Tersaruk di matamu yang lapuk, masih ada sisa cinta untuk direguk, setelah hari berlari dari ketiadaan, masih ada kerlip itu sebagai dian, sebelum hujan terburu memadamkannya.
Kucoba menyusun puzzle yang terserak, dari perbedaan menuju penyatuan, dari persamaan menjadi pembekuan, lirih sekali kau berkata ada yang ganjil harus digenapkan, setelah kita menyusun gelap sebelum lelap.
Katamu, perbedaan bukan untuk disatukan, persamaan mesti tak dibekukan, karena yang beda itu berkah, ketika harus melengkapi, adalah aroma kasih tak bertepi.
Dalam bandul waktu, aku mencoba, mengurangkan yang lebih, menambahkan yang minus, ketika aku tersadar menyiram matamu yang lapuk, memaksa ego harus takluk.
Ujungakar 052019