Mohon tunggu...
Roesda Leikawa
Roesda Leikawa Mohon Tunggu... Editor - Citizen Journalism, Editor, Penikmat Musik Instrumen dan Pecinta Pantai

"Menulis adalah terapi hati dan pikiran, Kopi adalah vitamin untuk berimajinasi dan Pantai adalah lumbung inspirasi" -Roesda Leikawa-

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

[8 Tahun Kompasiana] Menjadi Kompasianer dari Timur Indonesia

23 Oktober 2016   07:13 Diperbarui: 23 Oktober 2016   08:34 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Momen terbaik di Kompasiana| Dokumentasi Kompasiana

Usai Sholat Subuh saya buka akun Facebook, ternyata ada pemberitahuan “Kenangan Anda Pada Hari Ini”   lalu saya pun mengkliknya, Facebook sudah mengingatkan saya bahwa setahun lalu tepatnya tanggal 22 Oktober saya pernah memposting ucapan Selamat Ulang Tahun kepada Kompasiana sebanyak tiga kali. Tidak  menunggu lama saya langsung masuk ke Kompasiana karena saya yakin pasti ada kejutan untuk para Kompasianer, dan ternyata benar, di Kompasiana ada blog competition “[8 Tahun Kompasiana] Apa Momen Terbaikmu di Kompasiana?”

Sebagai penulis biasa yang masih ingin banyak belajar, saya pun tak mau melewati kesempatan ini, saya juga ingin menulis momen terbaik saya selama berada dibawah naungan Kompasiana, anggap saja ini sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih, apalagi sudah  banyak momen terindah yang saya temuai sejak menjadi Kompasianer. Momen terbaik saya selama di Kompasiana akan saya jelaskan seperti dibawah ini:

  • Terpilih Menjadi Admin Komunitas

Saya mulai bergabung di Kompasiana sejak tahun 2011 lalu, dan pada tanggal 12 April2015, saat Komunitas Kompasianer Amboina diluncurkan, saya diberi kepercayaan sebagai salah satu admin komunitasnya. Maka tugas dan tanggung jawab terhadap komunitas pun harus dijalankan dengan baik termasuk mengikuti setiap perkembangan serta memberikan motivasi terhadap anggota komunitas.

  • Julukan sebagai Anak Kompasiana

Kami selalu melakukan roadshow ke sekolah dan kampus untuk memperkenalkan Kompasiana, mengajak masyarakat untuk menulis dan berinternet sehat. Sejak itulah saya dan beberapa teman dijuluki sebagai “Anak Kompasiana”. Padahal saya menyadari betul bahwa tulisan saya di Kompasiana masih sedikit (87 tulisan) dan jauh dari kesempurnaan jika dibandingkan dengan penulis hebat lainnya, bahkan sampai saat ini baru 10 tulisan yang jadi Headline dan 40 tulisan menjadi artikel Pilihan, saya sendiri tidak tahu kapan pertama kalinya tulisan saya dijadikan Headline di Kompasiana, yang pastinya salah satu tulisan saya berjudul “Negeri Ema Yang di Lupakan Bangsa” pernah menjadi trending topik selama sebulan di Kota Ambon, sudah pastinya menjadi Headline juga di Kompasiana, hampir setiap hari ada saja teman yang membagikan link tersebut di media social dan menjadi pembicaraan dikalangan aktivis lingkungan, saya bahkan pernah diprotes oleh beberapa orang karena merasa dikritik, tapi itu tidak membuat saya takut dan mundur, karena apa yang saya lakukan adalah benar sesuai fakta dilapangan, saya justru semakin bersemangat untuk menulis kondisi sosial di Maluku.  

  • Ada  Kompasianer di Udara

Singkat cerita, di tahun 2015 setelah Komunitas Kompasianer Amboina ini terbentuk, kami selalu melakukan gerakan internet sehat baik secara online maupun offline, hingga kami pun dilirik oleh RRI pro 2 Ambon, tepatnya tanggal 2 Mei 2015, Ca Yusnita, Bang Shulhan Rumaru dan saya sendiri diundang untuk menjadi Narasumber mewakili Kompasianer Amboina untuk momen Hari Pendidikan Nasional,  saat itu kompasianer Amboina baru berumur 20 hari setelah dibentuk.

Dan pada September 2016 lalu, saya kembali diundang untuk menjadi Narasumber pada acara RRI Pro Dua Morning Show, disana kami lebih banyak diskusi tentang gerakan komunitas dan tulisan-tulisan yang sudah dimuat di Kompasiana. Ini menjadi momen hits buat saya setelah mulai dikenal sebagai penulis kompasiana.

  • Ketika Kompasianer Mendapat Kepercayaan.

Harus diakui bahwa di daerah saya kesadaran masyarakat biasa untuk menulis masih sangat rendah bila dibandingkan dengan orang professional (jurnalis), hal ini menjadi keprihatinan bagi  beberapa pihak untuk melakukan pelatihan jurnalisme warga. Saya bersama ca Yusnita pun beberapa kali mendapat kepercayaan untuk memberikan materi tentang Jurnalisme Warga pada kegiatan Komunitas, selain untuk komunitas Kompasianer Amboina, kami juga diundang oleh Paparisa Ambon Bergerak untuk menjadi Narasumber di Workshop Aplikasi Social Media Untuk Advokasi Sosial dan Jurnalisme Warga, selain itu kami juga dapat kepercayaan dari Majelis Pekerja Harian Sinode Gereja Protestan Maluku untuk menjadi Fasiliatator pada kegiatan Pelatihan Monitoring, Pendokumentasian dan Strategi Analisis Isu-Isu Lingkungan di Tingkat Klasis (Jurnalisme Warga).

Kepercayaan yang diberikan ini berdasarkan apa yang sudah kami lakukan di Kompasiana, bahwa beberapa isu lingkungan yang saya posting di Kompasiana ternyata mendapat reaksi dari masyarakat.

Tulisan-tulisan saya di Kompasiana juga dibaca oleh para konsultan pemberdayaan masyarakat, beberapa dari mereka sering memberi pujian, bahkan saya mendapat kepercayaan dari Koordinator Konsultan Generasi Sehat Dan Cerdas Provinsi Maluku untuk memberikan materi cara penulisan best practice kepada Tim Fasililatator Kabupaten, ini merupakan suatu proses pembelajaran bagi saya, bahwa suatu penghargaan itu tidak hanya diukur dari materi tapi juga kepercayaan atas apa yang sudah kita lakukan. 

  • Sebutan “Kompasianer dari Timur Indonesia”

 “Disini juga hadir kompasianer dari timur Indonesia yang akan menyampaikan unek-uneknya, ada Mbak Roesda dari Ambon”,

Ungkap Iskandar Zulkarnaen dihadapan Bapak Presiden Joko Widodo dan 99 Blogger Kompasiana di Istana Negara (12/12/2015) lalu, Spontang saya kaget mendengar nama saya disebut,“saya maah apaa atuuh mas, kenapa harus saya..?”. Tapi jujur ada rasa haru setelah mendengar kalimat Kompasianer Dari Timur Indonesia, karena itu untuk pertama kalinya saya disebut kompasianer dari timur, namun perasaan haru dan bahagia itu justru menjadi beban moril, bahwa  saya harus melakukan hal baik dari timur dan untuk timur Indonesia, belajar dan tidak cepat puas atas apa yang sudah didapat. Maka pada Kompasianalah saya jadikan kelas belajar untuk memperkaya diri, karena disini bukan tempat untuk menyetor tulisan saja, tetapi juga bertemu dengan banyak orang dari berbagai latar belakang, diskusi dan berbagi pengalaman.

  • Bicara dengan Presiden : Momen Terbaik dan Paling Bersejarah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun