang dianut orang tersebut? Apa pertama-tama saya harus menanyakan "bro, agamamu apa?" Sedangkan kalau itu saya tanyakan, pastinya akan membuat kesan tertentu pada orang yang saya tanyakan tadi. Inilah susahnya kalau kita melihat seseorang berdasarkan apa agamanya.

Di sisi lain, kalau pun saya mempunyai kesalahan terhadap seorang teman yang berbeda agama, tanpa ada kaitan keagamaan pun saya akan tetap meminta maaf kepadanya. Ini persoalan kemanusiaan dan memang manusiawi. Tapi barangkali persoalan keagamaan memang telah kita pisahkan dari persoalan kemanusiaan. Padahal bukannya agama juga mengajarkan ihwal kemanusiaan? Itu harus dan mutlak. Meminta maaf itu manusiawi karena tanpa diperintah Tuhan pun berdasarkan rasa kemanusiaan kita tetap akan melakukannya. Tidak, Tuhan tidak akan marah kalau kita meminta maaf pada saudara non-Muslim.

Lagipula, soal keselamatan ini kan kita memang sama-sama menghendakinya. Bagaimana perasaan kita ketika seorang teman atau saudara yang berbeda agama hendak pulang dari rumah kita? Kita pasti ingin dia pulang dengan selamat dan mengatakan "hati-hati di jalan ya..." Ini soal keselamatan di dunia, sedangkan kalau sudah menyangkut akhirat, itu sudah beda soal.

Masalahnya, kenapa sih kita tak membahas persoalan yang memang manusiawi? Atau, apa karena kita memahami agama sebagai sesuatu yang intoleran, yang melarang ini-itu secara mutlak? Ah, kitanya saja yang memahaminya secara harfiah. Agama itu kan berisi nilai-nilai dan parameter-parameter? Dimana parameternya tadi? Ini yang mestinya kita gali. Karena kalau kita sudah tahu dimana parameter tadi, kita justru akan menemukan bahwa agama justru membebaskan sisi kemanusiaan kita asalkan tidak melewati batas-batasnya. Kita manusia, kita diberi kebebasan, dan kita mesti tahu mana batasan. Itu kenyataan dan itu diajarkan agama.

Jadi, apa agama memang mutlak melarang atau mengekang sisi kemanusiaan kita? Apa iya agama bersubstansi demikian? Apa kita harus bersikap munafik dan mengabaikan sisi kemanusiaan kita yang memang manusiawi. Apa agama mengajarkan kita untuk bersikap tidak manusiawi dan tak punya rasa kemanusiaan? Lho, kita ini kan manusia? Kok manusia tak punya rasa kemanusiaan? Kok yang namanya manusia menipu dirinya dengan bersikap tidak manusiawi? Lho lho lho, saya jadi bingung kalau begitu keadaannya. Apa agama kasih sayang Tuhan ini hanya kita sampaikan substansinya hanya kepada umatnya saja? Bukannya kasih sayangNya tak terbatas pada segala makhluk, apapun itu?

Ternyata, bahkan kita masih begitu egois hanya mementingkan diri sendiri "menikmati" agama kita sendiri. Ah, saya sih pinginnya kita semua selamat di dunia ini. Bukannya saya tak mau kita semua selamat di akhirat nanti. Saya pun pingin. Tapi masalahnya, Tuhanlah yang berhak dan mutlak membedakan mana-mana saja yang akan masuk pintu ini atau pintu itu. Tak akan semua dari kita selamat di sana. Hanya saja, setidaknya keselamatan itu kita inginkan bahkan kepada orang yang belum kita kenal. Di sini, di dunia ini.[]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun