Mohon tunggu...
Emanuel Pratomo
Emanuel Pratomo Mohon Tunggu... Freelancer - .....

........

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[LOMBAPK] Kita Adalah Api: Saat Kecil Kita Kawan, Saat Besar Kita Lawan

23 Januari 2017   13:17 Diperbarui: 23 Januari 2017   13:31 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Tak kenal, maka Tak apalah... 

Kita adalah Api; Saat kecil Kita Teman... Saat besar Kita Lawan.... 

Kalimat unik ini sempat terjepret dalam kaos seorang penumpang TransJakarta beberapa bulan lalu. Api dapat menjadi kawan maupun lawan bagi kehidupan manusia. Api kecil dapat ditugaskan manusia untuk memanaskan air dalam ceret,  memasak berbagai macam jenis kuliner, menyalakan lilin untuk menerangi kegelapan, membakar sampah rumah tangga.

Api juga membantu nyala rokok bagi kaum yang konon ingin keliatan jantan & teman berkreasi mencari ide, yang ini jangan ditiru ya karena masih konon serta para perokok jika sudah tervonis bolongnya paru-paru & kanker pastinya cuma akan bikin bangkrut BPJS Kesehatan aja. Tapi heran juga semakin banyak kaum hawa yang jelas-jelas berkelamin betina cantik di atas rata-rata juga semakin doyan rokok. Padahal para wanita cantik ini dapat dipastikan lahir dari rahim ibundanya yang sehat, nyaman tanpa sisa asap rokok. Wah gimana ya nantinya ketika akan hamil dan melahirkan buah hatinya sendiri, masa sih sang buah hati lahir dengan kecacatan jasmaniah. Jeng~Toleran~Jeng.

Nah saat Api besar/ membesar tak terkendali, maka dapat membakar kendaraan bermotor, rumah & lingkungan sekitarnya, bahkan areal hutan antar kota dalam propinsi hingga antar kota antar propinsi. Wah asap knalpot bus aja kalah jangkauan dibandingkan asap kebakaran hutan, bahkan telolet asapnya hingga tetangga di negara sebelah termehek mehek sambil berjingkrak, jungkir balik penuh duka lara senantiasa di dalam rumah hingga beberapa bulan lamanya.

Gambaran di atas merupakan api yang dapat membakar secara fisik dan raga. Lho apakah api dapat juga membakar jiwa manusia? Perkataan yang keluar dari mulut manusia dapat diibaratkan sebagai tindakan menabur angin, maka hasil tuaiannya akan berupa badai yang tingkatannya tergantung seberapa besar hembusan angin yang ditabur. Maka api dalam jiwa setiap manusia akan menyala-nyala yang dapat membakar sewaktu-waktu.

Tentu saja setiap manusia haruslah siap dengan segala konsekuensi perkataannya, untuk siap dibakar dalam ujian pemurnian melanjutkan level kehidupan berikutnya. Diibaratkan dalam pemurnian logam emas, maka tergantung manusia apakah ingin menjadi manusia 18 karat, 20 karat, 22 karat atau manusia murni 24 karat.

Saat ini segala perkataan yang dimanifestasikan dalam berbagai tulisan yang menyebarkan fitnah, kebohongan dan kebencian melalui jejaring dunia maya, sungguh sangat marak di zaman yang orang Jawa bilang merupakan zaman Kalabendu. Zaman yang dikenal sebagai zaman yang terbolak balik, segala sesuatu akan berubah drastis 180° bahkan hingga 360°. Akan ada turun hujan justru di musim kemarau, banyak orang benar menjadi pesakitan/ terdakwa & orang salah bebas dari kesalahan / jeratan hukum, perempuan ingin terlihat menjadi jantan & lelaki ingin lemah gemulai melandai menjadi betina, hingga nantinya konon akan ada hewan kuda yang doyan sambal.

Perang kicauan modern (tweetwar) maupun penyebaran berita hoax  di jejaring dunia maya, sesungguhnya merupakan medan pertempuran antar kaum yang haus akan kekuasaan untuk memperebutkan serta mempertahankan hegemoni atas harta & tahta. Adu kekuatan raksasa ini menggunakan jasa pasukan tempur siber (cyber army) yang kelihatan maupun yang tak kelihatan mata.

Lahirlah para juragan yang mengelola segala keperluan para pemesan paket propaganda. Semerbak wangi uang kertas yang melebihi keharuman minyak wangi dari gubal kayui gaharu ribuan tahun sekalipun, telah membutakan mata hati mereka untuk menghalalkan segala cara untuk menyebarkan  berita kebohongan yang berisi fitnah/ pembunuhan karakter individu, kebencian bernuansa suku~ras~agama.

Padahal tanpa disadari nantinya hasil jerih payah itu akan dapat berubah menjadi makanan 'berkerikil'. Awalnya memang makanan hasil menaburkan kebencian itu sangat nikmat di mulut, namun akan istimewa ketika menikmatinya, saat tetiba dapat berubah wujud menjadi kerikil di kerongkongan & perut sambil ditemani para handai taulan di rumah sakit..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun