Mohon tunggu...
Rossy Caelum
Rossy Caelum Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mariani

21 Maret 2017   10:47 Diperbarui: 21 Maret 2017   20:00 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak banyak yang tahu perihal desa Sumber Pakis sebagai salah satu pemasok gadis-gadis cantik di Indonesia. Entah karena kalah sohor dengan Bandung atau karena warga desa Sumber Pakis tak ada yang menjelma jadi artis hingga media enggan menyoroti. Sumber Pakis bisa dibilang cukup terpencil dan jauh dari peradaban, siapapun enggan berlama-lama disana. Selain udara yang dingin khas lereng gunung, desa ini juga lumayan jauh dari kehidupan  kota. Akan sangat susah sekali mencari akses komunikasi karena kendala signal yang luar biasa menjengkelkan. Di jaman teknologi yang serba canggih ini, setiap orang  dituntut untuk meninggalkan kebiasan manusia purba seutuhnya. Tapi apalah daya jika penduduknya saja tak kenal apa itu teknologi. 

Masa bodoh dengan teknologi, yang penting ada makanan untuk hari esok, entah milik tetangga yang harus mereka jarah sekalipun. Kebodohan masih merajalela memang, akan tetapi tak membuat warganya hingga kehilangan moral. Pencurian, perselingkuhan, hamil di luar nikah, dan mabuk-mabukan bukanlah hal luar biasa yang bisa menyebabkan sakit jantung lalu mati, hanya cukup untuk membuat kepala pusing saja. Namun tak pelak banyak bidadari yang dilahirkan di sana, menjadi sasaran pemuda desa lain untuk dipinang. Memang tak sebanyak Bandung dan tak secantik Syahrini, namun cukup membuat beberapa lelaki dari luar kota rela melangkahkan kakinya ke Sumber Pakis. Salah satu bidadarinya memiliki nama Mariani.

Mariani kembang desa Sumber Pakis. Cantik, putih, rambutnya panjang dan tidak pernah terpoles dengan warna-warna aneh mengerikan yang sering orang-orang sebut make-up. Tubuhnya tinggi semampai bak model ibu kota. Matanya bulat dan polos, masih suci lahir batin. Perangainya baik, mirip malaikat namun tak bersayap. Senyumnya menggetarkan jiwa. Tuhan sangat adil. Fisiknya memang sempurna didamba pemuda-pemuda desa, tapi hidupnya sangatlah menyedihkan. Tinggal berdua bersama nenek tua renta yang bahkan menelan makanannya sendiripun kesusahan. Orang tuanya terlebih dahulu menghadap Yang Kuasa saat dia masih mengenakan popok, Si Mbok lah yang bertanggung jawab merawat dan membesarkannya. Sungguh malang nasib Mariani, kini Si Mbok  terbaring lemah menunggu ajal menjemput. Dokter tak mampu menyembuhkan, sudah parah katanya. Mariani berusaha kuat, dengan tekad sekeras baja pergi mengadu nasib ke kota untuk kesembuhan Si Mbok. Biarlah diri sengsara asal nenek bisa melihat dunia lebih lama. Tipikal gadis pujaan.

Expectasi tidak sesuai realita, begitulah ungkapan anak muda jaman sekarang. Yang diimpikan tak sesuai dengan realita didepan mata. Tak pernah terpikir dalam benak polos Mariani jika mencari pekerjaan dikota sama susahnya seperti menguras sumur pakek Aqua. Selain capek, susah lagi. Sudah satu minggu terlantar di kota Jakarta, dengan berbekal uang celengan macan pemberian Si Mbok  waktu bayi tapi tak ada satu lowongan pun yang mau menerimanya. Mariani sempat pusing, padahal tidak melamar menjadi direktur ataupun karyawan swasta yang membutuhkan titel atau  apalah namanya. Lhawong dia hanya ngelamar jadi pembantu kok ya susah amat. Dari seminggu yang lalu rumah gedongan yang Mariani datangi musti menolak, katanya gak butuh pembantu lah, takut dimalingin lah. Duh gusti, mana ada juga maling secantik Mariani, daripada jadi maling mending Mariani jadi tukang begal. Lebih ekstrem pikirnya.

“Duh Gusti. Gimana ya kabarnya si mbok? Sudah makan belum to yo? Mbah Sarmi pasti merawat mbok dengan baik. Aku ndak boleh terlalu banyak mikir”

Mariani bingung pol. Apa salah ya kalau dia pergi ke kota? Niatnya kan baik, Cuma mencari kerja lagipula dia selama ini kan baik hati dan tidak sombong tapi kenapa yak kok dia tidak dapat-dapat pekerjaan? Sambil makan di pinggir jalan, Mariani ngelamunin nasib yang tak kunjung membaik tapi tiba-tiba ada seorang tante-tante yang jatuh di depan matanya.

“Lhoalah Gusti, sampean ini kenapa to mbak??”

Mariani kaget setengah mampus, baru kali ini ketemu orang berdarah-darah gitu. Ngeri kan ya, lagi enak-enak makan juga.

“Tolong saya mbk”. Bukan hanya kakinya saja yang berlumuran darah tapi wajah dan tubuhnya juga nampak kuyu. Kasihan sekali

Mariani tak tega melihat orang sekarat di depan mata, jiwa malaikatnya terguncang ingin menolong. Mariani pun menuruti kata hatinya. Hitung-hitung cari pahala.

“Saya bantu berdiri mbak, saya bawa ke kos mau ya mbak??”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun