Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Jadi Penonton di Rumah Sendiri

3 Mei 2014   08:25 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:55 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Drama pada semifinal leg kedua kompetisi Eropa 2013/14 telah berakhir. Real Madrid akan menghadapi tim sekota, Atletico Madrid di final Liga Champions. Satu wakil Spanyol lainnya, Sevilla bertemu dengan Benfica di final Liga Europa. Menarik mencermati perjalanan keempat tim tersebut untuk melaju ke final.

Sebab, mereka sukses melaju ke final usai berpesta di kandang lawan. Madrid menghantam Bayern Muenchen di Fussball Arena, skor 4-0 setelah laga pertama di Santiago Bernabeu unggul 1-0. Agregat 5-0. Begitu juga dengan Atletico yang mengeliminasi Chelsea di Stamford Bridge, skor 3-1 usai imbang tanpa gol di Vincente Calderon. Agregat 3-1.

Dari kasta kedua Eropa, Sevilla memang ditekuk Valencia di Mestalla, skor 1-3. Namun, pada laga pertama di Ramon Sanchez Pizjuan, mereka unggul 2-0.  Meski kalah Sevilla tetap lolos ke final karena unggul gol tandang dibanding tuan rumah. Dengan demikian, musim ini ada tiga tim Spanyol yang melenggang di dua partai puncak kompetisi Eropa.

Yang mengenaskan justru dialami Juve. Jawara Seri A itu, harus tersingkir secara menyakitkan. Skuat asuhan Antonio Conte gagal mencetak gol saat menjamu Benfica di Juventus Stadium. Sementara, di Estadio do Sport, mereka takluk 1-2. Alhasil, fan Juve hanya bisa menyaksikan penggawa Benfica berpesta di kandang mereka.

Sementara, para pemain Juve tertunduk lesu meratapi kegagalan ini. Pemandangan kontras itu menjadi ironis. Sebab, 14 Mei nanti, Juventus Stadium justru akan jadi tempat perhelatan final Liga Europa musim ini. Alih-alih dua pekan mendatang turut merebut trofi, Andrea Pirlo dan kawan-kawan malah jadi penonton di rumah sendiri!

Ada apa dengan Juve? Mungkin, itulah yang ada di benak pencinta sepak bola, khususnya tim asal Seri A Italia. Maklum, meski Liga Europa hanya kompetisi “sempalan” dari UEFA. Namun, dalam satu dekade terakhir, gaung turnamen yang dimulai sejak 1971 ini tak kalah menariknya dibanding Liga Champions.

Memang, harus diakui, tersingkirnya Chelsea dari Atletico sangat mengejutkan. Terutama karena secara materi dan pengalaman, Chelsea lebih unggul ketimbang Atletico. Apalagi, mereka dilatih Jose Mourinho yang kapasitasnya di kancah Eropa tak diragukan lagi. Jadi, ada semacam keanehan melihat “tim sekelas” Atletico melaju ke final. Kok bisa?

Begitu juga dengan Muenchen. Tersingkirnya raksasa asal Jerman itu bisa dikatakan sebagai “bencana” di dunia sepak bola. Pasalnya, Muenchen berstatus sebagai juara Liga Champions musim lalu dengan rekor “Treble Winners”. Apalagi, mereka diperkuat pelatih sekaliber Josep Guardiola yang kenyang prestasi saat mengarsiteki Barcelona.

Penulis sendiri yang memang pengagum sepak bola taktik ala tim Seri A, sampai tidak habis pikir. Bagaimana mungkin, tim sekelas Muenchen dengan materi pemain yang wahid harus kebobolan empat gol tanpa balas oleh Madrid. Bahkan, itu terjadi di kandang sendiri yang lebih menyakitkan ketimbang saat mereka mengganyang Barcelona di Camp Nou (3-0).

Hanya, di kolong langit ini tiada yang tak mungkin. Hal itu berlaku dalam sepak bola ketika tim yang tidak diunggulkan berbalik menjadi pemenang. Kebetulan, posisi tersebut terjadi pada Madrid dan Atletico yang dalam semifinal lalu, oleh para pengamat cenderung ditempatkan sebagai “Kuda Hitam”.

*     *     *

Jago Kandang

Namun, lebih tragis lagi adalah Juve. Sah-sah saja bila banyak yang menyebut mereka sebagai tim jago kandang. Alias, “Si Nyonya Tua” hanya hebat di kompetisi domestik. Dalam hal ini Seri A. Sedangkan di Eropa, Juventus lebih sering gagal ketimbang berhasil. Bayangkan, sejak didirikan pada 1 November 1897, mereka sudah 29 kali juara Seri A.

Tapi, berapa gelar Liga Champions yang diraih tim asal kota Turin itu? Dua. Ya, baru dua trofi “Si Kuping Lebar” yang didapat Juventus. Sungguh bisa dikatakan nelangsa mengingat raihan itu sama dengan yang dimiliki tim kasta kedua di Eropa. Misalnya, Benfica, Porto, atau Nottingham Forest.

Prestasi Juve di Liga Champions malah masih jauh dari dua tim sekota Milan. FC Internazionale mengoleksi tiga gelar yang terakhir musim 2009/10. Sedangkan AC Milan lebih hebat lagi, tujuh trofi yang menjadikan mereka absah sebagai “Pangeran Eropa” di bawah Madrid (sembilan).

Perjalanan buruk musim ini menjadi pelajaran bagi manajemen Juve. Tersingkir di fase grup Liga Champions, terliminasi di semifinal Liga Europa, dan tersisih di perempat final Piala Italia. Hanya di Seri A saja mereka berpeluang meraih trofi musim ini sekaligus yang ketiga beruntun sejak 2011/12.

Namun, harus sampai kapan Juve terus jemawa di kandang sendiri (Seri A) dan di ajang Eropa, khususnya Liga Champions melempem? Ibarat kuda pacu, langkah mereka sudah tertinggal jauh dari beberapa rival di benua biru, bahkan Italia.

Bagi fan Juve, sebelum menjawab rasa penasaran itu yang baru akan terlihat pada final Liga Champions 2014/15 di Berlin dan Liga Europa 2014/15 (Warsawa). Ada baiknya untuk bersama menyaksikan final Liga Europa musim ini di Juventus Stadium. Ya, duduk manis di layar kaca menyaksikan mantan pemain Juventus yang juga duta final Liga Europa, Ciro Ferrara saat pengalungan medali.

*     *     *

- Jakarta, 3 Mei 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun