Kalian akan menangkap suasana kesegaran bila berada di tempat ini. Dikelilingi ladang tanaman hias beralur aliran air dari limpahan yang menyeruak lepas. Rumah-rumah penduduk menyembul seperti bergandengan erat. Pohon pinus merangkul cemara beranakpinak berjejeran menjulang di bukit belakang.Â
Kondisi cuaca di sekitaran Situs ini seringkali berubah cepat, maklum saja karena masih di kawasan lembah gunung Lawu. Bila awalnya menampilkan nuansa redup tetiba kemudian cerah. Disebabkan kabut datang tanpa permisi, langit berhias mendung abu-abu mendekat gelap, dan pelan tapi pasti matahari tahu-tahu menyibak keras. Berubah-ubah.
Angin sesekali memberi jejak dengan semilir disekujuran badan. Burung-burung beterbangan menari di sekitaran situs. Serangga mendengung kencang mengikuti gerak kepalaku. Mengganggu. Lumut bertimbulan meluas di hampir pelataran bak permadani Persia. Seekor semut mencoba mencabik di atasnya. Â
Tembok setinggi dada mengitari sebuah sesajen yang dihamparkan dialtar batu kecil depan arca. Sedangkan di luar, aktivitas warga desa terlihat semarak. Jauh dari jangkauan mistis. Anak-anak kecil berlarian sambil melemparkan petasan. Gembira ria.Â
Begitulah, Ramadan pagi itu-Rabu, 29 Mei- saya mengiris waktu untuk menyambangi tumpukan bebatu dengan beberapa arca yang didirikan. Ketika datang, hal pertama yang saya lakukan adalah lapor kepada penjaga situs. Seorang pemuda aku temui sedang asik dengan notebooknya. Di dalam juga terlihat seorang anak usia belasan teronggok tidur pada sebuah balai.
"Monggo mas, menawi badhe mersani", jawabnya ramah
Jam digital masih menunjuk di posisi sembilan pagi lebih banyak. Tapi aktivitas masyarakat desa Nglurah sudah sedemikan masif. Pandangan mata disuguhi tanaman hias di halaman tiap-tiap rumah. Pot-pot tertata rapi. Beberapa pembeli sedang membincangkan sesuatu. Negosiasi harga?
Itu memang pasti, karena desa Nglurah mengklaim sebagai sentra tanaman hias. 130 jenis tanaman hias dibudidayakan disini. Jelujur rapi berwarna warni akan kita temui bila kita menuju situs Menggung. Â
"Sak karepku to"