Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Tergigit Dinginnya Udara Sibolangit

21 September 2017   22:29 Diperbarui: 22 September 2017   19:17 3259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pusat permainan Hillpark menyajikan taman bermain yang bukan berbasis alam di Sibolangit, Green Hill, Desa Bandar Baru Kabupaten Deli Serdang. Pembangunan saat ini masih terasa lambat, tetapi dipastikan ke depan kebutuhan akan lahan dan pembangunan akan mungkin mengakibatkan kerusakan pada alam yang masih lestari. Foto: medantourtravel.com

Perjalanan dari Bandara Kualanamu di Kabupaten Deli Serdang ke Berastagi di Kabupaten Karo, Sumatera Utara memakan waktu dua jam jika arus lalu lintas normal. Artinya, arus kendaraan menuju Berastagi lancar. Itu informasi yang didapatkan dari sopir soal perjalanan yang akan di tempuh.

Tetapi harapan akan jalan yang lancar tidak terwujud. Sejak memasuki Kota Medan, Jalan Sisingamangaraja, arus lalu lintas sudah memaksa kendaraan merayap di kecepatan 10 Km per jam. Jalan menyempit di sebagian badan jalan, ada perbaikan dan peningkatan kualitas jalan. Contra flow yang dilakukan polisi, tidak banyak menolong. Jarak yang seharusnya ditempuh selama 10 menit, menjadi satu jam. Begitulah, pembangunan selalu memberikan dampak "buruk", meskipun sifatnya hanya sementara. Itu kalau tidak mangkrak.

Setelah tiga jam lebih perjalanan dari bandara, yang dimulai jam sebelas, perut mulai protes. Berangkat subuh dari rumah untuk mengejar pesawat jam 07.50 pagi, penulis terpaksa melewatkan sarapan. Makanan di pesawat tidak cukup mengganjal perut.

Jam telah menunjukkan pukul 14.05. Tiba di Sibolangit, kami pun mampir di salah satu restoran yang menyediakan makanan nasional. Demi menghargai sopir yang tidak makan makanan khas Batak. Jalan yang berkelok-kelok mempercepat rasa lapar, rasanya.

"Perjalanan ke Berastagi sekitar 30 menit lagi", ujar Mas Prio, sang sopir. Prio adalah seorang Pujakesuma. Putra Jawa Kelahiran Sumatera. Ketika ditanyakan soal itu, Prio hanya bertukas bahwa dirinya orang Medan saja. Bapak beranak dua ini tidak paham lagi adat leluhurnya. Logatnya juga sudah murni logat Medan.

Selamat datang di Sibolangit!
Ketika membuka pintu mobil yang membawa kami, tiba-tiba udara dingin menyergapp kulit. Lebih dingin dari udara di mobil yang berpendingin. Udara dingin ini benar-benar menyegarkan. Sibolangit yang terletak di ketinggin sekitar 700 meter di atas permukaan laut masih menyajikan udara sejuk.

Udara sejuk yang dikecap menjadi istimewa karena udara sejuk sudah lama hilang di Kota Jakarta tempat penulis tinggal. Air yang menyentuh kulit ketika cuci tangan seperti es yang menyentak. Lebih dingin dari udaranya. Wajah dibasuh dan rasa segar segera mengalir. Dinginnya air seperti menusuki kulit wajah yang kering karena pending udara di mobil dan pesawat.

Wajar saja udara masih dingin. Di samping ketinggian yang dimiliki, Sibolangit yang terletak di kaki Gunung Sibayak sangat masih hijau. Pepohonan sepanjang jalan masih berdiri tegak. Hutan rasanya masih terawat. Di kiri jalan terlibat jurang tertutup pohon. Kulit bumi masih tertutup rapat. Bukit-bukit di kejauhan terlihat memiliki tutupan pohon. Bahkan di punggung bukit di kejauhan, kabut masih menyelimuti. Padahal sore masih beberapa jam lagi.

Terbayang sebuah pertanyaan soal mengapa bukit-bukit itu masih hijau dan tertutup rapat. Pertanyaan yang berawal dari ingatan akan keadaan alam yang "gundul" di wilayah perbukitan Bandung Utara, Jawa Barat.

Khawatirnya, nanti dengan perkembangan dan pembangunan, maka akan terjadi perambahan hutan yang masif. Bukankah daerah Utara Bandung juga dilindungi, tetapi tetap saja perambahannya massal. Hotel-hotel telah berdiri di puncak-puncak bukit. "Ini hanya menunggu longsor saja terjadi. Ini merupakan bom waktu," tukas seorang rekan yang kebetulan bekerja di sebuah kementerian di Jakarta dalam satu kesempatan melakukan perjalanan ke wilayah itu.

Jika itu terjadi, maka kerusakan alam yang akan tercipta. Tetapi jika alam tidak memberikan kesejahteraan kepada rakyat yang tinggal di sekitarnya, apakah alam menjadi tidak berguna? Tuntutan akan pembangunan di Sibolangit mulai terasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun