Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Cuci Otak Bisa Memberikan Manfaat Positif?

30 Mei 2017   08:13 Diperbarui: 6 Juni 2017   15:42 1056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (youtube.com)

Brainwash menurut Dictionary. Cambridge.Org mempunyai arti,  "to make someone believe something by repeatedly telling them that it is true and preventing any other information from reaching them".Terjemahan bebasnya adalah "membuat seseorang percaya bahwa sesuatu itu benar dengan berulang kali mengulang tentang sesuatu itu dan mencegah orang itu untuk memperoleh informasi lain".

Salah satu kunci sukses adalah mindset yang positif. Dengan melakukan cuci otak mandiri sebenarnya kita bisa merubah mindset yang negatif menjadi positif. Saya melakukan hal ini, walau hasilnya tidak spektakular namun setidaknya bisa membantu saya bisa bersyukur terhadap kehidupan.

Setiap hari saya mengulang-ulang tentang apa yang ingin saya tanamkan ke alam bawah sadar. Baik dengan menulis ulang maupun pada saat saya berdoa. Saat ini saya sudah mulai bisa mengatakan bahwa hidup saya sudah selesai. Tidak mau lagi diperbudak uang, jika hanya mampu makan di warteg saya akan makan di warteg. Tidak mampu membeli mobil, saya menggunakan transportasi online dimana perlu dan mampu dan lainnya.

Hidup saya menjadi lebih tenang dan mungkin bisa dikatakan lebih bahagia dibanding pada saat saya masih bekerja demi mengejar kekayaan. Apakah ini hanya pembenaran atas sebuah kegagalan? Terserah Anda untuk menilainya.

Dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya kita menghadapi berbagai hal yang bisa dikatakan sebuah usaha untuk mencuci otak kita. Misalkan jika kita berulang-ulang menonton/mendengar/membaca iklan tentang sebuah merek produk, secara tidak sadar keunggulan merek produk tersebut masuk ke bawah sadar kita. Pada saat kita membutuhkan produk tersebut mungkin secara tidak sadar akan memilih merek produk  yang sering beriklan tersebut.

Pengalaman saya, hal ini terjadi. Malah terkadang bukan hanya saat saya membutuhkan produk tersebut, karena bombardir  iklan muncul keinginan membeli walaupun tidak butuh. Contoh sederhana adalah ada sebuah resto ayam goreng yang sedang membuat lomba blog di Kompasiana. Karena sering membaca artikel tentang resto ayam goreng tersebut, saya membayangkan kenikmatan ayam goreng originalnya hehehe. Sudah beli dan makan.

Cracked.com, dalam ulasannya yang berjudul " 6 Creepy Brain Washing Techniques that You Can Use today". Mengatakan salah satu teknik cuci otak adalah pengulangan, dengan berulang kali mengulang pendapat kita (walaupun tidak masuk akal) bisa membuat orang percaya. Tidak perlu sampai menggunakan teknik yang ekstrim dengan penggunaan obat dan penyiksaan, kita bisa dicuci otak hanya dengan berulang-ulang diberikan informasi yang sama

Gerakan radikal seperti ISIS dan lainnya sangat memahami teknik ini, mereka menggunakan internet untuk membuat orang percaya bahwa paham radikal adalah paham yang benar. Menggunakan media Facebook, Website, Blog, Vlog, Youtube dan lainnya berulang-ulang menyebarkan informasi yang sama. Lama kelamaan orang yang mempunyai karakter lemah akan terpengaruh. Setelah percaya mereka akan berusaha bergabung, cuci otak berlanjut dan akhirnya dengan sangat bangga mengambil peran sebagai pengantin bom.

Generasi muda adalah target gerakan radikal. Generasi milenial sangat paham teknologi,  mudah terpapar dengan paham radikal. Generasi yang masih mencari jati diri dan cenderung memberontak akan sangat mudah terpengaruh jika tidak memilki teladan yang kuat. Baik dalam keluarga maupun lingkungan.

Peran orang tua menjadi sangat penting.

 Zaman saya remaja, tempat mencari informasi hanyalah koran,  buku, radio dan televisi, orde baru masih berlangsung sehingga informasi yang diperoleh sudah disaring agar sesuai dengan keinginan penguasa. Sekarang mayoritas anak muda memiliki smartphone yang terkoneksi ke internet, apakah mungkin orang tua bisa mengontrol informasi apa yang anak mereka dapatkan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun