Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemuda Memaknai Indonesia

26 Februari 2020   03:45 Diperbarui: 26 Februari 2020   03:55 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendiri bangsa kita terdahulu adalah generasi yang terpanggil untuk membuat sejarah kemerdekaan. Bahkan pada sisi pembangunan nasional, agenda strategis disusun sedemikian rapi agar bangsa ini benar-benar maju dari negara lain. Pemuda sekarang adalah generasi penerus, seharusnya merasa terpanggil melanjutkan sejarah yang sudah dibangun.

Bagi generasi penerus, mestinya menyikapi segala usaha pembangunan nasional yang dampaknya bisa terjadi secara elektoral. Ini bukan saja soal bagaimana penguasaan bumi, air dan tanah diraih dengan darah dan keringat melalui peperangan. Bagi Von Clausewitz perang adalah kelanjutan dari politik dengan cara lain. Sedangkan menurut Vo Nguyen Giap damai adalah kelanjutan dari pedang dengan cara lain.

Spirit pergerakan adalah satu warisan melanjutkan segala capaian yang diraih para generasi terhadulu. Sebagaimana kedamaian diraih dengan jalan peperangan, pemuda bisa mengambil intisarinya agar pembangunan diraih seperti semangat peperangan.

Memaknai pembangunan nasional dari sisi sejarah merupakan usaha mengisi kemerdekaan dan dilaksanakan dalam wujud yang nyata. Pada sisi ini, maka spirit pergerakan menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pelaksanaannya.

Mengambil pandangan itu, maka sungguh aneh bila pemuda bersikap apatis dan tidak mau peduli atas masalah yang ada. Parahnya, ideologi pembangunan dilekatkan pada term pendapatan. 

Bagi Daoed Djoesoef ideologi yang dilekatkan pada term seperti itu adalah keliru.

Bila menelisik sejarah daerah-daerah, pembangunan begitu pesat tak terlepas dari semangat berdikari yang di dalamnya ada aspek sosial, ekonomi, politik dan hukum. Maka cukup jelas, setiap daerah memiliki karakteristik pembangunan berbeda-beda.
Bangsa ini sedang menghadapi tantangan pembangunan. 

Setelah Pemilihan Umum (Pemilu) 2019  finish ditangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden lima tahun ke depan, wacana kepemimpinan semakin nyata.

Jabatan strategis pemerintahan mulai diisi nama-nama segar dan meraka adalah representatif anak muda, sebut saja Erick Thohir, Nadiem Makarim, Whisnutama dan sederet nama-nama staf khusus Presiden Joko Widodo. Mereka adalah telaga inspiratif yang menyediakan segudang ide dan gagasan bagi kita untuk terus menyegarkan semangat pemuda dalam berjuang bagi kemajuan pembangunan.

Tembok yang membentengi polemik korupsi perlahan tapi pasi mulai terkuak di publik, kasus Jiwasraya dan Harley Davidson misalnya. Tangan dingin Erick Thohir, Menteri BUMN mampu membuka celah tembok yang selama hampir sulit ditembus. Demikian nama-nama lain yang sampai hari ini masih ditunnggu kiprah emasnya.

Selain itu, upaya mengubah wajah pembangunan dari jawa sentris menjadi Indonesia yang seutuhnya ditandai keputusan pemindahan Ibu Kota Negara ke Pulau Kalimantan. Strategi ini memberi peluang bagi pemuda memberikan sumbangsihnya. 

Masalahnya, kuatnya arus teknologi informasi membawa mereka dalam dunia maya. Sampai ada gagasan menggelorakan ideologi pancasila melalui Tik Tok.

Fenomena generasi dunia maya makin diperparah krisis gagasan dan terkesan mengejar momentum daripada subtansi agent pembaharu. Ditambah lagi capaian Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) 2016 hanya mampu meraih presentase 50.17 atau tidak sampai setengah plus satu. Meskipun capaian ini menunjukkan kinerja yang baik ditandai adanya perubahan positif 2,8 persen dari 47,33 pada IPP 2015, tapi belum mampu memaksimalkan pembangunan pemuda. Itu baru aspek pembangunan pemuda, untuk pembangunan nasional, pemuda butuh sikap yang lebih patriotik dan aksi lebih progresif lagi.

Seluruh isu sentral pembangunan saat ini, menjadi bahan kajian bagaimana pemuda bisa mengambil panggungnya sebagai generasi pembaharu. Diyakini mereka memiliki cita-cita mengenai Indonesia yang lebih maju. Namun, cita-cita saja tidak cukup, betapapun jelasnya, tidak berkekuatan untuk menggerakan pembangunan.

Indonesia tidak boleh dimaknai dalam satu artian keadaan. Sebab arti negara dan bangsa adalah suatu kombinasi keabadian berupa status nascendi yang permanen. Mesti ada penanaman mind set bahwa Indonesia adalah amar makruf dan masyarakat adalah lapangan pengabdiannya. Sikap amar makruf berarti proaktif dan progresif melaksanakan pembangunan nasional.

Seluruh potensi keilmuan sesuai spesialisasinya masing-masing harus diakomodir. Kualifikasi politis dan teknis wajib menjadi syarat menentukan siapa saja yang akan bergabung dalam lapangan pengabdian itu. Arief Rosyid Hasan memandang, amar makruf tidak bisa lagi sekadar mengandalkan semangat berkobar, namun mensyasaratkan wawasan keilmuan mendalam dan kemampuan teknis yang mumpuni.

Sengkarut situasi nasional hari ini bukan merupakan takdir. Ia adalah nasib yang sebenarnya bisa baik asal pemuda mewujudkan usaha kolektif. Filosof Aristoteles mengingatkan bahwa kesalahan kecil di awal menjadi kesalahan besar di akhir, dalam konteks pembangunan, ini bisa terjadi jika pemuda tidak menyadari betapa penting dirinya dalam masa depan pembangunan.

ayobandung.com
ayobandung.com
Menggagas Ide Kemajuan
Sejarah manusia berkali-kali mencatat betapa kemauan tercapai setelah pertanyaan diubah oleh sang pencari jawaban. Mengatasi masalah krisis gagasan, misalnya, pemikir hingga birokrat berusaha mencari jawaban terhadap pernyataan, "mengapa Indonesia belum menjadi Negara maju?" Namun, karena ingin mencari formulasi agar Indonesia benar-benar menjadi Negara maju, mengubah pertanyaan tadi menjadi, "Apa yang menghambat Indonesia belum menjadi negara maju?" Karena itulah, maka muncul gagasan pembangunan nasional.

Pelaksanaan pembangunan menyentuh aspek kehidupan bangsa, mulai dari politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan secara berencana, menyeluruh, nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang lebih maju.

Tidak jauh berbeda dengan Daoed Joesoef, bahwa suksesnya pembangunan nasional memerlukan konsep pembangunan ekonomi-sosial-politik, pembangunan pertahanan-keamanan, pembangunan pendidikan-kebudayaan. Tiga pembangunan prinsipil itu saling bersinergi dalam mewujudkan suatu pembangunan.

Dengan adanya konsep ini, lalu bagaimana pemuda bisa mengambil panggungnya? Data IPP dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bisa menjadi cerminan kesiapan pemuda menghadapi tantangan pembangunan. Kemudian, atmosfer kepemudaan harus diciptakan dalam term pergerakan.
Pemuda dianugrahi semangat pergerakan untuk mengarahkan pembangunan nasional kearah yang lebih baik. Revolusi industry 4.0 adalah keniscayaan dalam tatanan kehidupan, merupakan kesempatan melahirkan ide-ide kemajuan.

Merenungi perjuangan founding fathers, banyak menyiratkan tentang kemajuan dan cukup memberikan semangat kemerdekaan. Sudah sewajarnya generasi penerus terpanggil menekuni ide kemajuan secara konsisten. Sejarawan Francois Guizot memberikan pencerahan bahwa ide kemajuan mencakup ide pembangunan. Ungkapan sejarawan itu merupakan ide fundamental yang dikandung dalam term peradaban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun