Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Membaca Kemungkinan Konfrontasi Militer Terbuka Amerika Vs Iran

24 Juni 2019   08:00 Diperbarui: 24 Juni 2019   13:52 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kedua, pernyataan seorang perwira Pengawal Revolusi Iran bahwa sebenarnya, kalau mau, bisa juga menembak jatuh pesawat berpenumpang 38 orang, yang terbang di dekat drone yang ditembak jatuh itu, terkesan seolah mengejek dan sekaligus mengirim pesan gamblang: pesawat musuh tidak akan leluasa terbang di wilayah udara Iran. Jadi jangan coba-coba!

Ketiga, Amerika saat ini tidak memiliki Menteri Pertahanan, sejak James Mattis mengundurkan diri pada Desember 2018. Kemudian Patrick Shanahan yang menjadi Plt (Pelaksana Tugas) Menteri Pertahnan juga meninggalkan kabinet Trump pada 18 Juni 2019. Artinya kebijakan militer terkait penyerangan Iran diambil dalam kondisi ketika para pengambil kebijakan "tidak memenuhi quorum".

Keempat, menarik membaca analisis majalah The Economist (edisi 22 Juni 2019), yang menulis: "Perhaps all this is simply a head-fake from a president who built a business career on bluster (Barangkali semua ini sekedar pikiran-palsu dari seorang presiden yang membangun karir bisnisnya dengan menggertak). Dan kemudian terbukti, gertakan itu tidak mempan untuk para Mullah di Teheran.

Kelima, melakukan serangan militer terhadap Iran, saat ini dan kapan pun, bermakna akan terjadi perang jangka panjang. Iran bukan mangsa yang enteng diterkam, bahkan oleh kekuatan militer sekaliber Amerika sekalipun. 

Begitu genderang perang ditabuh, semua negara di Teluk Persia akan ikut dan/atau terpaksa diikutkan dalam perang, dan itu bisa berlangsung untuk periode yang sulit ditentukan kapan akan berakhir. 

Konsekuensinya, jalur pelayaran distribusi sekitar seperlima minyak dunia yang melewati Selat Hormuz akan terganggu, asuransi pelayaran kapal tanker segera akan merangkak naik.

Jika itu berlangsung lama, dan pasti akan lama, harga minyak dunia akan terus naik. Dan semua itu pasti akan membuat pusing para "manager ekonomi global", termasuk Amerika. No body wants it to happen. Penerbangan sipil global yang padat di wilayah Teluk Persia akan terganggu. Tiket pesawat juga asuransi pesawat dan penumpangnya akan ikut naik. Semua orang menjadi tidak nyaman.

Keenam, terkesan bahwa Iran sengaja memancing Donald Trump untuk menyerang. Sebab Iran tampaknya berpikiran: jika Iran dibuat bulan-bulanan tak bisa mengekspor minyaknya, maka negara-negara produsen minyak lainnya di Teluk juga tak bisa selamanya menikmati keamanan mengekspor minyaknya. 

Dengan begitu, keputusan Trump membatalkan serangan pada hakikatnya adalah kebijakan yang tidak mengikuti ritme yang dimainkan Iran. Penak toh?

Ketujuh, perang dalam skala besar ataupun kecil, di mana pun dan kapan pun, dan antar pihak manapun, selalu memiliki karakter plus-minus: blessing for some and curse for the others (nikmat bagian sebagian orang, laknat bagi sebagian lainnya). 

Dan kemampuan menang dalam suatu perebutan atau pertarungan kepentingan dengan tanpa perang fisik adalah salah satu indikator kematangan dan kearifan seorang penentu kebijakan.

Syarifuddin Abdullah | Den Haag, 24 Juni 2019/ 20 Syawwal 1440H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun