Mohon tunggu...
Perdana A. Negara
Perdana A. Negara Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

s1 administrasi publik, Fisip Unsoed.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Fantasia

9 Agustus 2019   22:32 Diperbarui: 9 Agustus 2019   22:39 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana kamar kembali normal seperti sediakala. Aku masih tetap tidak bisa bergerak di atas meja. Kakiku masih menggantung.

Kesadaranku kembali menjadi milikku. Kudapati diri ini masih terduduk diatas meja. Aku menggerakan bola mataku sekuat tenaga kearah jam tangan Julia untuk memastikan sudah berapa lama aku terjebak dalam kegilaan konyol ini: jarum jam mengarah pada pukul setengah tiga pagi.

Tapi tunggu, kegilaan ini belum berakhir.

Kuperhatikan jarum jam ditangan Julia berputar ke arah sebaliknya. Begitupun suasana di ruangan ini, perlahan mundur kemasa lalu---sampai pada adegan dimana---aku menyaksikan sambil tetap terpaku diatas meja, diriku yang lain, diriku sesaat sebelum kegilaan ini muncul dan  memukul kening wanita itu sampai pingsan.

Sampai pada titik itu, jarum jam berhenti berputar mundur dan berjalan kembali maju kedepan. Tepat saat jam menunjuk pukul dua lebih lima menit, disitu aku melihat diriku sesaat mengambil di laci obat disamping meja.

Obat dimana segala kegilaan ini bermula; rupanya yang kuminum bukan obatku. Aku keliru mengambil kapsul di laci karena lelah---yang kuminum  obat milik Julia, mungkin sejenis napza, atau entahlah persetan pikirku, yang seminggu lalu sempat ia bicarakan padaku. Obat itu katanya manjur untuk melawan halusinasi kuat Skizofrenia. Tentu saja aku melarangnya.

Kembali aku merasakan sensasi blank. Persis seperti layar smartphone yang error; yang kulihat hanya putih bersih sejauh mata memandang.

Aku tersadar, diatas meja aku terbangun dari kondisi setengah sadar. Kudapati Julia menggenggam sebilah pisau tepat didepanku.

Aku lemas selemas-lemasnya sampai-sampai tidak bisa bergerak.

Tiba- tiba, Julia berdiri dihadapanku. Dia menghajar kepalaku dengan botol beling gin Bombay Saphhire warna hijau tosca. Kemudian langsung menusuk pinggangku dalam-dalam. Dia memutar pisau itu. Bunyi yang terdengar kurang lebih seperti seperti kain yang disobek.

Aku tidak bisa berkata apa-apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun