Mohon tunggu...
Reza Nurrohman
Reza Nurrohman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

manusia yang terus bertumbuh. tidur dan makan adalah hal yang lebih menyenangkan sebenarnya namun berkerja merupakan kewajiban saya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan featured

Mari Belajar Politik kepada Amien Rais

4 Juni 2017   03:34 Diperbarui: 27 Maret 2018   10:17 5242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Amien Rais. (Foto: Tribun Batam/Argianto Da Nugroho)

Bicara soal Amien Rais memang penuh dengan pro dan kontra sebagaimana lazimnya tokoh populer di Indonesia. Alumnus politik UGM, UIN Sunan Kalijaga, Notre Dame dan Chicago ini tidak diragukan lagi merupakan salah satu tokoh dan pelaku sejarah modern negara Indonesia. Aktifitas beliau melalui Muhammadiyah, UGM, ICMI, BPPT, PAN, DPR dan MPR turut serta mempengaruhi perkembangan reformasi di Indonesia.

Kalau kita "flash black" ke belakang perjalanan politik beliau sangat menarik. Besar dari keluarga religius yang secara pemikiran keislaman modern membuat beliau memilih muhammadiyah untuk meniti karir kepemudaan. Tercatat beliau sebagai pendiri organisasi kepemudaan Muhammadiyah seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Masa muda beliau sebagian besar dihabiskan untuk membesarkan organisasi ini hingga ke seluruh Indonesia. 

Ketika terjadi kisruh kekuasaan orde lama sebagaimana generasi muda islam pada umumnya beliau berperan dalam transisi kekuasaan ke orde baru meskipun sebagai pelajar peran beliau hanya sebagai aktor lapangan dan pelaku sejarah kecil yang namanya belum tercatat dalam media dan hanya diketahui kalangan kelompoknya saja. 

Saat orde baru berkuasa dan menerapkan asas tunggal pancasila kemungkinan sikap politik beliau sama dengan yang diambil oleh Muhammadiyah. Sebagaimana lazimnya organisasi dan orang-orang pada masa orde baru agar memperoleh jaminan dari pemerintah maka sedikit sekali yang menolak asas tunggal Pancasila.

Proses studi politik beliau juga menarik untuk dicermati karena belajar pada institusi modern dan institusi islam sekaligus. Ketika studi lanjut di Amerika beliau bertemu tokoh-tokoh reformis islam Amerika seperti Fazlur Rahman. Menariknya setelah studi pemikiran beliaupun tidak seratus persen berkiblat ke sana. Beda jauh dengan cak nur yang di besarkan oleh HMI kemudian mengembangkan paramadina dan JIL yang pandanganya lebih liberal dengan dukunganya terhadap sistem sekuler (pemisahan agama dan negara) sebagaimana yang diterapkan Amerika dengan jargonya yang terkenal Islam Yes, Partai Islam No.

Periode akhir menjelang berakhirnya orde baru yaitu rentang waktu 1990-1998 sebagaimana yang disebut oleh Adian Husaini sebagai bulan madu islam dengan pemerintah dimana kebijakanya sudah memberi ruang lebih terhadap ekspresi keagamaan di ruang publik. Terbukanya pemerintah secara tidak langsung membuat beberapa tokoh baru muncul naik ke permukaan salah satunya adalah Amien Rais. Bersama Habibie dan tokoh lainya beliau masuk berkarir ke pemerintahan lewat BPPT. Kemudian atas restu pemerintah berdirilah organisasi intelektual muslim yaitu ICMI. Perlu kita ingat bahwa perlakuan ini tidak terbatas hanya untuk umat islam saja. Tercatat organisasi intelektual kristen, katolik, hindu dan budha pun mendapat restu dari pemerintah. Akhirnya nama beliau sangat diperhitungkan dalam dunia politik Indonesia ketika memimpin Muhammadiyah menggantikan Ahmad Azhar Basyir. Dengan jumlah anggota dan simpatisan kedua terbesar setelah NU (Nahdatul Ulama) yang sudah diakui sebagai organisasi islam terbesar didunia tentu saja siapapun yang duduk dikursi orang nomor satu Muhammadiyah memiliki pengaruh besar walaupun secara organisasi muhammadiyah tidak berpolitik praktis.

Menjelang kejatuhan orde baru tepatnya pada tahun 1997 mulai bermunculan tulisan-tulisan Amien Rais yang berisi kritik keras terhadap pemerintah yang berkuasa. Salah satu tulisan yang berpengaruh adalah tulisan dengan judul Inkonstitusional yang mengkritik keras kebijakan kontrak karya pemerintah dengan freeport. Pemerintah melalui ketua BIN (Badan Intelijen Negara) Syamsir Siregar sempat menyatakan keberatan dengan Amien Rais karena dianggap terlalu ikut campur dengan urusan politik. Pada saat demo besar-besaran mahasiswa pada tahun 1998 Amien Rais bersama Megawati dan Gus Dur (Abdurahman Wahid) tercatat bersuara keras meminta pergantian rezim pemerintahan orde baru. Bermunculanlah isu pergerakan massa NU, Muhammadiyah dan kalangan nasionalis untuk mendukung gerakan mahasiswa. Persamaan pandangan Gus Dur dan Amien Rais inilah yang menyatukan umat islam Indonesia karena pempimpin 2 organisasi islam terbesar di Indonesia dan dunia ini diakui sangat ampuh dalam menentukan suara massa simpatisan dan anggotanya sehingga secara tidak langsung mempengaruhi keputusan Soeharto untuk mundur dari kursi presiden dan menyerahkanya ke Habibie. 

Sebagaimana lazimnya politik jika seseorang berkuasa pastilah mengangkat orang-orang yang memiliki kesamaan ataupun orang-orang yang mempunyai basis dukungan kuat untuk duduk bersama dalam pemerintahan maka karir Amien Rais pun naik menjadi Ketua MPR. Awalnya pada masa itu publik mengira Indonesia akan memasuki pemerintahan yang stabil dan cerah karena Habibie banyak memberikan terobosan baru bagi kebijakanya namun untung tak dapat ditolak malang pun tak dapat diraih. Keputusan Habibie untuk memberikan referendum semacam pemilu untuk menentukan nasib Timor-timor menjadi senjata makan tuan yang mengakhiri karir presiden karena publik Indonesia yang sedang tinggi rasa nasionalisme setelah berhasil memulai rezim reformasi kebanyakan tidak setuju.

Kekosongan kekuasaan di negara dengan penduduk yang besar dan wilayah yang luas tentu saja menimbulkan masalah baru. Sebagaimana lazimnya proses politik ketika satu pemimpin mundur maka terjadi pergantian kekuasaan yang tidak selalu lancar apalagi dengan negara yang beraneka ragam suku agama etnis ras dan budayanya. Sempat muncul berbagai gagasan baru yang beraneka ragam. 

Di kalangan umat islam indonesia sendiri terjadi pergolakan gagasan antara yang menginginkan Indonesia kembali ke piagam jakarta dan formalisasi hukum islam atau tetap mempertahankan pancasila dan hukum yang mengakomodasi berbagai latar belakang berbeda. Menariknya kemudian terjadi manuver politik Amien Rais dengan melobi tokoh-tokoh lain membuat poros tengah dengan mengajukan Gus Dur sebagai calon presiden. Mungkin orang awam sampai sekarang masih menyimpan tanya besar mengapa tokoh Muhammadiyah mengusung Gus Dur yang dikenal sebagai tokoh Nahdatul Ulama? Bukankah pandangan keagamaan mereka berbeda? Kok bisa islam modernis dan islam tradisional satu suara soal politik?

Jawabanya sebenarnya sederhana walaupun pandangan keagamaan Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama berbeda namun soal politik memiliki persamaan yaitu sama-sama menyetujui Pancasila dan NKRI sebagai pandangan politik. Sejarah meberikan catatan jelas dimana tokoh-tokoh kedua organisasi islam ini berperan aktif sebagai pendukung gerakan kemerdekaan dan mempertahankan NKRI dari penjajahan asing. Bapak proklamator dan penggagas Pancasila Soekarno pun pernah tercatat sebagai kader muhammadiyah ketika menjadi guru sekolah muhammadiyah di Bengkulu. Komitmen kedua organisasi ini pun tidak perlu diragukan lagi bagaikan kedua sayap yang menjaga negara ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun